Suriah
mengalami krisis pangan yang belum terselesaikan hingga saat kini. Seorang pria
dari kota Zabadani mengatakan, keluarganya sebanyak empat orang, kini hanya
mengandalkan roti untuk makanan mereka. Namun sejak perang berkecamuk di
Suriah, produksi dan persedian roti mulai menipis serta adanya kenaikan harga
roti dan batasan dari pemerintah membuat pria tadi dan istrinya hanya memakan
secuil roti yang dicelupkan ke dalam teh agar tampak lebih besar. Hal tersebut
terjadi setiap harinya.
Berdasarkan
laporan Human Rights Watch, konflik bersenjata selama satu dekade telah
menyebabkan kekurangan gandum yang parah di Suriah akibat lahan-lahan pertanian
semakin sedikit. Selain itu, banyak pula toko roti yang ikut hancur dan tidak
dapat beroperasi selama konflik (msn.com, 2021). Hingga Februari 2021, World
Food Programme (WFP), setidaknya 12,4 juta warga dari 16 juta warga Suriah
mengalami kerawanan pangan (msn.com, 2021). Jumlah ini bertambah 3,1 juta dari
tahun lalu. WFP juga memperkirakan 46 persen keluarga di Suriah telah
mengurangi jatah makanan harian mereka, dan 38 persen orang dewasa telah
mengurangi konsumsi pangan mereka, agar anak-anak mereka memiliki cukup makanan
(msn.com, 2021).
Di
Negara Myanmar saat ini juga menghadapi ancaman krisis pangan dan kelaparan
ekstrem. Program Pangan Dunia (WFP) mendengungkan bahwa jutaan warga Myanmar
kini menghadapi ancaman krisis pangan dan kelaparan ekstrem (lenterasultra.com,
2021). Ekonomi dan sistem perbankan nasional negeri tersebut telah lumpuh sejak
perebutan kekuasaan militer yang mendorong pemimin sipil Aung San Suu Kyi
lengser pada Februari lalu (lenterasultra.com, 2021). WFP memperkirakan dalam 6
bulan ke depan, sebanyak 3,4 juta lebih orang akan kelaparan di Myanmar
(lenterasultra.com, 2021). Mata pencarian telah hilang setelah pemogokan dan
penutupan pabrik, harga bahan bakar melonjak serta kesulitan untuk bertualang
di tempat umum untuk mencari nafkah karena dapat mengancam keselamatan atas
tindakan keras tanpa pandang bulu dan brutal oleh pasukan keamanan terhadap
perbedaan pendapat yang telah menewaskan lebih dari 800 warga sipil
Krisis
pangan yang melanda berbagai belahan dunia terjadi akibat diterapkannya sistem
kapitalisme. Kedzaliman sistem kapitalisme yang eksploitatif membuat kesenjangan
semakin nyata. Hampir satu milyar penduduk dunia kekurangan pangan sementara
segelintir negara kapitalis berkelebihan pangan. Daerah konflik seperti Suriah
dan Myanmar tidak jauh berbeda. Kisah saudara-saudara di daerah konflik menjadi
fenomena yang menyayat hati. Sistem kapitalisme ini membuat penguasa tega
terhadap rakyatnya hanya untuk eksistensi kekuasaannya. Membuat
kebijakan-kebijakan yang mengorbankan hak rakyat bahkan nyawa rakyatnya. Sistem
inilah yang menjadi akar dari permasalahan-permasalahan umat. Sistem
kapatalisme gagal dan tidak mampu dalam menyelesaikan problematika umat. Sehingga
sudah seharusnya umat membuang sistem ini dan menggantinya dengan sistem Islam
yang mampu mengatasi permasalahan umat termasuk krisis pangan. Umat butuh
pemberlakuan sistem ekonomi Islam dan junnah atau perisai yang akan melindungin
umat ini.
Lalu
bagaimana solusi dalam Islam untuk mengatasi masalah krisis pangan?
Sistem
ketahanan pangan yang utama dalam Islam yaitu pertanian. Islam memberikan porsi
lebih terhadap sektor pertanian. Rasulullah SAW memberikan apresiasi terhadap
para petani. Dalam hubungannya dengan kebijakan pangan, negara Islam menerapkan
politik pertanian dengan kebijakan meningkatkan produksi pertanian melalui
intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian (muslimahnews.com, 2021). Intensifikasi
pertanian dilakukan dalam rangka penggunaan sarana produksi pertanian yang
lebih baik dan membangun infrastruktur pertanian. Dalam hal ini, negara bisa
membantu petani secara langsung berupa modal, benih, peralatan, teknologi, dan
sebagainya. Juga membantu secara tidak langsung dengan memberikan subsidi
kepada petani (muslimahnews.com, 2021). Sementara, ekstensifikasi pertanian
dilakukan negara dengan menambah luasan lahan pertanian sesuai dengan konsep
Islam. Dalam hal ini, negara akan menggunakan lahan sesuai kondisi dan
peruntukannya. Lahan subur diprioritaskan untuk lahan pertanian. Negara juga
bisa menghidupkan lahan mati atau membuka lahan baru untuk kemudian diberikan
kepada rakyat yang mampu mengelolanya (muslimahnews.com, 2021).
Jika berhasil membentuk ketahanan pangan maka masalah krisis pangan dapat diminimalisir. Ketahanan pangan diperlukan agar negara Islam bisa survive dan dapat melindungi rakyat, baik dalam kondisi damai atau keadaan perang. Negara Islam sangat memperhatikan kebutuhan pangan (pokok) rakyatnya sesuai dengan ajaran Islam dan sabda Rasulullah saw., “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari). Begitulah solusi Islam dalam mengatasi krisis pangan yang terjadi. Hal tersebut dilaksanakan atas sandaran Al-Qur’an dan Hadis.
Post a Comment