Konsep Marital Rape, Cedera Hukum pernikahan di Negeri Demokrasi



Goresan Pena : Sahara (Aktivis Dakwah Beringin)




Dilansir dari salah satu media berita yang mengatakan bahwa RUU KUHP memasukan definisi pemerkosaan termasuk pemerkosaan suami terhadap istrinya (marital rape) di mana suami bisa dipenjara. 
Merespons hal itu,Komnas Perempuan mengungkap data aduan dari istri yang mengaku diperkosa suami.

"Berdasarkan Catatan Tahunan 2021, jumlah laporan terkait pemerkosaan terhadap istri adalah 100 kasus untuk 2020. Tahun 2019, data kasus mencapai 192 kasus yang dilaporkan," ucap komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini saat dihubungi, Senin (16/6/2021). (DetikNews.com).

Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin berpendapat, marital rape itu ada dalam kehidupan rumah tangga. Ketidakpahaman masyarakat tentang konsep marital rape terjadi karena dipengaruhi oleh kultur dan hukum perkawinan di Indonesia.

Dalam perkawinan di Indonesia, umumnya suami dianggap sebagai pencari nafkah dan istri seseorang yang harus siap melayani suami, termasuk dalam hubungan seksual.

Selain itu, Mariana menjelaskan ketidakpercayaan masyarakat tentang marital rape diakibatkan oleh anggapan bahwa, setelah menikah hubungan seksual sah dilakukan, meskipun salah satu pihak tak menghendaki itu.

"Orang sering lupa kalau terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Itu yang di luar dari harapan kedua belah pihak, baik suami atau istri, termasuk pemerkosaan," ucap Mariana kepada CNNIndonesia.com,Kamis(17/6).

Hubungan antara suami dan istri dalam rumah tangga memang tidak melulu membahas soal hubungan intim. Ada hak dan kewajiban antara suami dan istri yang lain yang harus ditunaikan.

Namun mengenyampingkan masalah seksual dalam kehidupan suami istri juga bukan hal yang dibenarkan. Tujuan dari pernikahan salah satunya adalah memiliki keturunan dan memiliki tempat penyaluran kebutuhan biologis yang halal. Jika terjadi kekerasan dalam berhubungan intim antara suami dan istri, ini tidak layak disebut sebagai pemerkosaan. Sebab kasus pemerkosaan ini dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hubungan pernikahan. Jika memang terjadi penganiayaan maka ini termasuk kategori KDRT (kekerasan Dalam Rumah Tangga).

Bukan kasus pemerkosaan. Jika suami meminta Hak biologis nya kepada sang istri, maka ini merupakan hal yang lumrah dan berpahala. Justru kerusakan rumah tangga bisa terjadi karena suami dituduh sebagai pelaku pemerkosa istri dan kemudian suami mencari tempat penyaluran biologisnya dengan wanita lain. Lambat laun hubungan keluarga tersebut akan hancur karena suami juga tak memberikan kewajiban nya kepada istri , menelantarkan anak anak mereka. Atau bahkan bisa pula suami menuntut istri dipengadilan atas dasar kasus pencurian uang suami. "Istri Pencuri Uang suami", begitulah sekiranya yang akan terjadi. Lantas apakah ini solusi yang hakiki? Rumah tangga seperti apa yang akan dibina bila terus saling menuntut dan menghakimi ?

Umat harus waspada terhadap pemberlakuan UU Marital Rape ini, sebab Marital rape ini istilah yang terus digaungkan oleh kalangan sekuleris dan gender untuk menyerang hukum - hukum Islam tentang hak dan kewajiban istri dan melemahkan lembaga perkawinan Islam melalui jalur legislasi.

Justru ketika umat dijauhkan dari sitem aturan islam, maka angka perceraian akan semakin meningkat, tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak akan semakin berat sebab struktur keluarga yang tak lagi utuh. Banyak anak anak yang tak mendapatkan hak nya, mencari kesenangan dan kepuasan diluar dan tidak ada pengawasan dari orang tua. Maka wajarlah bila masa depan bangsa hancur.

Dalam islam tidak ada konsep marital rape, sebab Islam sangat menjunjung tinggi martabat wanita.

 “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS An–Nisa 34).

Pukulan yang dimaksud di ayat tersebut adalah pukulan yang ringan, yaitu yang tidak membahayakan (menyakitkan) 

sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Jika mereka melakukan tindakan tersebut (yakni nusyuz), maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan (menyakitkan).” (HR Muslim dari jalur Jabir r.a.).

Konsep Marital Rape ini memang sengaja digaungkan oleh kaum kapitalis dan feminis, agar umat meninggalkan syariat Islam. Dengan terus menghembuskan jargon mereka tentang kebebasan dan kesetaraan perempuan. Menjadikan seolah olah ketika istri taat dan memenuhi hak suami adalah bentuk kebodohan dan penindasan. Padahal menjaga keharmonisan keluarga, saling memenuhi hak dan kewajiban adalah hal yang terpenting, sebab untuk menciptakan generasi yang cemerlang akan sangat sulit lahir dari keluarga yang saling menuntut dan menyerang di pengadilan. 

Dalam Islam suami juga diperintahkan untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang kepala keluarga, memberikan keamanan dan kenyamanan untuk keluarganya, termasuk pada istrinya. Ketika suami ingin menggauli istrinya, hendaknya seorang suami memperhatikan situasi dan kondisi istrinya.

Rasulullah saw. bersabda, 
“Janganlah kalian mengetuk pintu wanita (istri) pada malam hari hingga wanita itu (bisa) menyisir rambutnya yang kusut dan wanita yang ditinggal suaminya itu (bisa) mempercantik diri.(Muttafaq ’alaih dari jalur Jâbir ra.) 

Dalam Daulah Islam, negara sangat penting dalam menjaga dan menjalankan UU yang bersumber dari Al Qur'an dan As Sunah. Daulah Islam akan sangat memperhatikan hubungan antara suami dan istri, memastikan mereka sanggup menjalankan tugas kewajiban dan memenuhi hak mereka sebagai pasangan suami istri. Betapa Islam, sangat menjaga keharmonisan keluarga. Tinggal lagi, bagaimana umat belajar memahami dan menerapkan nya. Dan semua aturan aturan Islam tentang keluarga tidak akan diterapkan secara sempurna apabila tidak didukung dengan adanya sebuah institusi Islam yang mampu mengemban dan melaksanakan nya. 

Inilah yang harus di sadari dan di perjuangkan oleh umat, bahwa umat butuh institusi yang mampu menerapkan aturan Islam secara Kaffah. Umat tidak butuh dengan aturan kaum kapitalis yang justru membawa bencana pada keluarganya.
 Wallahu A'lam Bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post