Kebijakan Gegana (Gelisah, Gamang, Merana) Membingungkan Rakyat!

Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.

Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

 

Sungguh menyedihkan hidup dalam kepemimpinan yang memberikan kebijakan selalu berubah-ubah. Mulai dari cara penanganan pandemi, penanganan perekonomian dan kesehatan, serta pelaksanaan kependidikan. Contohnya, saat pemerintah membuat kebijakan penutupan sementara tempat rekreasi Ancol, dinilai terlambat dan tak tepat. Pasalnya, mudik dilarang tapi tempat wisata dibuka dan akhirnya ditutup lagi setelah banyak complain berdatangan. Apakah kebijakan akan berubah apabila ada complain? Di mana martabatnya pemerintah sebagai pembuat kebijakan?

Akibat kebijakan tersebut, rakyat dirugikan secara ekonomi dan kesehatan, mengapa? Karena kebijakan buka tutup yang tidak jelas ini terkesan pemerintah seolah tidak memprediksi membludaknya pengunjung saat dibukanya tempat wisata. Maka timbul  penilaian bahwa kebijakan yang dibuat bukan untuk kepentingan rakyat, tapi hanya menimbang akan ada pemasukan pemerintah dari Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) dan kepentingan usaha pariwisata.

Kebijakan tersebut membuat rakyat gelisah, karena khawatir ada perubahan lagi nantinya. Kebijakan yang membuat gamang rakyat, karena khawatir akan ketidakjelasan pelaksanaan di lapangan dan membuat rakyat merana karena ternyata setelah diterapkan tidak semua dapat diterima rakyat. Semua itu tentunya akan membingungkan rakyat.

Bagaimana sebaiknya sikap rakyat bila memiliki kepemimpinan yang tidak konsisten sehingga tidak melindungi rakyatnya? Demo sebagai penyampaian complain, dianggap salah karena dinilai tidak mendukung kebijakan pemerintah. Menyampaikan pendapat dan menilai kebijakan pemerintah yang salah dinilai pembangkang atau provokator. Sedangkan paham yang dianut setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya masing-masing. Astagfirullah... Sungguh sulit dan membingungkan.

Bayangkan saja, ketika Pantai Ancol, Jakarta dibuka, kunjungan wisatawan membeludak mencapai kisaran 39 ribu orang. Kerumunan ini dikhawatirkan bakal memicu terjadinya klaster baru penyebaran Covid-19. Ancol pun sempat trending topic di Twitter. Tidak sedikit warganet yang membandingkan kerumunan kunjungan wisatawan yang mandi di Pantai Ancol, mirip dengan yang dilakukan warga India saat melakukan ritual mandi di Sungai Gangga yang diduga menjadi pemicu terjadinya gelombang tsunami Covid-19.

Kebijakan itu membuat rakyat semakin geram lantaran di satu sisi Pemprov DKI membuka Pantai Ancol untuk umum pada hari kedua lebaran. Di sisi lain mengeluarkan kebijakan larangan ziarah kubur. Apakah kedua kegiatan tersebut terlihat beda bila dinilai dari berkerumunnya manusia dan tidak terlindungi kesehatan masyarakat. Salahkah apabila rakyat meminta Pemprov DKI lebih bijak dalam membuat sebuah kebijakan. Kebijakan membuka Pantai Ancol, jelas menimbulkan kerumunan yang sulit dikendalikan. Bagaimana mungkin orang yang sedang mandi di pantai bisa menerapkan protokol kesehatan? Pakai masker juga tidak mungkin. Mau jaga jarak juga bagaimana caranya?

Sudah seharusnya di dalam pembuatan kebijakan Pemprov DKI tidak membuat standar ganda kebijakan, di satu sisi ziarah kubur yang menjadi ritual umat Muslim saat lebaran dilarang dengan alasan mencegah penularan Covid-19 karena terjadi kerumunan massa, namun di sisi lain wisata Ancol dibuka. Seharusnya kebijakan pemerintah lebih memprioritaskan keselamatan rakyat, jangan membuat kebijakan yang justru mengorbankan rakyat. Jangan sampai apa yang terjadi di India, terjadi pula di Indonesia akibat sebuah kebijakan yang tidak tepat.

Bagaimana dalam Islam membuat peraturan atau kebijakan bagi rakyatnya? Dalam Islam tak mungkin menjadi hal yang sulit dan tidak akan terjadi tumpang tindih atau terjadi standar ganda kebijakan, karena pedoman pembuatan kebijakan itu sendiri sudah diatur oleh Sang Maha Pencipta manusia yaitu Allah SWT dan sudah dicontohkan oleh manusia yang paling mulia yaitu Rasulullah SAW.

Tentu saja Islam mengambil kebijakan lebih mengutamakan kesejahteraan, keselamatan dan kemaslahatan umat-Nya. Bukanlah hanya teori atau propaganda untuk mendapatkan suara disaat pemilihan pimpinan pemerintahan. Hanya saja yang menjadi pertanyaan maukah rakyat dipimpin oleh hukum yang bersumber dari Sang Pencipta?[]

Post a Comment

Previous Post Next Post