Negara Korup Oligarkis, Buah Hati Kapitalisme-Demokrasi


Oleh : Fani Ratu Rahmani 
(Aktivis dakwah dan Pendidik)

Lagi-lagi masyarakat diminta memaklumi tindak-tanduk para pejabatnya. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md meminta masyarakat tak sepenuhnya kecewa kepada pemerintahan yang dinilai koruptif dan oligarki. Sebab, kata dia, ada kemajuan dari waktu ke waktu yang terus dilakukan pemerintah. (Kompas Nasional, 1 Mei 2021)

Pernyataan ini pun menarik perhatian Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjajanto. Ia menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD soal pemerintah koruptif.

Bambang Widjajanto menilai Mahfud MD mengakui bahwa pemerintahan Indonesia bersifat koruptif dan oligarki.
Rakyat tak boleh kecewa walaupun diperintah kekuasaan korup serta permisif tidak persoalkan dipimpin oligarki dan koruptor asal ada kemajuan. "Maju hancurnya," kata dia menambahkan. (Pikiran Rakyat, 3 Mei 2021)

Mahfud mengatakan korupsi memang bisa dilihat sebagai fenomena pelanggaran hukum. Tapi dalam disertasinya, ia mengatakan baik buruknya hukum itu tergantung pada demokrasinya. Jika demokrasinya berjalan baik, maka hukum akan baik. Kalau demokrasinya buruk, maka hukum juga akan buruk. ( Kompas Nasional, 1 Mei 2021)

Dari pernyataan Mahfud MD sebenarnya mengungkapkan bahwa karut-marut pemerintahan saat ini tak lepas dari demokrasi. Ya, demokrasi sebagai sistem politik tentu menjadi bingkai dari problematika saat ini. Dan kita perlu menelaah, apakah semua ini hanya sekadar praktik demokrasi yang buruk atau justru hal ini salah dari asas demokrasi itu sendiri?

Demokrasi adalah sebuah ide yang berasal dari barat. Sebuah sejarah mengungkapkan bahwa lahirnya demokrasi ini sejak dipropagandakannya pemisahan antara agama dari kehidupan yang ditandai dengan berlepasnya peran gerejawan dalam urusan bermasyarakat dan bernegara. Sejak saat itu, Plato sebagai filsuf ide ini menyatakan bahwa "Vox populie, Vox Dei", suara rakyat adalah suara Tuhan. Kedaulatan berada di tangan manusia.

Dari hal ini saja sudah terlihat bahwa demokrasi lahir dari asas sekulerisme. Ide yang menihilkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Mengakui adanya pencipta, tapi pencipta tidak boleh mengatur kehidupan bermasyarakat hingga bernegara. Hingga akhirnya, semua hukum yang berlaku di masyarakat akan berpatokan pada manusia, baik akal dan hawa nafsunya.

Padahal, kita tahu bahwa manusia itu bersifat lemah dan terbatas. Manusia hanyalah makhluk yang tidak mengetahui secara utuh hakikat kebenaran. Setiap kebenaran akan bersifat relatif, karena pikiran dan keinginan manusia yang satu dengan lain pasti berbeda. Lantas, hukum dan kebijakan macam apa yang bisa menyatukan semua kepala ? Dan praktik bernegara seperti apa yang diinginkan jika hanya mengedepankan kepentingan semata?

Oleh karena itu, kita akan dapati bahwa demokrasi ini telah bathil sejak kelahirannya. Bukan berasal dari Al Khaliq, yang berwenang mengatur hidup manusia. Sehingga, sudah menjadi kewajaran apabila diterapkan demokrasi ini akan menimbulkan banyak masalah. Dan sampai kapanpun, praktek demokrasi tidak menuai hasil yang baik. Lihat saja, bagaimana barat yang juga pakai demokrasi, ternyata tidak mampu membangun negaranya bersih tanpa masalah.

Kemudian, adanya demokrasi tidak bisa lepas dari ideologi kapitalisme. Kapitalisme yang identik dengan sistem ekonominya memang mewarnai praktik demokrasi tak lepas dari campur tangan modal dan pemilik modal. 
Contoh saja, untuk pemilihan pemimpin saja, secara materi Paslon butuh dana dan hanya para Kapitalis yang sanggup melakukannya. 

Dan bagi para pejabat atau pemimpin yang sudah terpilih, mesti memutar otak untuk membalas jasa para kapitalis tersebut. Bentuk balas jasanya tentu ada dua hal. Pertama dalam bentuk dana tunai, yang mana akan meniscayakan praktik korupsi oleh pejabat/pemimpin. Atau yang kedua, para kapitalis diberi keleluasaan untuk berlenggang di pembuatan kebijakan. Bagi-bagi kekuasaan pada kroni-kroninya.

Melihat hal ini, tentu rakyat tak boleh hanya kecewa, tapi harus sadar bahwa kerusakan pemerintah akibat sistem sekuler. Wujud negara yang korup dan bentuk oligarkis adalah buah hati dari demokrasi dan kapitalisme. Ini akan selalu ada selama negeri ini masih mempertahankan sistem bathil ini. Dan kafir barat akan terus menjajah kaum muslim baik dengan pemikiran, ekonomi maupun politis.

Oleh sebab itu, seharusnya rakyat aktif mendorong berbagai pemangku kepentingan menghentikan praktik pemerintah sekuler. Pemimpin mesti diingatkan bahwa kebijakan mereka itu menzhalimi jutaan rakyat Indonesia. Dan itu karena masih memakai sistem yang sama layaknya barat. Dan selama ini terjadi, Allah pun tidak akan meridhoi negara ini.

Kembali pada islam adalah solusi. Islam adalah aturan yang sempurna, mengatur berbagai aspek kehidupan. Termasuk, membahas tentang pemerintahan, kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tentunya pemerintahan yang berlandaskan Islam dan mengeluarkan kebijakan sesuai syariat Islam. Karena implementasi Islam bukan cuma sekadar level individu tapi hingga negara.

Maka hanya dengan penerapan Islam Kaffah, akan mewujudkan "baldatun Thoyyibatun wa rabbun Ghofur" dan Pemimpin yang shalih. Negeri yang diberkahi. Pemimpinnya pun bersih karena ketaatannya kepada Allah atas amanah yang telah dipilih. Sebagaimana para pemimpin di masa peradaban Islam, sepeninggal Rasulullah SAW, adanya Khilafah membuktikan sosok pemimpin yang demikian. Baik itu Khulafaur Rasyidin, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Harun Ar Rasyid, Muhammad Al Fatih, hingga Sulaiman Al Qanuni. Semua adalah sosok pemimpin yang ideal. Semoga segera datang pertolongan Allah yang kelak umat Islam bisa dipimpin pemimpin yang sesuai dengan tuntunan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post