Kebolehan Wanita Haid Berpuasa Bukti Gagalnya Peran Negara Sebagai Periayah Rakyat


Oleh : Cahya Wulan Ningsih
Siswi HSG Khoiru Ummah

Unggahan seorang wanita boleh berpuasa saat haid viral di media sosial. Unggahan itu ditayangkan di akun Instagram @mubadalah.id. 

Akun tersebut mengunggah pernyataan seorang wanita boleh berpuasa itu dengan sumber tulisan Kiai im di situs mubadalah.id. Dilihat detikcom, tulisan di situs tersebut sudah dilihat 11,6 ribu kali. 

Dikonfirmasi detikcom, Imam mengaku sudah menghapus unggahannya terkait seorang wanita boleh berpuasa saat haid di akun media sosial pribadinya. Hal itu dilakukan karena telah memicu kontroversi. (https://news.detik.com/berita/d-5555169/imam-nakhai-hapus-unggahan-wanita-haid-boleh-puasa-karena-picu-polemik) 

Akun instagram indonesiafeminis juga mengunggah ulang postingan wanita haid boleh berpuasa, diunggahan itu disebutkan tidak ada satupun ayat Al-qur'an yang melarang wanita haid boleh berpuasa. 

Pernyataan ini menimbulkan penolakan dari berbagai lembaga agama islam karena tidak sesuai dengan ketentuan syari'at Islam. 

Menurut Syekh Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah dalam buku Tuntunan Puasa Berdasrakan Qur'an dan Hadist disebutkan bahwa Allah SWT telah mengangkat kewajiban shalat dari orang haid dan nifas, sedangkan taklif puasa tidak diangkat dari keduanya, hanya saja waktu pelaksanaannya yang undurkan oleh Allah SWT sampai masa Haid dan Nifasnya selesai. 

Dari Aisyah ra. Ia berkata: "Kami mengalami haid disisi Nabi, lalu beliau memerintahkan kami untuk mengqadha puasa." (HR. Ibnu Majjah(1670)) 

Dari situlah bisa kita pahami bahwa wanita yang haid dan nifas haram untuk berpuasa, dan wajib mengqadha (mengganti) dihari lain selain masa haid dan nifas. 

Wanita yang haid dan nifas tidak bepuasa bukan karena Rukhsah (pilihan boleh tidak dilakukan atau boleh tetap dilakukan), tapi karena syariat Islam memang melarangnya berpuasa. 

Al-Imam Abul al-Hasan Ali Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Habib al-Mawardi mengatakan, tidak ada perbedaan pendapat ulama fikih tentang larangan berpuasa bagi wanita selama mereka haid. 

Bahkan ketika haid muncul saat berpuasa otomatis puasa tersebut batal. Kecuali menurut satu pendapat kelompok hururiyah (khawarij) yang menganggap berbuka bagi wanita haid hanyalah sebuah rukhshah, dan tetap sah apabila mereka tetap memilih berpuasa. 

Para ulama berpendapat bahwa wanita haid haram hukumnya berpuasa, bahkan  sempat dikatakan bahwa wanita yang dianggap bermaksiat kepada Allah jika menahan diri dari yang membatalkan puasa dan tetap berniat puasa. 

Oleh karena itu pernyataan bahwa wanita haid boleh puasa dianggap salah karena tidak sesuai nash syariat Islam, karena metode yang digunakan untuk menggali hukum adalah qiraah mubadalah. 

Qiraah mubadalah sendiri dicetuskan oleh seorang pegiat liberal khususnya pegiat gender, mereka menganggap ajaran Islam adalah ajaran yang inferior yang memiliki pandangan dikutumis antara laki-laki dan perempuan. 

Metode Qiraah Mubadah ini adalah metode yang sama sekali tidak pernah digunakan oleh para mujahid dan fuqaha' dalam menggali agama islam, para mujtahid dan fuqaha' sendiri memiliki metode baku untuk menggali hukum syara' yang dikenal dengan metode Ijtihad. 

Oleh karena itu produk fikih yang dikeluarkan dengan menggunakan metode Qiraah Mubadalah tidak bisa dianggap produk fiqih, karena tidak sesuai dengan metode penggalian hukum syara'. Tidak peduli jika yang mengeluarkan adalah orang yang dipandang paham agama, pandai berbahasa arab atau yang lainnya. 

Pemaham yang asal begini jelas membuktikan bahwa negara ini memang menganut kebebasan berpendapat, dan peluang ini digunakan oleh para pembenci Islam untuk mengotak atik hukum-hukum Islam. 

Inilah penyebab kesalahan pemahaman tentang Islam, bahkan umat Islam sendiri akan mengalami kekeliruan saat beribadah. 

Tapi dimana peran negara saat ini? Padahal memang sudah menjadi tugas negara sabagai pe-riayah (pengurus) dan juga menjadi penjaga akidah rakyatnya. 

Namun lagi-lagi negara kembali abai dalam tugasnya untuk melindungi akidah dan ibadah umat. 

Islam hanya akan bisa terjaga dibawah naungan pemimpin yang taat akan syariat Islam, namun pemimpin seperti ini hanya bisa kita temui dalam sebuah negara yang berlandaskan syari'at Islam kaffah. Wallahu alam

Post a Comment

Previous Post Next Post