India Berduka, Indonesia Harus Waspada


Oleh Reni Rosmawati
Ibu Rumah Tangga

Perlawanan terhadap pandemi Covid-19 hingga kini masih belum berakhir. Korban jiwa akibat virus ganas ini terus bertambah di seluruh dunia. Di Indonesia, pandemi Corona masih belum menunjukkan tanda mereda. Bahkan diketahui, grafik penularan virus Corona di Tanah Air selalu tinggi setahun terakhir ini. Menyikapi kondisi ini, Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat  (Rerie) mengatakan keseriusan pemerintah untuk menanamkan disiplin protokol kesehatan (prokes) perlu ditingkatkan. Ia pun menilai Indonesia perlu belajar dari ledakan kasus Covid-19 di India. 

Menurut Anggota Majelis Tinggi DPP Partai Nasdem ini, sinergi pemerintah dan masyarakat penting untuk meningkatkan protokol kesehatan. Karena sejumlah negara yang berhasil menekan Covid-19  kembali menghadapi lonjakan kasus akibat masyarakatnya tidak mengikuti protokol kesehatan. (Medcom.id, 21/4/2021) 

Untuk diketahui, saat ini India tengah digulung tsunami Covid-19 dengan melonjaknya kasus harian, meroketnya kematian dan menipisnya pasokan medis. Sindonews.com, (29/4/2021) melansir bahwa kasus Corona harian di India kembali rekor. Per tanggal 28/4/2021, tercatat angka kematian akibat virus Corona melebihi 200.000 orang. Setidaknya ada 300.000 infeksi baru setiap hari. Dengan lebih dari 117 orang meninggal per jam. Total keseluruhan warga yang telah terinfeksi pun telah melampaui 17 juta orang dan diperkirakan akan terus naik hingga bulan Mei dengan angka yang mencengangkan. Kondisi ini, membuat India menduduki urutan kedua negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi setelah Amerika Serikat (AS). 

Tidak bisa dipungkiri, Corona memang menjadi momok menakutkan dunia setahun terakhir ini. Di Indonesia, korban akibat keganasan virus tersebut tak dapat diragukan lagi. Berdasarkan data yang disampaikan Satgas Covid-19 pada Rabu, 28/4/2021, pemerintah kembali memperbaharui data pandemi virus Corona (Covid-19) di Tanah Air. Sebanyak 5.241 tambahan kasus baru ditemukan, sehingga total positif Corona di Indonesia menjadi 1.657.035 kasus. 

Merujuk pada fakta ini, maka imbauan Wakil Ketua MPR agar pemerintah dan masyarakat harus bersinergi meningkatkan protokol kesehatan, memang perlu diapresiasi. Namun tentunya tidak cukup hanya dengan meningkatkan protokol kesehatan saja. Perlu ada upaya lain yang ditempuh pemerintah agar penangan wabah Corona bisa tepat sasaran. 

Jika kita telusuri, kondisi di India tak jauh beda dengan Indonesia. Padatnya penduduk, besarnya mobilitas dan kemiskinan yang terjadi di India begitu serupa dengan Indonesia. Berkaca dari sini, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia pun akan mengulang kesalahan yang sama seperti India, jika pemerintah tidak segera melakukan tindakan serius dalam penanganan wabah. 

Varian terbaru Covid-19 yang menyebar di India hingga menyebabkan ledakan kasus harian terbesar di dunia, seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia, agar mengambil kebijakan lebih komprehensif untuk menghentikan sebaran virus. Bukan kebijakan kontraproduktif ataupun kebijakan mendua yang seolah mengatasi virus seiring perbaikan ekonomi, namun malah keduanya tidak segera teratasi. 

Sungguh sangat disesalkan sekali pemerintah Indonesia  terlihat lalai dan tidak bersungguh-sungguh dalam penanganan, pencegahan serta pengobatan masalah serius ini. Ketidaksungguhan pemerintah dalam upaya pencegahan merebaknya wabah tersebut, terlihat dari tidak adanya langkah serius yang diambil pemerintah dalam menangani kasus ini. Seperti melakukan lockdown dan memberikan masyarakat asupan nutrisi baik yang berperan sebagai penunjang imunitas, serta tidak adanya fasilitas pelayanan kesehatan memadai sebagai salah satu cara meminimalisir mewabahnya virus tersebut. 

Ironisnya lagi, selama ini kebijakan yang diambil dan diberlakukan pemerintah selalu  terkesan mementingkan segelintir orang dan membingungkan masyarakat. Seperti kebijakan larangan mudik, tetapi masyarakat didorong untuk berwisata dan berbelanja. Alih-alih menjadi solusi masalah pandemi, kebijakan ini justru mengundang bahaya dan menimbulkan masalah baru. Kesadaran masyarakat yang rendah (salah satunya euforia wisata dan gila belanja) berpotensi besar memunculkan gelombang kedua Covid-19 yang lebih dahsyat dan tentunya akan membawa dampak lebih besar dibandingkan dengan gelombang pertama. 

Sejatinya negara dan penguasa mempunyai peran besar dalam melindungi dan menjaga keselamatan rakyatnya. Terlebih ketika terjadi wabah menular serta mematikan. Negara dan penguasa wajib mengupayakan segala cara dengan mengerahkan segenap kemampuan serta sumberdaya yang ada, agar wabah bisa segera teratasi dan tidak bertambah lagi korban jiwa. 

Namun sungguh ironis, sistem demokrasi kapitalis yang diadopsi dunia dan negeri ini, telah melahirkan penguasa dan negara yang abai serta gagal menjamin keselamatan dan memberikan perlindungan kepada rakyatnya. Seluruh kebijakan dalam sistem ini hanya mengutamakan kepentingan korporasi dan merugikan rakyat. Hitung-hitungan untung dan rugi yang menjadi pertimbangan sistem kapitalis, menjadikan negara dan penguasa kerap plin-plan; berubah-ubah dalam mengeluarkan kebijakan. Meskipun nyawa rakyat yang menjadi taruhannya. 

Berbeda dengan Islam. Sebagai agama paripurna, Islam telah teruji kemampuan dalam mengatasi seluruh masalah kehidupan. Sejarah membuktikan, hampir 14 abad lamanya, negara Islam dan penguasa Islam, mampu berdiri di garda terdepan dan selalu ada bagi rakyatnya dalam segala kondisi. Ketika terjadi wabah pandemi, negara dan penguasa Islam akan dengan sigap berupaya secara maksimal memutus mata rantai penyebaran wabah agar segera teratasi dan tidak terus memakan korban jiwa. 

Uniknya, penguasa yang bervisi Islam, akan menjadikan keimanannya sebagai landasan dalam memutuskan kebijakan. Khalifah (penguasa Islam)  menyadari betul bahwa tugasnya adalah mengurus urusan umat, memberikan pengamanan dan perlindungan kepada mereka apapun risikonya meski harus kehilangan materi. Khalifah tidak akan mengorbankan keselamatan dan nasib rakyat atas dasar pertimbangan ekonomi, apalagi menukarnya demi kepentingan segelintir oligarki. Karena itulah, maka khalifah tidak akan pernah setengah-setengah ataupun plin-plan dalam mengambil keputusan dan mengeluarkan kebijakan. Sehingga tidak menuai kebingungan di masyarakat. 

Pemimpin dalam Islam akan sangat menjaga kehidupan rakyatnya, sebab nyawa dalam sistem Islam sangatlah berharga tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Rasulullah saw. bersabda: 

"Hilangnya seluruh dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak." (HR Nasai dan Turmudzi)

Suatu ketika, di negara khilafah pernah terjadi wabah penyakit mematikan. Maka yang dilakukan khalifah pada waktu itu adalah berjuang sekuat tenaga memutus rantai penyebaran wabah, memberikan bantuan secepatnya kepada warga yang terdampak wabah secara merata, mendirikan posko-posko kesehatan yang didukung sarana dan prasarana memadai serta sumber daya manusia yang kompeten. Seluruh dana penyediaan fasilitas kesehatan tersebut diambil dari kas negara (baitulmal) yang sumbernya berasal dari  jizyah, fa'i, kharaj, ghanimah, serta seluruh kepemilikan umum seperti barang tambang (sumber daya alam) dan lain sebagainya. 

Demikianlah penjelasan tentang betapa sempurnanya Islam dalam mengurusi urusan umat. Dari sini, maka tak dapat diragukan lagi, hanya Islamlah satu-satunya sistem yang mampu memberikan solusi bagi seluruh permasalahan kehidupan. Karena itu, sudah menjadi keharusan bagi kita semua untuk kembali kepada Islam beserta ajarannya dan menerapkannya secara menyeluruh dalam seluruh sendi kehidupan. Serta mencampakkan sistem kapitalis yang telah nyata kebobrokannya dan hanya menciptakan kesengsaraan. 

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post