MARAK PERKAWINAN ANAK, MENGGUGAT UU PERKAWINAN


Oleh: Yuliyati, S.Pd

Berawal dari Wedding Organizer Aisha Weddings yang mempromosikan pernikahan dini dan mengajak perempuan menikah muda, dianggap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati telah melanggar dan mengabaikan pemerintah dalam upaya melindungi dan mencegah anak menjadi korban kekerasan dan eksploitasi.

Menurutnya, pernikahan di Indonesia diatur UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan anak.

Apa yang dilakukan oleh Aisha Weddings dianggap melawan hukum, melanggar UU perlindungan Anak, UU Perkawinan Anak, dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang.(merdeka.com 21/03/2021)

Kasus Aisha Weddings saat ini telah masuk ke jalur hukum. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyebut bakal menyelidiki kasus tersebut berdasar laporan komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).(cnnindonesia.com 21/03/2021)

Dari kejadian tersebut membuat Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan bahwa pernikahan dini merupakan bagian dari bencana nasional. Dan diapun mengatakan pernikahan usia anak memiliki banyak akibat negatif, seperti kematian ibu, kematian bayi, kurang gizi pada anak, juga berdampak untuk ekonomi.

Berdasarkan data UNFPA, Sebanyak 33.000 anak perempuan di bawah usia 18 tahun akan dipaksa menikah di seluruh dunia yang biasanya dengan laki-laki yang jauh lebih tua. Di indonesia sendiri, satu dari sembilan anak perempuan berusia 20-24 tahun sudah menikah sebelum mencapai usia 18 tahun. Saat ini, ada 1,2 juta kasus perkawinan anak yang menempatkan Indonesia di urutan ke-8 di dunia dari segi angka perkawinan anak secara global.( cnnindonesia.com 22/03/2021)

Menurut Hasto, perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan merupakan praktik yang melanggar hak-hak dasar anak.

Sebut saja, di tengah masa pandemi Covid-19 yang belum usai, terjadi lonjakan angka pernikahan dini di Indonesia. Jawa Barat salah satunya menjadi provinsi penyumbang angka perkawinan bawah umur tertinggi di Indonesia berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional tahun 2020.

Bahkan, kebijakan penutupan sekolah dan pemberlakuan belajar di rumah juga menjadi salah satu pemicu maraknya pernikahan dini. Susilowati menuturkan, aktivitas belajar di rumah mengakibatkan remaja memiliki keleluasaan dalam bergaul di lingkunagan sekitar. Ini terjadi apabila pengawasan orangtua lemah terhadap anaknya.

Kalaupun memang pernikahan dini merupakan ancaman nyata bagi generasi, terlebih bagi perempuan. Maka pencegahan yang dilakukan oleh negarapun harus tepat sasaran. Seperti membekali generasi-generasi dengan ilmu, terlebih generasi harus memahami fiqih pernikahan. Bukan  sebaliknya, memberikan kebebasan kepada generasi dan menyediakan fasilitas yang memadai, sehingga mendukung generasi untuk semakin meningkatkan gaya hidup yang tidak berbasis islami.

Dari kesalahan pengelolaan aturan yang berdampak pada pernikahan dini, akan dijadikan kambing hitam dan menjadikan syariat islam bukanlah sebagai sumber dalam penyelesain masalah, terlebih pada penjagaan pertahan keluarga.

Karena memang dalam islam seorang muslim wajib mengetahui hukum-humum syariat terkait pebuatan yang dilakukannya. Seorang muslim yang akan menikah , wajib ‘ain baginya untuk mengetahui hukum-hukum seperti hukum khitbah, akad nikah, nafkah, hak kewajiab suami istri, talak, rujuk dan sebagainya.

Mempelajari hukum nikah adalah fardu bagi setiap muslim. Fardu kifayah bagi mereka yang akan melaksanakannya di kemudian hari dan fardu ain bagi yang akan bersegera melaksanakanya dalam waktu dekat.

Menikah hukum asalnya adalah Sunnah (mandub) sesuai firman Allah SW.

“ Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berbuat adil, maka (kawinilah) satu orang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.”(QS.An-Nissa’:3)

Adapun menikah dini, yaitu menikah dalam usia remaja atau muda, bukanlah usia tua, hukumnya menurut syara’ adalah sunnah (mandub). (taquyuddin an Nabhani, 1990, An Nizham Al Ijtima’i fi Al Islam).

Sabda Nabi Muhammad SAW.
“Wahai para pemuda, barang siapa yang telah mampu, hendaknya menikah, sebab menikah itu akan lebih menundukan pandangan dan akan lebih menjaga kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu.”(HR Bukhari dan Muslim )

Hadits tersebut mengandung seruan untuk menikah bagi “para pemuda” (asy syabab), bukan orang dewasa (ar rijal) atau orang tua (asy syuyukh).

Menikah dini hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja dilakukan mereka yang masih muda. Maka dari itu, hukum yang berkaitan dengan nikah dini ada yang secara umum harus ada pada semua pernikahan. Dan islam tidak melarang pernikahan dini, yang terpenting adalah kewajiban memenuhi syarat-syarat sebagai persiapan sebuah pernikahan.

Kesiapan nikah dalam tinjauan fikih paling tidak diukur dengan 3 (tiga) hal: kesiapan ilmu, kesiapan materi/harta, dan kesiapan fisik/kesehatan. Ini adalah kesiapan menikah yang berlaku umum, baik untuk yang menikah dini maupu yang tidak dini.

Sejatinya, islam telah menetapkan hukum-hukum preventif agar para pemuda dan pemudi terhindar dari rangsangan dan godaan untuk berbuat maksiat, seperti memerintahkan baik laiki-laik maupun wanita agar menundukan pandangannya serta memelihara kemaluannya, memerintahkan kaum laki-laki maupun wanita agar menjauhi perkara-perkara subhat, dan menganjurkan sikap hati-hati agar tidak tergelincir dalam perbuatan maksiat kepada Allah.

Wallahu a’lam bisawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post