Pertambangan Tak Ramah, Kabaena Dilanda Air Bah


Oleh: Hasni Tagili, M. Pd. 
(Aktivis Perempuan Konawe)

DPRD Kabupaten Bombana menilai banjir yang melanda dua kecamatan di Kabaena terjadi akibat aktivitas pertambangan yang tidak ramah lingkungan. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Dewan Bombana, Iskandar saat rapat bersama pemerintah daerah dalam pembahasan bencana alam yang tengah dilanda daerah saat musim hujan beberapa waktu terakhir ini (Telisik.id, 19/01/2021).

Iskandar mencontohkan, Pulau Kabaena tidak pernah dilanda oleh banjir meskipun dilanda hujan dengan intensitas yang cukup lama sebelum ada aktivitas pertambangan. Ketua DPC PKB Bombana ini meminta pemerintah daerah untuk bertindak tegas terhadap aktivitas pertambangan agar lebih perhatikan lingkungan.

Di tempat yang sama, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bombana, Makmur menyebutkan telah mengantongi beberapa titik pertambangan yang berada di dekat dengan pemukiman warga.

Berdasarkan monitoring yang dilakukan pada November 2020 lalu telah melayangkan teguran kepada beberapa perusahaan. Namun, belum mendapatkan jawaban dan respon dari rekomendasi yang dilayangkan oleh DLH kepada beberapa perusahan untuk melakukan perbaikan lingkungan.

Kisruh Aktivitas Pertambangan

Berdasarkan data yang di terima Topiksultra.com, terkait hasil Monitoring dan evaluasi (Monev) yang dilakukan tim terpadu Dinas lingkungan Hidup bersama DPRD Bombana serta sejumlah LSM dan wartawan pada, 5-6 November 2020 lalu, menemukan bahwa sejumlah tambang yang berdekatan dengan lokasi dan titik banjir di pulau tersebut memang mengabaikan beberapa rambu-rambu penambangan.

Seperti PT Almharig yang di laporkan tidak menyediakan dokumen Amdal (Analisis Dampak Lingkungan) dan laporan RKL-RPL semester I Tahun 2020; PT Almharig tidak memiliki saluran drainase yang diarahkan ke settling pond (Bak pengendap air); Settling pond PT Almharig juga tidak seimbang dengan luasan bukaan lahan. Pada beberapa lokasi bukaan lahan tidak memiliki stockpile; PT Almharig juga tidak memiliki papan informasi titik pantau dan titik penataan. 

Selain itu, di PT Almharig masih terdapat ceceran limbah B3 disekitar TPS B3 dan masih terdapat Limbah B3 yang belum belum tersimpansesuai dengan kategori limbah B3; PT Almharig belum melaksanakan rekomendasi monitoring dan evaluasi (monev) sebelumnya secara keseluruhan, serta PT. Almharig belum melaksanakan kegiatan pertambangan sesuai dengan Dokumen AMDAL.

Bukan hanya PT Almharig, ada pula PT Tambang Bumi Sulawesi, PT Tekonindo, PT Timah, dan PT Trias Jaya Agung yang juga sama-sama bermasalah dengan dokumen Amdal.

Dikonfirmasi, Rabu, (20/1/2021) Sekretaris DLH, Makmur Darwis tidak menampik sejumlah tudingan yang di alamatkan kepada sejumlah perusahaan tersebut. Darwis, mengatakan bahwa memang menemukan sejumlah perusahaan yang masih abai dengan beberapa rambu-rambu pertambangan. Ia juga membenarkan data yang di terima topiksultra com, mengenai hasil monev sejumlah tambang tersebut.

Menyikapi hal tersebut kata Makmur, DLH Bombana sudah melakukan teguran ke sejumlah perusaahaan tersebut, tentunya hal itu berdasarkan hasil temuan tim monev saar turun ke lokasi pertambangan.

Daya Rusak Lingkungan

Deanna Kemp dalam Just Relations and Company-Community Conflict in Mining (2010), menyebut sumber konflik di sektor pertambangan berakar pada relasi yang tidak setara antara warga dan korporasi (pengusaha). Hubungan yang tidak setara itu berakibat pada pembagian keuntungan yang tidak adil.

Dalam kajian Deanna Kemp, eskalasi konflik dipicuh oleh kepentingan ekonomi atau ketahanan sumber-sumber penghidupan, akses dan kepemilikan terhadap tanah dan air serta dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas industri ekstraktif.

Selain itu, konflik dapat bersumber pada masalah gender, pelemahan terhadap kohesi sosial dan keyakinan budaya, kekerasan atau pelecehan hak-hak dasar warga (HAM) dan ketidak-adilan dalam distribusi keuntungan. Dengan kata lain, konflik terjadi karena perusahaan tambang mengabaikan persoalan-persoalan lingkungan yang terkait erat dengan dimensi kemanusiaan.

Senada, para pakar yang lain pun tetap konsisten pada temuan mereka bahwa kelalaian dan kurangnya koordinasi oleh pihak manajemen perusahaan telah menjadi penyebab terjadinya konflik antara korporasi dan warga komunitas setempat dalam hal konflik pertambangan.

Dampak negatif yang menimbulkan eskalasi konflik yang lebih besar ketika penambangan terjadi di atas tanah komunal atau adat (hak ulayat masyarakat adat), dimana terjadi benturan paradigma, persepsi, pemaknaan nilai-nilai kearifan lokal antara korporasi dan masyarakat adat setempat berkaitan dengan tanah dan segenap pranata budayanya. Dalam banyak kasus, korporasi hanya melihat tanah dan segenap kekayaannya dalam perspektif ekonomi-bisnis (nilai komoditi).

Sementara itu, tanah bagi sejumlah masyarakat adat nusantara, memandang tanah dalam perspektif kultural sebagai ibu yang memberi makan kepada mereka. Ibu tanah ini harus dirawat dan dipelihara, bukannya dijual untuk dihancurkan.

Pengelolaan Tambang Ramah Lingkungan

Sudah banyak diketahui, bahwa pertambangan pastilah merusak lingkungan, namun alibi yang dikeluarkan oleh para pengusaha, tambang hanyalah merubah rona lingkungan, tidak merusak lingkungan. Memang beberapa perusahaan menerapkan pertambangan ramah lingkungan, lantas bagaimana perusahaan yang tidak melakukan kegiatan pertambangan ramah lingkungan menurut perspektif Islam?

Barang tambang diberikan Allah untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Dalam Alquran, hal ini dijelaskan dalam QS. Ar-Ra’d: 17, yang artinya, “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan- perumpamaan.”

Dalam pemanfaatan sumber daya alam pertambangan, hampir semua perusahaan saat ini lebih menitikberatkan pada faktor ekonomi dibanding faktor moral dan etika lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan yang dilakukan hanya pada tataran sains dan teknologi untuk mengurangi dampak lingkungan yang ada.

Pada hakikatnya dalam mencegah pencemaran dan perusakan lingkungan terhadap pertambangan, harus didasarkan rencana pertambangan yang sistematis yang mempertimbangkan aspek kerusakan lingkungan dari eksplorasi sampai pada reklamasi.

Agama Islam mempunyai pandangan dan konsep yang sangat jelas terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan sumber daya alam, karena manusia pada dasarnya khalifah Allah di muka bumi yang diperintahkan tidak hanya untuk mencegah perilaku menyimpang (nahi munkar), tetapi juga untuk melakukan perilaku yang baik (amr ma’ruf).

Pengelolaan sumber daya alam tambang harus tetap menjaga keseimbangan dan kelestariannya. Karena kerusakan sumber daya alam tambang oleh manusia harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.

Prinsip ini didasarkan pada QS. Ar-Rum: 41 yang menyatakan bahwa “Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Wallahu 'alam bisshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post