Perpres Miras di Tengah Kaum Muslimin


By : Selia Herasusanti, SP

Seorang polisi mengamuk dalam kondisi mabuk. Ia mengamuk saat diminta membayar tagihan minuman yang  mencapai Rp3,3 juta. Dalam situasi demikian dikeluarkannya senjata yang selalu dibawanya saat berdinas sebagai anggota di Polsek Kalideres Jakarta Barat. Ia memuntahkan timah panas ke pelbagai arah. Tiga orang di hadapannya tergeletak dan satu terluka. 

Demikian  kasus yang terjadi pada hari Kamis lalu (25/2)di sebuah cafe di daerah Cengkareng. 

Sangat miris.  Betapa minuman memabukkan bisa membuat seseorang kehilangan akal sehat.  Hingga dengan ringannya ia menghilangkan tiga nyawa dalam hitungan detik. 

Dan kasus ini bukanlah kasus pertama dan terakhir.  Akan terulang dan terulang lagi.  Apalagi setelah adanya izin investasi minuman keras (miras) oleh Presiden Joko Widodo. 

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.

Pemerintah mengatur ada empat klasifikasi miras yang masuk dalam daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu, yaitu industri minuman keras mengandung alkohol, minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol, serta perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol.  Sempurnalah sudah.  Miras bebas bergentayangan di bumi pertiwi ini. 

Kebijakan yang dibuat Presiden ini langsung mendapat respon dari MUI.  Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai langkah pemerintah yang membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau minuman beralkohol bakal merusak dan merugikan masyarakat.

"Semestinya pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan ke-mafsadat-an bagi rakyatnya," kata dia, dalam keterangan resminya, dikutip dari Kompas (25/2).

Anwar menegaskan aturan tersebut memperlihatkan pemerintah lebih mengedepankan kepentingan pengusaha dari pada kepentingan rakyat. 

*Dilema umat Islam di negara sekuler*

Umat Islam  tentu saja akan menolak perpres miras ini.  Agama Islam jelas melarang miras sebagaimana yang tercantum dalam Al Quran. 

"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya." Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, "Kelebihan (dari apa yang diperlukan)." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan"(qs.2:219) 

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."(qs.5:90) 

Namun apalah daya ketidaksetujuan umat Islam, jika sistem di negara ini adalah sistem kapitalis sekuler.  Dalam sistem kapitalis sekuler, standar boleh tidaknya sesuatu, bukan halal haram, tetapi manfaat. 

Selama perpres miras ini mendatangkan keuntungan berupa investasi bagi negara, maka keberatan umat Islam dianggap angin lalu. 

Dan hal-hal seperti ini tak hanya terjadi pada kasus miras, namun juga terjadi pada kasus riba dan yang lainnya. 

*Ganti Sistem, solusi umat Islam terikat aturan Allah*

Ikan hanya bisa hidup di dalam air.  Seperti halnya syariat Islam, hanya bisa terterapkan utuh dalam sistem Islam (khilafah).  Mencoba menerapkan aturan Islam dalam sistem sekuler, hanya akan menghasilkan banyak kekecewaan.  Karena sistem sekuler sejatinya memang memisahkan agama dari kehidupan.  

Saatnya kaum muslimin menyamakan langkah menuju kebangkitan Islam.  Bergerak bersama pada tuntutan yang sama.  Ganti sistem, bukan sekedar ganti pemimpin. Karena pemimpin berganti tanpa perubahan sistem, tak akan pernah dapat menghantarkan pada terterapkannya Islam secara kaffah.  Wallahu'alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post