Mempertanyakan Arah Pembinaan Generasi Z





Oleh: Nintari
Generasi Z, generasi unik yang sudah menikmati keajaiban teknologi usai kelahiran internet. Orang-orang yang termasuk di generasi ini lahir di rentang tahun 1997-2012, menjadi pihak yang paling dirugikan terlebih di masa pandemi ini. Selain di bidang ekonomi yang menyebabkan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tersendatnya roda ekomoni dalam keluarga mereka, muncul pula masalah baru yang krusial yaitu distrupsi pembelajaran atau pelatihan terhadap generasi Z, khususnya di Indonesia.  

Pergantian kurikulum juga sering dirasakan oleh beberapa angkatan generasi Z, sebut saja Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di tahun 2004, lalu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di tahun 2006, di tahun 2013 gen Z juga merasakan pergantian kurikulum lagi yaitu kurikulum 2013 yang konon katanya lebih menekankan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan.  Di era pandemi ini Kurikulum Pembelajaran Jarak Jauh (KPJJ) juga diterapkan membuat siswa hanya sibuk menyelesaikan tugas-tugas yang sangat banyak. Belum lagi ketidaksinkronan antara keputusan pemerintah, para ahli, dan pihak sekolah dalam membuka kembali sistem pembelajaran tatap muka di sekolah membuat kebingungan dan beban bagi orangtua yang tak mampu membimbing anak belajar di rumah.

Ketidakjelasan arah pembinaan generasi Z menjadi bukti kesekian bahwa sistem penanganan rezim sangat abai terhadap generasi di masa pandemi ini. Akibat pengabaian ini banyak siswa menjadi stres, bosan, putus asa, bahkan meremehkan dan mengabaikan pendidikan di masa pandemi sehingga mereka lebih banyak mencari hiburan ketimbang belajar. 
Di kutip dari cnnindonesia.com (31/10/2020), Komisioner KPAI Retno Listyarti menerangkan terkait insiden seorang siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) di wilayah Tarakan, Kalimantan Utara berinisial AN (15) yang diduga melakukan bunuh diri, dipicu dari banyaknya tugas sekolah secara daring yang belum dikerjakan korban sejak tahun ajaran baru. Hal itu kemudian membuat dirinya tak dapat mengikuti ujian akhir semester. 

Berdasarkan catatan KPAI, kasus serupa sudah terjadi sebanyak tiga kali, khususnya saat PJJ fase kedua. Pertama, dia menuturkan pada September 2020 lalu, seorang siswa SD diduga dianiaya oleh orang tua sendiri karena sulit diajari saat PJJ. Kemudian, kasus berikutnya menimpa seorang siswi berumur 17 tahun asal Kabupaten Gowa yang diduga bunuh diri karena depresi  menghadapi tugas-tugas yang menumpuk. 

Sehingga KPAI mendorong Kemendikbud RI, Kementerian Agama RI, Dinas-dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap  pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Dari sekian fakta-fakta pengabaian negara di atas membuat nasib dan keadaan generasi Z sangat memperihatinkan. Di satu sisi negara menaruh banyak harapan pada generasi ini yang  digadang-gadang akan menjadi pendongkrak kemajuan bangsa di era demografi penduduk Indonesia nantinya.  Padahal kualitas generasi muda sangat menentukan kualitas peradaban bangsa. Generasi Z justru menjadi korban sistem penanganan rezim yang abai.

Sebenarnya hal ini sudah biasa terjadi di negera yang menerapkan sistem sekulerisme-kapitalisme sebagai asas bernegara. Dalam sistem tersebut, negara hanya sebagai regulator semata yang menjebatani antara pengusaha dan rakyatnya, padahal negara seharusnya melayani, memenuhi, dan memastikan kebutuhan rakyatnya. Akibatnya negara tak memiliki daya dan upaya yang cukup kuat dan tajam untuk melihat dan melindungi generasi. 

Negara seharusnya mencari solusi yang bukan hanya menyelesaikan problem teknis pembelajaran seperti PJJ atau tatap muka saat pandemi. Namun yang harus dilakukan adalah menghilangkan sumber penyakit atau masalah yang menyebabkan kegagalan pendidikan.

Sistem pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang tahan krisis dan solusi mengakar seluruh permasalahan pendidikan. Kecakapan sistem pendidikan islam tahan terhadap krisis bahkan pandemi disebabkan beberapa hal:
1. Sistem yang bersumber dari Allah SWT, akidah islam menjadi tujuan kurikulum, penentuan arah dan metode menerapkan kurikulum. Jika terjadi pandemi pun, pembelajaran masih tetap berjalan di rumah karena menurut Islam pendidikan dan ilmu bersifat praktis bukan teoritis. Standar hasilnya pun bukan sekadar capaian akademik namun pembentukan prilaku dan lahirnya karya (sumbangsih) yang bermanfaat bagi problem individu dan masyarakat sehinggan pendidikan bisa berjalan optimal meski dengan metode dan teknis yang menyesuaikan.
2. Pendidikan ditinjau membentuk kepribadian islami dan membekali siswa dengan ilmu (tsaqofah) islam dan pengetahuan yang berhubungan dengan permasalahan kehidupan. Hal ini akan tetap berlangsung dalam semua kondisi dan menjadi tujuan yang paling penting dalam menghadapi krisis apapun. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan islam akan disusun untuk mengikuti tujuan tersebut. Dalam kurikulum pendidikan Khilafah terdapat hal-hal yang bersifat baku dan hal-hal yang boleh bersifat fleksibel. Dalam situasi tidak normal maka beban kurikulum lebih diutamakan untuk menguatkan sikap dan perilaku menghadapi krisis sesuai hukum syariah. Adapun materi yang berkaitan dengan ilmu dan pengetahuan umum, mengikuti kondisi dan kemampuan siswa. Prinsip ini akan menghasilkan dorongan amal supercerdas dalam menghadapi tantangan pandemic misalnya penemuan berbagai teknologi anti wabah. Hal ini ditambah metode pembelajaran yang shohih yaitu bersifat aqliyah dan talaqqiyah fikriyyan yang akan membentuk pemahaman bukan sekedar transfer ilmu. Metode ini mengharuskan guru menggambarkan fakta (ilmu yang disampaikan) kepada siswa sehingga proses penerimaan disertai proses berfikir bisa mempengaruhi perilaku dan semangat belajar siswa akan terus tumbuh dan produktif.
3. Menjadikan negara sebagai pengelola langsung sekaligus penyedia pelayanan pendidikan, provider sekaligus operator dan supervisor dan bukan sebagai regulator seperti yang terjadi saat ini. Dengan konsep ini negara bertanggung jawab penuh baik dalam memberikan anggaran sesuai kebutuhan, menyediakan guru berkualitas, menyediakan sarana prasana tanpa bergantung pada pihak swasta. Ketergantungan pada pihak swasta berpotensi terabaikannya kewajiban bahkan menjadikan pendidikan dijadikan objek untuk menarik manfaat pihak tertentu. 

Demikianlah sistem pendidikan islam ang diterapkan negara, bisa menguraikan berbagai masalah pendidikan tanpa ancaman lost of learning. Namun hal ini hanya akan bisa terwujud jika negara benar-benar mengadopsi sistem pendidikan islam.

Post a Comment

Previous Post Next Post