Kelangkaan Pupuk: Ancaman bagi Petani


Oleh : Sa'diyah
Pendidik dan Ibu rumah tangga

Besar pasak dari pada tiang, itulah kondisi yang sering  dialami oleh para petani. Biaya yang dikeluarkan mereka untuk produksi pertanian lebih besar dibandingkan pendapatan yang diperoleh dari penjualan hasil panen. Mulai dari pengadaan bibit, pupuk, pengairan, sampai biaya perawatan. Berbagai masalah pun dihadapi oleh para petani, salah satunya adalah kelangkaaan pupuk bersubsidi. Meski hal ini terjadi setiap musim tanam, tetapi pemerintah belum bisa mengatasinya.
Seperti kelangkaan pupuk bersubsidi yang terjadi di kabupaten Bandung. Para petani kemudian mengadukan hal tersebut kepada anggota komisi B DPRD kabupaten Bandung, Firman B Somantri. Ia pun meminta mereka untuk bersabar menghadapi kelangkaan pupuk bersubsidi. Firman mengatakan bahwa DPRD Kabupaten Bandung sudah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung terkait keluhan petani tersebut. Dan saat ini sedang menunggu Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat untuk proses pendistribusian pupuk bersubsidi ke wilayah Kabupaten Bandung.
Menurutnya, saat ini di lapangan ketersediaan pupuk bersubsidi memang tidak ada, dan yang tersedia adalah pupuk non subsidi. Itupun harganya tinggi. Sehingga petani akan berpikir beribu kali jika harus menggunakam pupuk non bersubsidi. Oleh karena itu, Firman dengan tegas meminta dinas terkait untuk segera menyelesaikan masalah kelangkaan pupuk subsidi ini. Karena kelangkaan tersebut akan mempengaruhi proses produksi di sektor pertanian. (dara.co.id, 8/1/2021)
Masalah kelangkaan pupuk bukanlah masalah yang baru. Tapi selalu berulang setiap tahun dan terjadi di berbagai wilayah. Meski pemerintah sudah menganggarkan dana 3 triliun per tahun, namun tidak mampu menyediakan anggaran subsidi  pupuk yang dibutuhkan petani. Pemerintah hanya bisa menyediakan 9 juta ton dari kebutuhan pupuk Indonesia yang mencapai 23 ton. Akibatnya sebagian besar kebutuhan pupuk harus dibeli petani dari pupuk non subsidi yang harganya jauh lebih mahal. Tak hanya itu, besarnya subsidi yang dianggarkan pemerintah ternyata belum mampu meningkatkan produksi pertanian. Oleh karena itu harus dicari akar permasalahannya. 
Berbicara mengenai pertanian, ternyata problem yang melingkupinya sangat kompleks. Apalagi untuk meningkatkan produksi pertanian, faktor yang mempengaruhinya banyak, bukan sebatas pupuk. Tetapi juga terkait dengan mahalnya benih dan alat mesin pertanian, ketersediaan lahan pertanian yang semakin berkurang karena beralih fungsi, jumlah petani yang menyusut dan lemahnya kemampuan mereka dalam mengelola pertanian. Karenanya, pemerintah seharusnya bukan hanya mengevaluasi program subsidi pupuk saja, tetapi paradigma pengaturan pertanian secara keseluruhan harus diperbaiki. 
Jika ditelaah dengan seksama, berbagai persoalan yang terjadi tidak terlepas dari paradigma kapitalis liberal. Dalam sistem kapitalis, fungsi pemerintah hanya sebagai regulator bukan penanggung jawab rakyat. Ironis nya, negara pun turut sebagai pelaku bisnis ketika mengurusi kebutuhan rakyatnya. Dengan keterbatasan fungsi sebagai regulator, pengelolaan berbagai kebutuhan rakyat dialihkan kepada korporasi sehingga menjadi objek kapitalisasi. Bahkan mandulnya tanggung jawab negara menyebabkan mafia pupuk tumbuh subur.
Dengan demikian, paradigma kapitalis liberali harus ditinggalkan karena telah nyata menimbulkan berbagai penderitaan bagi rakyat. Paradigma ini pun telah gagal dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan. Sebaliknya, pemerintah harus mengambil paradigma Islam. Karena pengaturan dengan menggunakan Islam merupakan kewajiban dan pastinya akan membawa kebaikan serta keberkahan bagi rakyat juga negara.
Dalam Islam, tugas negara adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyatnya. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Ahmad Bukhari)
Oleh karena itu, negara harus melayani rakyatnya dengan baik. Negara tidak boleh menjadikan pelayanan sebagai lahan bisnis yang bisa menghasilkan profit. Termasuk tidak boleh menyerahkan pengaturan hajat hidup rakyat kepada korporasi/swasta. 
Adapun dalam hal pertanian, negara akan berupaya memaksimalkan produksi pertanian dan memberikan dukungan penuh kepada para petani, diantaranya dengan cara: pertama, negara akan menyediakan lahan pertanian, memberikan bantuan modal, benih, pupuk, dan alat produksi. Semua itu akan diberikan secara mudah, murah bahkan gratis. Kedua, memberikan fasilitas budi daya dan teknologi pertanian, serta membangun berbagai infrastruktur sebagai penunjang pertanian. Ketiga, mengatur kuota impor, semata karena diperlukan bukan dalam rangka meraih keuntungan.
Semua ini hanya akan terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah dan khulafaur rasyidin, serta khalifah-khalifah berikutnya. Rasulullah memberikan contoh bagaimana menjalankan politik agraria yang berkeadilan. Caranya dengan mengklasifikasikan kepemilikan harta, bukan untuk para pemodal saja dan menghidupkan tanah mati untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat. 
Adapun Khalifah Umar bin Khaththab, beliau memberikan harta dari Baitul Mal (kas negara) kepada para petani di Irak. Ini ditujukan untuk membantu mereka menggarap tanah pertanian serta memenuhi kebutuhannya tanpa meminta imbalan.
Demikianlah sistem Islam mengatur masalah pertanian. Dengan sistem ini pengelolaan pertanian akan berjalan dengan maksimal, hasil produksi pertanian meningkat sehingga mampu memenuhi kebutuhan rakyat, serta kesejahteraan para petani pun terjamin. Tidak akan ada lagi petani yang terancam karena kelangkaan pupuk.

Wallahu a'lam bi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post