Virus Varian Baru Rasa Pilu


Oleh: Erni Yuwana 
(Aktivis Muslimah) 

Perjalanan virus Covid-19 menjelajahi seluruh bumi belum terhenti. Membagi  milyaran kisah pilu yang mendera kalbu. Tak terhitung jumlah kematian yang terus membumbung tak terkira akibat Covid-19. Dunia medis berjibaku. Dokter kewalahan. Nakes berguguran. Rumah sakit penuh. Perekonomian terpuruk. Kemiskinan menyelimuti. Pendidikan beku. Dunia dalam ujian global. Belum ada negara yang berhasil menghentikan pandemi. 

Dunia terasa pilu. Solusi pandemi belum juga ketemu. Ilmuwan dan dunia medis berusaha keras meramu vaksin tuk akhiri pandemi. Celakanya, virus Covid-19 bermutasi menjadi varian baru yang lebih ganas. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pandemi Covid-19 tidak akan menjadi pandemi terakhir. 

Dunia wajib mengevaluasi diri. Terutama negeri ini sendiri. Sudah optimal kah penanganan wabah yang dijalani Indonesia hingga tercipta mutasi virus varian baru? Dunia pun mencatat bahwa Indonesia adalah negara yang lalai dan abai dalam penanganan pandemi. Terbukti adanya media asing yang mengkritisi penanganan wabah di Indonesia dengan menyebut Indonesia sebagai endless first wave corona. Indonesia dianggap mempunyai gelombang pertama corona tak berujung. Nyatanya penyebaran virus corona di Indonesia menjangkiti seluruh negeri ini. Hampir seluruh wilayahnya berada dalam zona merah, bahkan zona hitam. 

Pandemi ini tentu bisa diatasi dengan mudah jika lockdown atau metode karantina segera dilakukan oleh negara ketika tersiarnya kabar di Wuhan Cina terjadi wabah yang mengganas. Pemerintah saat itu seharusnya menutup wilayah Indonesia dari wisatawan luar negeri dan anak negeri pun dilarang bepergian ke negara lain. Sayangnya, Indonesia malah membuka pintu seluas-luasnya bagi wisatawan asing yang mau berlibur di Indonesia. Bahkan banyak tempat pariwisata yang menawarkan diskon. Para pejabat negeri pun turut berbicara tanpa disertai ilmu bahwa Indonesia kebal corona karena terbiasa mengenal jamu dan rempah-rempah. 

Kesombongan dan kelalaian Indonesia pun dibayar tunai. Gelombang virus corona menyerang Indonesia. Alih-alih meningkatkan perekonomian bangsa karena enggan lockdown, yang terjadi adalah ambruk dan lumpuhnya perekonomian bangsa. Negeri pertiwi berduka. Sayangnya, Indonesia tak belajar banyak dari kesombongan dan kelalaian Indonesia masa lalu. Di tengah pandemi yang serba sulit, pemerintah pun mengeluarkan kebijakan-kebijakan kontroversial. Termasuk kebijakan untuk tetap menyelenggarakan pilkada (pemilihan kepala daerah). Alih-alih membatasi masyarakat keluar rumah, negara justru mengadakan acara kumpul massa. 

Ketamakan Indonesia pun masih mendarah daging. Walaupun Indonesia berada dalam kondisi mengkhawatirkan, negara pun Memberikan izin pariwisata beroperasi kembali. Mall, pasar dan tempat umum lainnya tetap ramai pengunjung. Sayangnya, sekolah dikunci rapat-rapat. Pembelajaran dilakukan lewat daring dengan segala kendala yang ada. Upaya mencerdaskan anak gagal total. Pendidikan daring hanya membuat anak tidak melakukan pendidikan yang benar yang hanya fokus mengerjakan tugas formalitas semata, selanjutnya terjebak halu karena dunia maya internet dioperasikan tanpa batas. 

Adalah Islam, sebuah sistem mulia dan sempurna yang mampu melindungi kehidupan di dunia dan akhirat. Dalam sistem Islam, kesehatan dan keselamatan warganegara merupakan prioritas penting. Islam mengajarkan pola dan gaya hidup sehat. Jenis makanan pun diperhatikan. Selain kewajiban memakan jenis makanan halal, juga dituntun pula cara pengolahan dan cara mendapatkannya. Misalnya cara membunuh binatang yang jelas halal pun ada teknis penyembelihannya. 

Islam pun mengajarkan kebersihan adalah hal utama. Bab thaharoh (cara bersuci diri) adalah bab dasar yang wajib diketahui setiap muslim. Dan khusus untuk penanganan wabah, sistem islam mengajarkan sesegera mungkin melakukan metode karantina atau lockdown untuk memutus mata rantai persebaran virus yang belum ditemukan obatnya. Penderita yang sakit dan yang sehat dipisahkan. Penderita terinfeksi virus akan diisolasi dengan perawatan dan sarana  prasarana yang memadai. 

Negara dengan sistem islam tidak akan abai dan lalai akan kondisi negeri. Kebutuhan logistik dan fasilitas kesehatan akan terpenuhi dan terjamin, apalagi dalam kondisi lockdown akibat pandemi. Negara pun memberikan apresiasi tinggi terhadap kinerja para tenaga kesehatan. Insentif gaji petugas kesehatan tergolong besar dan sepadan dengan tingkat pengorbanan yang mereka lakukan. Tenaga kesehatan tidak perlu lagi terbelit masalah kurangnya ekonomi keluarga dan kurangnya sarana dan prasarana medis. 

Kebutuhan medis, kebutuhan logistik, pendidikan, dan lain sebagainya tercukupi tanpa mengandalkan utang dan pajak. Kebutuhan tersebut tercukupi dari pemasukan negara yang melimpah. Yakni berasal dari sumber daya alam negeri. SDA negeri haram kepemilikannya jatuh di tangan swasta/individu/asing. SDA negara wajib digunakan untuk kebutuhan masyarakat yang pengelolaannya di tangan negara. Pemasukan negara juga didapatkan dari jizyah, usyur, fai, kharaj, ghanimah, dll. 

Dengan sistem Islam, pandemi akan dapat diakhiri dengan sesegera mungkin sehingga wabah virus pun tak sempat bermutasi menjadi virus yang semakin ganas karena berlarut-larutnya kegagalan penanganan. Kehidupan masyarakat pun dapat berjalan normal seperti sedia kala. Hingga terpenuhinya janji Allah SWT dalam terciptanya baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr,  yang berarti “Negeri yang baik dengan Rabb Yang Maha Pengampun”.
Wallahu ‘alam Bisshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post