Goresan Pena: Irmaya, S.Pd.I ( Aktivis Dakwah Lubuk
Pakam )
Setahun
lebih telah berlalu semenjak pertama kali wabah virus corona baru merebak di
kota Wuhan, Cina. Pandemi yang telah menyebar secara global nyaris ke seluruh
Negara di dunia itu, telah menginfeksi 90 juta lebih orang dan merenggut nyaris
2 juta nyawa. Terornya masih menyelimuti dunia. Bahkan ancaman pandemi glombang
kedua yang lebih berbahaya pun nyata di depan mata.
Saat
virus telah menyebar tak terkendali, kini dunia menggantungkan harapan pada
vaksin Covid-19 sebagai senjata jitu. Diyakini hanya dengan membangun kekebalan
tubuh melalui penyuntikan vaksin inilah rantai penyebaran virus Covid-19 dapat diputus sepenuhnya.
Namun,
sayangnya masyarakat pro kontra dengan vaksin ini pun makin mengemuka. Mulai
dari efektifitas, keamanan hingga status kehalalan masih dipertanyakan. Hal ini
tentu tidak mengherankan sebab pembuatan vaksin yang ‘kejar tayang’ dianggap
mengabaikan beberapa aspek keamanan. Terlebih jika aspek keuntungan bisnis yang
diutamakan.
Pandemi
yang melanda seluruh dunia membuat kebutuhan akan vaksin menjadi begitu besar.
Pangsa pasar yang luar biasa ini tentu tidak akan disia-siakan oleh para
kapitalis. Hingga segala cara pun diupayakan. Bahkan ia harus mengabaikan resiko
besar saat vaksin dipasarkan tanpa melalui proses uji yang cermat.
Padahal
vaksin sendiri bukanlah solusi sejati dari pandemi. Sejarah mencatat bahwa
tidak ada satupun pandemi berakhir dengan vaksin. Demikian disampaikan oleh
Epidemiolog Griffith Univercity, Dicky Budiman.Dicky mencontohkan pandemic
cacar yang walaupun sudah ditemukan vaksinnya,pandemic itu baru berakhir
setelah kurun waktu 200 tahun. Sementara wabah polio berakhir dalam 50
tahun.(tirto.id,2/1/21).
Ketika
pergerakan manusia selalu ada bahkan makin aktif, infeksi virus pun akan makin
masif. Situasi pandemi Covid -19 di Indonesia sendiri saat ini menurut Dicky
Budiman akan memasuki masa kritis. Semua indikator temasuk angka kematian yang
semakin meningkat menjadi pertanda gentingnya situasi pandemic di Indonesia 3
sampai 6 bulan ke depan.
Langkah
pemerintah dalam beberapa waktu ke depan dinilai sangat menentukan nasib
rakyat. Pemerintah harus semakin gencar dalam melakukan tes dan isolasi.
Sementara kesadaran masyarakat untuk menjalankan pola hidup sehat di tengah
wabah pun harus terus ditingkatkan.
Sungguh
telah nyata bagaimana sistem yang diterapkan saat ini gagal dan tidak mampu
mengatasi wabah dengan benar.Korban nyawa yang terus berjatuhan menjadi bukti
bahwa gagalnya penguasa dalam melindungi rakyatnya. Dan hingga kini, sousi yang
digagas pemerintah pun tak lebih dari solusi yang alih-alih hanya berpiha pada
para kapital.
Begitupun
dengan masalah vaksin. Kritik pada penguasa mengemuka saat pemerintah dengan
gegabah memutuskan untuk memborong vaksin Sinovac yang diproduksi Cina. Padahal
uji kliniksnya saja belum sempurna.
Semestinya
pemerintah fokus dengan upaya test and tracking juga upaya mengisolasi wabah.
Karena jalan satu-satunya untuk menghentikan wabah adalah dengan menghentikan
laju penyebaran virus. Yaitu dengan menghentikan mobilitas sepenuhnya. Ini
tentu hanya dapat dilakukan dengan melaksanakan karantina (lock down) total
pada wilayah-wilayah yang menjadi sumber wabah. Menghentikan pergerakan manusia
menjadi cara jitu menekan penyebaran virus.
Hal
ini sejalan dengan apa yang telah diajarkan Islam dan pernah dipraktikkan oleh Suri
tauladan umat manusia, Rasulullah Saw. Solusi lock down (karantina wilayah
secara total) ini pun terbukti sangat efektif dalam menghentikan laju
persebaran wabah. Dan juga meminimalisir dampak wabah agar tidak berimbas pada
wiayah dan sektor kehidupan yang lain seperti sektor ekonomi dan pendidikan.
Rasulullah
Saw bersabda, “Jika kamu dengar di suatu wilayah , maka janganlah kalian
memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan
tinggalkan tempat itu.”(HR Bukhori).
Demikianlah tuntunan Islam dalam mengatasi
wabah. Dalam Islam Hukum Vaksinasi adalah boleh, bahkan bisa menjadi wajib
apabila dibiarkan justru dapat menukarkan penyakit tersebut pada orang lain.
Namun bukan berarti bebas melakukan vaksinasi tanpa melihat ke amanannya dan ke
efektifannya. Terlebih, saat kemudian vaksin ini pun dijadikan objek bisnis
demi keuntungan tanpa menghiraukan efek jangka panjang.
Selain
melakukan lockdown secara total di daerah yang menjadi pusat bermulanya
penyebaran Covid-19 ini, Negara juga berkewajiban memberikan pelayanan dan
perlindungan bagi masyarakat. Memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, obat-obatan
termasuk juga keperluan medis, dan seluruh kebutuhan lainnya yang memang sudah
seharusnya ditanggung jawabi oleh Negara. Sehingga tidak ada lagi masyarakat
yang berpendapat, mereka akan mati konyol jika mereka terus berdiam diri semasa
pandemi ini.
Lantas
saat ini ternyata pandemi telah begitu merajalela dan pemerintah menjadikan
vaksin sebagai satu-satunya solusi, bagaimana langkah kita menyikapi semua ini?
Kehadiran
pandemi ini tentu adalah atas kehendak Allah SWT. Maka, kita wajib bertawakkal
kepada-Nya. Kita berupaya sekuat tenaga untuk dapat menjaga diri dan keluarga
kita. Menghindari berpergian, senantiasa menerapkan 5 M (Menggunakan masker,
mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, menjaga jarak di atas satu
meter ketika berkomunikasi, menjauhi kerumunan, dan menjaga imun tubuh),
menjadi ikhtiar yang dapat kita lakukan.
Kemudian,
kita harus senantiasa mengingatkan penguasa dan masyarakat yang menjadi akar
permasalahan dari carut-marutnya penanganan pandemi di negeri kita juga seluruh
dunia. Yaitu tidak lain hanyalah diterapkannya sistem buatan manusia yang gagal
mengurusi rakyatnya dan hanya berpihak pada segelintir elit saja. Sehingga
menerapkan sistem Islam sebagai sistem yang ada di tengah-tengah masyarakat pun
menjadi solusi utama.
Wallahu’alam
Bi Ashowab
Post a Comment