Generasi Stunting dan Kegagalan Demokrasi, Islam Punya Solusi


Oleh: Nur Chusnul Ramadhan Amd.Keb
(Praktisi Kesehatan)

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi. Penyebab stunting ada dua, pertama karena kesehatan yang kurang baik pada ibunya saat hamil. Kedua karena kurangnya asupan gizi pada awal kehidupan dan masa balita karena pola pengasuhan yang kurang tepat. Masyarakat di mana pun tentu bukan tak ingin mengonsumsi makanan bergizi. Akan tetapi kemampuan ekonomi mayoritas miskin dan terjadi kesenjangan sosial begitu tinggi.

Indonesia urutan keempat dunia dan kedua di Asia Tenggara dalam hal balita stunting. Pemerintah diingatkan melakukan evaluasi pembangunan keluarga agar persoalan ini teratasi. Terdapat 260 kabupaten kota yang dijadikan prioritas dalam program percepatan pencegahan stunting. Dimana 258 kepala daerah wilayah prioritas tersebut telah menandatangani komitmen untuk melakukan percepatan stunting.

"Butuh kerja keras dan serius untuk menurunkannya. Pemerintah harus mengevaluasi pembangunan keluarga karena hulu persoalan ada di sana. Bagaimana kita bisa mencetak SDM unggul jika stunting masih menghantui calon generasi bangsa?" kata Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher dalam keterangan pers, Minggu (20/12).

Dia merinci riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan Tahun 2019 mencatat sebanyak 6,3 juta balita dari populasi 23 juta atau 27,7 persen balita di Indonesia menderita stunting. Jumlah yang masih jauh dari nilai standar WHO yang seharusnya di bawah 20 persen. Sebab itu dia meminta agar pemerintah memberikan otoritas yang lebih besar pada BKKBN untuk menjadi leading sector pengentasan stunting.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Muhajir Effendi mengatakan, Presiden Joko Widodo menginginkan hanya satu badan khusus yang menangani persoalan stunting di tanah air. Harapannya agar hasilnya lebih maksimal. "Kita menargetkan penurunan stunting dari 27,7 persen menjadi 14 persen," sambung Muhajir.

Gagalnya negara menjamin kesejahteraan salah satunya terpenuhinya pangan bergizi individu per individu rakyatnya memang mutlak terjadi. Sebab, negara menerapkan sistem ekonomi kapitalisme yang berorientasi pada untung rugi materi yang sangat pro pada kepentingan modal. Sementara rakyat selalu jadi kambing hitam atas masalah yang dihadapi pemerintah di negara ini. Sebab, rakyat selalu dianggap beban bagi APBN negara.

Pemerintah menyebut potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan stunting mencapai 2-3 persen produk domestik bruto atau sekitar 260 triliun rupiah sampai 390 triliun rupiah per tahun. Inilah bentuk lepas tangan pemerintah dalam mengurus rakyatnya. Sebab, dalam sistem demokrasi kapitalis peran dan fungsi pemerintah hanya sebagai regulator. Demi memenuhi seluruh kepentingan para pemilik modal dalam membantu mereka untuk meraih kursi kekuasaan. Selain itu, penerapan sistem ekonomi kapitalisme juga meniscayakan distribusi logistik pangan yang tidak adil. Hal ini berimplikasi pada semakin tajamnya ketimpangan sosial. Demikianlah sistem kapitalisme terbukti gagal menyejahterakan rakyat hingga menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan bergizi bagi rakyatnya. Demokrasi telah memberikan mimpi kosong dalam mengatasi stunting. Baik dengan rencana pembentukan badan khusus maupun dengan mendesakkan UU pembangunan keluarga.

Berbeda dengan negara Islam atau Khilafah Islamiyah yang secara alami akan menjamin kesejahteraan bagi semua rakyatnya hingga mampu mencegah stunting pada balita. Kesejahteraan yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan rasa aman pada rakyatnya. Sebab, Islam telah menggariskan khalifah (kepala negara) sebagai penanggung jawab urusan rakyatnya melalui penerapan aturan Islam kafah. Beberapa bentuk kebijakan dalam khilafah yang menjamin kesejahtetaan setiap rakyat individu per individu rakyatnya sebagai berikut.

Pertama, Islam memerintahkan setiap laki-laki untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Negara bertanggung jawab dalam penjaminan kesejahteraan warga negaranya. Jaminan langsung berupa pendidikan dan kesehatan gratis serta tersedianya lapangan pekerjaan yang besar dengan menguasai pengelolaan sumber daya alam (SDA). Dengan dikelolanya SDA secara mandiri otomatis akan membuka berbagai macam lapangan kerja. Mulai dari tenaga ahli hingga tenaga terampilan. Sehingga, tidak akan ada lagi pengangguran. Selain SDA, negara akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif diantaranya dengan sistem administratif dan birokrasi yang cepat tanpa pungutan.

Kedua, jika itu tetap tidak mampu bekerja maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya. Ketiga, jika kerabat tidak ada atau tidak mampu maka beban itu beralih ke kas negara. Keempat, Islam menetapkan kebutuhan dasar berupa pelayanan yaitu pendidikan, kesehatan dan  keamanan mutlak dijamin negara. Pemenuhan atas ketiga layanan itu bagi seluruh warga negara tanpa kecuali langsung menjadi kewajiban negara. Sehingga, pemasukan dalam setiap keluarga dialokasikan untuk kebutuhan pokok.

Semua jaminan itu didukung oleh pendapatan negara di baitul mal yang memiliki beberapa sumber pemasukan. Pertama, hasil pengelolaan harta milik umum yakni kekayaan alam yang jumlahnya tak terbatas seperti tambang mineral, batu bara, migas, emas dan lain sebagainya. Kedua, hasil pengelolaan fai, kharaj, ghanimah, jizyah, usyur, dan harta milik negara lain dan BUMN selain yang mengelola harta milik umum.

Ketiga, harta zakat. Hanya saja zakat bukan mekanisme ekonomi. Zakat adalah ibadah yang ketentuannya bersifat tanfiqih baik pengambilannya maupun distribusinya. Keempat, sumber pemasukan temporal diantaranya infak, sedekah dan hadiah, harta ghulul (haram) penguasa, harta orang murtad, harta warisan yang tidak ada ahli warisnya, dharibah atau pajak dan lain-lain. Semua kebijakan itu akan mencegah kelaparan pada perempuan/ibu dan anak serta menjamin terpenuhinya pangan dan gizi mereka.

Oleh karena itu, hanyalah Khilafah yang mampu melahirkan pemimpin yang menjadi khadimul ummah. Sehingga mampu pula wujudkan pembangunan berorientasi keluarga dan pembangunan SDM unggul. Mengutip sabda Rasulullah saw., "Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya". (HR. Muslim dan Ahmad)

Dengan demikian tidak ada jalan lain bagi penyelesaian persoalan bangsa ini khususnya persoalan stunting kecuali dengan kembali pada pangkuan kehidupan Islam di bawah naungan Islam kafah. Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post