Memahami Makna Toleransi


Oleh: Hamsina Halisi Alfatih

Hampir setiap tahun penyambutan natal dan tahun baru selalu menjadi polemik di berbagai kalangan. Ada yang membolehkan untuk mengucapkan perayaan tersebut ada pula yang melarangnya.

Kebolehan ini didasari atas nama toleransi dan pluralisme, mengingat di negeri ini terdiri dari beberapa agama yang dinilai ajarannya sama. Padahal , kita tentu tahu bahwa mengucapkan "Selamat Natal" apalagi mengikut serta dalam perayaan umat kristiani bagi seorang muslim adalah haram.

Pelarangan ini didasari pada hadits riwayat Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut." (HR. Abu Daud, nomor 4031).

Maka kaum muslim yang mengucapkan selamat natal berarti dengan kata lain menyerupai tradisi kaum Kristiani dan ia dianggap bagian dari mereka. Dengan demikian, hukum mengucapkan "Selamat Hari Natal" adalah haram bagi umat Islam. Begitu halnya mengikut serta dalam perayaan tersebut termaksud perayaan Tahun Baru Masehi.

Polemik Toleransi Sampai Kapan?

Menyoal polemik makna toleransi jika di telusuri maknanya, dalam kamus al–munawwir, toleransi (tasamuh) artinya sikap membiarkan (menghargai), lapang dada. Jadi, toleransi umat Islam terhadap kaum Nasrani yang merayakan Natal, cukup dengan sikap membiarkan. Membiarkan di sini maksudnya bukan mengakuinya sebagai kebenaran, tetapi dalam arti tidak melarang atau tidak menghalang-halangi. Inilah toleransi yang diajarkan dalam Islam, karena Islam mengajarkan bahwa kaum non-muslim hendaknya dibiarkan untuk beragama dan beribadah menurut keyakinan mereka, mereka tidak diganggu dan tidak juga dipaksa untuk masuk Islam. (kitab Muqaddimah Al Dustur, 1/32 karya Syeikh Taqiyuddin An Nabhani)

Namun makna toleransi ini kemudian dijadikan alat oleh barat bahkan oleh orang-orang liberal. Jika barat menjadikan toleransi sebagai senjata untuk merusak akidah umat Islam maka orang-orang liberal pun tak kalah sama dengan mereka. Orang-orang liberal yang menganut kebebasan dalam segala hal, baik beragama, memisahkan  agama dari kehidupan politik, kesetaraan gender, HAM dan pluralisme.

Orang-orang liberal ini pun tak kalah turut dalam menyuarakan opini mereka kemuka publik. Dalam memaknai toleransi beragama, mereka berupaya menyetarakan bahwa semua agama memiliki ajaran yang sama. Karenanya, bagi mereka mengucapkan dan mengikuti perayaan non muslim bagi umat Islam diperbolehkan karena hal tersebut mampu menjaga kerukunan dan perdamaian antar sesama manusia.

Namun berbanding terbalik ketika umat Islam menyambut bulan Suci Ramadhan, opini yang mereka gemborkan adalah 'menghormati mereka yang tidak berpuasa'. Meskipun terdengar logis, namun hal ini jelas tidak menghormati kaum muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa tersebut. Bahkan seolah makna toleransi ini tidak berlaku bagi umat Islam yang menjalankan ibadahnya.

Polemik toleransi yang semakin mencuat setiap tahunnya bisa dibilang sebagai proyek barat dalam menghancurkan akidah kaum muslim melalui orang-orang liberal. Tak hanya toleransi, radikalisme pun kerap disandingkan tatkala umat Islam menolak keras jika di turut sertakan dalam perayaan non muslim.

Maka, harus sampai kapan menghentikan polemik toleransi yang tiap tahunnya muncul. Inilah seharusnya keterlibatan negara dan seluruh elemen masyarakat yang mengambil peran dalam menyikapi perihal toleransi ditengah-tengah masyarakat. Sebab toleransi yang kebablasan akan mengikis aturan hingga penegakan syariat Islam.

Disamping itu, ketika makna toleransi disalah artikan dan digunakan maka siapa yang paling dirugikan yaitu umat Islam sendiri. Sebab, ketika umat Islam menginginkan penerapan syariat Islam maka kaum liberal bersikukuh menolak demi menghormati agama lain. Padahal, adanya penerapan syariat Islam merupakan kewajiban bagi seluruh umat yang tujuannya adalah mengurus seluruh kehidupan manusia.

Islam Memandang Toleransi

Kita telah sepakat bahwa toleransi adalah sikap saling menghargai dan membiarkan agama mana pun beribadah sesuai dengan keyakinannya tanpa kita harus turut serta atau terlibat didalamnya. Islam telah jauh hari telah menekankan hal ini bagi umat Islam agar tidak turut serta dalam perayaan umat non muslim. 

Sebagaimana hal tersebut telah Allah SWT tegaskan dalam Al Qur'an yang artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra’ (17): 36)

Maka dalam hal ini Islam sudah jelas mewanti-wanti umatnya untuk tidak turut serta apalagi sekedar mengucapkan selamat natal bagi non muslim. Toleransi yang digambarkan dalam Islam sudah begitu jelas yakni menghormati, menghargai dan membiarkan umat Kristiani maupun non muslim lainnya dalam peribadatannya.

Itulah pandangan Islam terkait toleransi terhadap non muslim. Adapun terkait toleransi diluar agama seperti hubungan sosial, politik dan sebagainya hal ini boleh saja ada hubungan kerja sama dengan pertimbangan syariat. Sebab terkait toleransi dalam beragama akan sangat berpengaruh terhadap akidah umat Islam.

Allah SWT berfirman:

 Ù„َـكُÙ…ْ دِÙŠْÙ†ُÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„ِÙŠَ دِÙŠْÙ†ِ 

Artinya: "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." (QS. Al-Kafirun 109: Ayat 6) 

Wallahu A'lam Bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post