Ilusi Perubahan Hakiki Dibalik Reshuffle Kabinet


Oleh : Nur Fitriyah Asri
Penulis Opini, Member AMK

Pesimis dan miris, itulah yang dirasakan rakyat dengan adanya reshuffle terhadap enam kabinet Indonesia maju, di tengah pandemi Covid-19. Pelantikannya sendiri berlangsung pada hari Rabu, 23 Desember 2020. Banyak kalangan yang tidak yakin dengan tambal sulam perbaikan yang dilakukan oleh penguasa. Beberapa menteri diganti karena tersandung kasus korupsi dan tidak sesuai dengan kepakaran membuatnya gagal. Kegagalan akan terus berlanjut, jika tidak dibarengi dengan perubahan sistem.

Enam menteri baru tersebut adalah Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial, menggantikan Juliarti Batubara yang terjerat kasus korupsi bansos. Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sebelumnya adalah bankir profesional, menggantikan Wishnutama yang dicopot karena gagal. Muhammad Lutfi sebagai Menteri Perdagangan, menggantikan Agus Suparmanto. Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan. Beliau pengusaha yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN, tidak memiliki latar belakang kesehatan, menggantikan Terawan Agus Putranto. Dicopot karena gagal mengatasi Covid-19. Wahyu Sakti Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, menggantikan Edhy Prabowo, terdakwa korupsi ekspor benur atau benih lobster. Serta Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama, menggantikan Fachrul Razi yang kontroversial dan menyunat dana bansos pesantren. 

Di antara enam menteri yang paling banyak mendapatkan sorotan publik adalah Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.  Sebelumnya menjabat Ketum GP Ansor, terkenal dengan komentar-komentarnya yang kontroversial sehingga dituding memecah belah,
bahkan tindakan-tindakannya di luar batas kewenangannya. Misalnya, pernah dilaporkan oleh sebuah LBH terkait pembakaran bendera tauhid (Oktober 2018) di Garut Jawa Barat. Sering
bersikap arogan membubarkan pengajian-pengajian yang dituduh intoleran dan radikal, sehingga memunculkan konflik horisontal.

Belum genap sepekan menjabat Menteri Agama, sudah membuat gaduh di tengah masyarakat. Kebijakan-kebijakannya melawan arus dan melanggar syariah. Viral di jagad maya, video Menag Yaqut merayakan Natal bersama di Gereja, dengan mengumandangkan azan, alunan ayat suci Al-Qur'an yang salah. Semua itu memancing keresahan, kemarahan dan memecah belah umat. Hanya karena alibi toleransi, justru menistakan agamanya sendiri di hadapan orang-orang Nasrani. Padahal dalam QS. al-Kafirun [109] yang terdiri dari enam ayat, jelas berisi larangan. Tidak diizinkan kompromi dengan mencampuradukkan ajaran agama.

Lebih fatal lagi, Menag akan melakukan afirmasi atau melegalkan kelompok Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia. Tentu saja terjadi kontroversi. Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengingatkan dengan keras agar Menag berhati-hati karena Ahmadiyah dan Syiah adalah masalah sensitif dan MUI telah memfatwakan haram. Dilansir oleh detik.new.com. (25/12/2020). 

Jauh sebelumnya, Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Tolhah Hasan menegaskan Ahmadiyah aliran sesat (NUonline, Mei 2008). Begitu juga ormas Islam lainnya sepakat menyatakan bahwa Ahmadiyah dan Syiah aliran sesat.

Tolak Aliran Sesat Ahmadiyah dan Syiah 

Ahmadiyah mengakui bahwa nabinya adalah Mirza Ghulam Ahmad. Hal ini sangat bertentangan dengan akidah Islam yang meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Nabi akhir zaman, artinya tidak ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad saw.

Adapun Syiah termasuk sesat karena bertentangan dengan syariat Islam. Antara lain:

1. Tidak mengakui Sayidina Abu Bakar r.a. Umar r.a. dan Usman r.a. Beliau-beliau dianggap merampas kekuasaan yang seharusnya milik Sayidina Ali r.a. Karena itu mereka selalu menghujat dengan kata-kata laknatullah.

2. Mengimani Imam ke-12. Mereka mengakui setelah Rasulullah saw. wafat, yang berhak menggantikan beliau hanyalah Imam Ali r.a. selanjutnya Imam Hasan--Imam Husain--Imam Sajjad--Imam Baqir--dan seterusnya hingga imam kedua belas bernama Muhammad bin Hasan al-'Askari. Bagi yang tidak mengakui dianggap kafir dan darahnya halal untuk ditumpahkan.

3. Al-Qur'an yang ada sekarang ini dianggap palsu karena sudah direvisi dan dibuat oleh Sayidina Usman r.a. ini jelas bertentangan dengan (QS. al-Hijr [15]: 9).

4. Meyakini nikah mut'ah atau nikah kontrak merupakan bagian ajaran syiah, ini bertentangan dengan QS. al-Mukminun [23]: 5-7)

Lagi dan lagi, kembali rezim salah dalam memilih menteri. Itu menunjukkan ketidakmampuannya sebagai penguasa. Alih-alih memberikan kesejukan, justru bergejolak panas. Hal itu wajar, karena sistem demokrasi menafikan agama. Agama tidak boleh mengatur di ranah publik, baik dalam bermasyarakat maupun bernegara. Aturan dibuat oleh manusia sendiri sesuai dengan kepentingan dan asas manfaat. Jika tidak sesuai, maka aturan atau undang-undang dengan mudah dicabut dan diganti. Inilah yang akan dilakukan oleh Menteri Agama Yaqut yang akan mencabut SKB Tiga Menteri agar bisa melegalkan Ahmadiyah dan Syiah.

Ironis sekali, sejatinya penguasa memilih Yaqut sebagai Menteri agama, tidak lain untuk menekan kelompok garis keras atau radikal seperti FPI yang dianggap membahayakan NKRI. Di sisi lain, membela kaum minoritas yang dianggap tertindas. Sedangkan Ahmadiyah dan Syiah yang nyata-nyata sesat justru akan dilegalkan.

Apa maunya rezim ini? Adakah skenario untuk membungkam umat Islam yang kritis agar diam terhadap kezaliman? Apakah rezim ini menghendaki hancurnya umat Islam agar tidak bangkit memperjuangkan syariah dan khilafah? Mereka sungguh kebakaran jenggot, takut kekuasaannya terancam sehingga menghalalkan segala cara. Wahai kaum muslim, masihkah belum percaya bahwa demokrasi sistem yang rusak dan merusak? Demokrasi hanya melahirkan pemimpin-pemimpin rakus, tamak,  tidak amanah, dan zalim. Lebih dari itu, sistem  demokrasi justru malah menyuburkan aliran sesat. 

Belajar dari sejarah panjang negeri ini, meskipun berganti-ganti pemimpin atau rezim, tidak akan bisa menyelesaikan karut-marut masalah negeri ini, tanpa mengganti sistemnya. Terbukti sebelas kali pemilu, dengan enam kali berganti presiden. Namun, negeri ini semakin terpuruk di semua lini kehidupan. Apalagi reshuflle kabinet hanya akan sia-sia belaka.

Saatnya kita campakkan demokrasi dan kembali kepada sistem Islam, yaitu aturan dari Allah Swt. yang mengatur semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, Islam mewajibkan kepada individu muslim, masyarakat dan negara dalam hal ini pemimpin (khalifah) untuk menerapkan Islam secara kafah yang berasaskan akidah Islam (QS. al-Baqarah [2]: 208).

Oleh sebab itu, Islam melarang keberadaan parpol, maupun ormas yang tidak berasaskan akidah Islam. Hal ini untuk menjaga dan melindungi akidah individu maupun akidah masyarakatnya.

Apabila Islam diterapkan secara sempurna dalam institusi khilafah, tidak hanya menjaga akidah (agama) saja, tapi juga menjaga jiwa, harta, keturunan, akal, kehormatan dan negara.
Dengan begitu rahmatan akan menyelimuti alam semesta.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post