DILEMA PARA PEKERJA WANITA


Oleh : Yulia Ummu Haritsah
Ibu Rumah Tangga & Member AMK 

Wanita atau perempuan berperan sebagai tonggak perubahan suatu bangsa, perempuan menjadi simbol kekuatan suatu bangsa, kuatnya suatu bangsa tergantung bagaimana peran perempuan pada bangsa tersebut. Bagaimana peran ibu, dalam mengurusi anak-anaknya, apa yang di ajarkan kepada mereka, mampukah anak-anak mereka mengisi kehidupannya dengan sesuatu kebaikan? Kuatkah akidahnya?  Sebagaimana pesan Lukman kepada anak-anaknya.

Fakta sekarang di kancah demokrasi kapitalis, wanita banyak yang menjadi akomodasi sektor ekonomi, karena lowongan kerja bagi wanita di buka lebar, tapi untuk laki laki, sangatlah sulit, sehingga banyak laki-laki yang tidak mempunyai pekerjaan. Padahal tanggungjawab mencari nafkah adalah laki-laki.

Dengan kondisi seperti itu, kaum wanita rela bekerja, baik menjadi buruh, pegawai, pedagang, sales dan lain-lain. Wanita begitu mudah di exploitasi, karena jiwa manutnya.

Akhirnya Perempuan pun banyak yang menjadi pekerja, baik sebagai tenaga kerja ahli maupun tenaga kerja kasar, perempuan begitu disibukan dengan kegiatannya, perempuan banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, padahal kewajiban utama perempuan/ibu adalah menjadi ibu rumah tangga, yang mengurusi urusan rumah, baik mengurusi rumah itu sendiri atau pun isi rumah termasuk suami dan anak-anaknya.

Coba kita amati, apa yang terjadi bila perempuan di pisahkan dengan fitrahnya, siapa yang akan mengajarkan anak-anaknya, tantang hidup dan kehidupan, apa iya mau di limpahkan kepada pihak sekolah formal yang waktunya cuma beberapa jam saja? yang seperti kita ketahui sekarang sekolah hanya berperan mentransfer ilmu saja, tanpa memahamkan tentang arti hidup dan kehidupan.

Kaum perempuan/ibu merupakan guru  pertama bagi anak-anaknya. Yang berperan mengenalkan arti hidup dan kehidupan kepada anak-anak mereka, untuk apa tujuan Allah menciptakan kita, apa tujuan kehidupan kita, mau kemana setelah mati nanti,  agar hidupnya terarah tidak terombang ambing dengan keadaan. Anak-anak harus difahamkan tentang itu, agar hidupnya terarah untuk bekal di kehidupan sehingga menjadi pribadi pribadi yang kuat, tangguh, berkepribadian Islam, sehingga dapat menjadi tonggak perubahan peradaban mulia.  

Namun sekarang apa yang terjadi, para wanita berlomba-lomba berkarir, disibukan dengan urusan kerja , pergi pagi pulang petang, kapan akan mengurusi keluarganya ?
Namun mungkin  juga, mereka melakukan ini dengan keterpaksaan, terpaksa bekerja karena tuntutan untuk menyambung hidupnya, di situasi lapangan kerja untuk para laki-laki sangatlah sulit, sehingga mereka terpaksa rela mengorbankan waktu untuk keluarganya, di tukar dengan upah hanya sekedar untuk menyambung hidupnya.

Nah inilah bukti dari kelalaian penguasa kepada rakyatnya. Mereka seharusnya meminimalisir terjadi nya TKW baik di negeri nya sendiri, apalagi  maupun menjadi TKI yang harus berpisah dengan keluarganya dalam waktu bertahun-tahun. 

Seharusnya, pemerintahlah yang harus membuka lapangan pekerjaan seluas luasnya  untuk para laki-laki, yang menjadi sebagai kepala keluarga yang memegang tanggungjawab dalam menafkahi keluarganya.

Apalagi di masa sulit sekarang ini, dengan abainya penguasa dalam mengurangi rakyatnya, banyak karyawan yang di rumahkan,  bahkan PHK yang membuat terpaksa juga, ibu mengambil-alih peran, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Sungguh sangat dilema bagi seorang ibu, disatu sisi mereka harus mendidik dan mengurusi anak-anaknya, disisi lain  mereka juga harus menghidupi keluarganya, mencari nafkah untuk kelangsungan hidup keluarganya . Sungguh sangat miris 
Namun, sebenarnya situasi seperti ini akan bisa di atasi oleh sistem khilafah. Sistem yang Allah dan Rasulnya ajarkan,  di samping sistem ini adalah aturan kehidupan bagi makhluk-Nya. Sistem ini juga nyata-nyata telah menorehkan tinta emasnya, kegemilangan kehidupan islami, sampai terasa kepada seluruh umat manusia, bahkan seluruh alam. Sehingga  kehidupan diliputi keberkahan.

Sistem khilafah menjadikan pemimpin sebagai khodimah ummah, pelayan bagi rakyanya, sehingga mampu mewujudkan pembangunan, karena akan terbangun sinergi antara pelayan dengan yang di layaninya, sehingga pembangunan akan tercipta.
Sungguh jauh berbeda dengan sistem yang sekarang, penguasa hanya menjadi penyalur, ventilator saja dari pengusaha besar kepada rakyatnya, yang mengakibatkan rakyat tak berdaya dengan segala kebutuhannya, yang di patok harga sesuai kemauan pengusaha. Penguasa hanya mementingkan urusan pengusaha dan kroninya saja.

Dengan sistem khilafah juga peran wanita sangat di hargai, mereka hanya bertugas untuk mengurus anak-anak dan keluarganya,  agar bisa mencetak generasi yang tangguh dan berkepribadian Islam, pengisi peradaban mulia. Tanpa memikirkan biaya untuk kelangsungan hidupnya. 

Wallahu a'lam bishshawab .

Post a Comment

Previous Post Next Post