UU Omnibus Law Ciptaker Sengsarakan Manusia dan Alam


Oleh : Rini Handayani 
(Pemerhati Sosial)

Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker) telah disahkan 5 Oktober 2020. Kemudahan investasi menjadi alasan utama disahkannya UU itu. Pemerintah dan DPR pun tak bergeming dengan penolakan masyarakat. Demi mempermudah investasi, semua rintangan perundangan dihapuskan, tak peduli lagi bencana kemanusiaan dan alam menanti.

Pasal-pasal kontroversial bermunculan, terutama soal ketenagakerjaan. Namun, isu lingkungan hidup pun tak kalah menuai kritik. Secara garis besar, UU Ciptaker menghapus, mengubah, dan menetapkan aturan baru terkait perizinan berusaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pemberian izin lingkungan kini menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak dapat lagi mengeluarkan rekomendasi izin apapun. Hal ini tercantum dalam UU Ciptaker Pasal 24 ayat 1 yang menyebutkan analisis mengenai dampak lingkungan atau Amdal menjadi dasar uji kelayakan lingkungan hidup oleh tim dari lembaga uji kelayakan pemerintah pusat.

Pakar hukum lingkungan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Totok Dwi Widiantoro menilai, kewenangan penuh pemerintah pusat dalam perizinan, dikhawatirkan hanya menjadi formalitas perusahaan (www.cnnindonesia.com, 6/10/2020)
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Hindun Mulaika berpendapat keberadaan Amdal yang dilemahkan menjadi ancaman bagi kelestarian alam. Apalagi, kini analisis dampak lingkungan hanya untuk proyek berisiko tinggi. Namun, dasar untuk menentukan proyek berisiko rendah atau tinggi belum terang benar aturan mainnya sampai sekarang (katadata.co.id, 6/10/2020). 

Masalah lainnya dari omnibus law itu adah proses perizinan yang tidak melibatkan peran atau partisipasi masyarakat. Bagian ini kemudian dibatasi hanya untuk mereka yang terdampak langsung. Masyarakat pun tak dapat lagi mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal dalam aturan baru tersebut. 

“Konflik agraria dan kasus perebutan lahan hampir terjadi pada proyek besar. Artinya, ada masalah yang tidak selesai,” ucap Hindun. UU Cipta Kerja justru menyelesaikan masalah dengan cara keberpihkan kepada investor. 
Omnibus Law juga menghapus ketentuan Pasal 18 Ayat 22 Undang-undang kehutanan. "Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 persen dari luas daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional."
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar akhirnya menjawab kekhawatiran beberapa kalangan bahwa kewajiban 30 persen kawasan hutan hilang dalam Omnibus Law. Siti menyebut anggapan ini sangat tidak tepat.
Sebab, kata dia, catatan ini sudah dimasukkan ke dalam kewajiban pertimbangan biogeofisik dan sosiologi masyarakat. Ini sebagai pertimbangan untuk penggunaan dan pemanfaatan, selain pertimbangan daya dukung daya tampung (bisnis.tempo.co, 10/10/2020).
UU ciptaker menabrak berbagai rambu-rambu peraturan yang sudah ada demi memuluskan investasi. UU ini begitu sistematis menghancurkan penghalang-penghalang investasi. Peraturan-peraturan terkait perlindungan terhadap hak masyarakat dan alam pun diabaikan.
Apa sebenarnya yang terjadi pada negeri ini? Benarkah UU Omnibus Law Ciptaker lebih ketat dalam menjaga lingkungan?
Demokrasi dan Pengusaha

Demokrasi menunjukkan jati dirinya. Politik demokrasi yang menjanjikan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat terbukti hanya isapan jempol belaka. Demokrasi terbukti mengabaikan suara mayoritas rakyat dan memenangkan suara minoritas para kapital/pengusaha. 
Hal ini jamak terjadi di negara yang menerapkan demokrasi. Penguasa dalam demokrasi sejatinya bukanlah pilihan mayoritas rakyat, melainkan pilihan minoritas (para kapital/pengusaha). Pengusaha inilah yang membiayai seseorang untuk menjadi penguasa. Karenanya, penguasa dalam demokrasi sebenarnya berkuasa untuk mewujudkan kehendak-kehendak para kapital/pengusaha, bukan kehendak rakyat.
Pandemi covid-19 telah nyata menyebabkan keterpurukan ekonomi. Para kapital terus berupaya membangun ekonominya kembali untuk bangkit dari keterpurukan tersebut. Salah satunya dengan mengembangkan berbagai industri di negara-negara yang memiliki bahan baku, tenaga kerja yang melimpah dan murah. 
Investasi dijadikan senjata untuk mengelabui rakyat, seolah investasi dapat membuka lapangan pekerjaan dan menyejahterakan. Faktanya, kekayaan negeri ini kian terkuras habis, tetapi tidak dinikmati semua rakyat. Akibatnya rakyat tidak mendapatkan manfaat apa-apa, kecuali kesengsaraan, kemiskinan dan kerusakan alam yang tak terelakan.
Dengan demikian, sudah seharusnya rakyat negeri ini menyadari keburukan politik demokrasi dan kembali pada sistem politik Islam. 
Politik Islam
Sistem politik Islam menempatkan Allah Swt sebagai pembuat hukum. Sehingga undang-undang hanya digali dari hukum Allah Yang Maha Adil. Sedangkan penguasa diangkat untuk menjaga agama, mendakwahkannya ke penjuru dunia dan mengurus kebutuhan rakyat.
Islam membolehkan menikmati apa yang sudah Allah Swt ciptakan, namun melarangnya untuk berbuat kerusakan. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Terjemah QS. Al-Qasas: 77).
Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.: “Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah). Rasul saw. juga bersabda: “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah).

Alhasil, sudah saatnya umat Islam bersegera menjalankan ketentuan Allah Swt, agar terhindar dari berbagai kenestapaan hidup. Dengan cara melaksanakan dan menerapkan seluruh syariah Islam dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bi showab

Post a Comment

Previous Post Next Post