Kembalinya Polemik Nikah Dini


Oleh : Febri Ayu Irawati
(Mahasiswi di Makassar)

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A Dalduk KB) Sulsel Dr. Fitriah Zainuddin, mengikuti Sosialisasi Strategi Nasional (Stranas PPA) dan Sosialisasi Strategi Daerah Pencegahan perkawinan Anak (Strada PPA) melalui virtual, Selasa (3/11/2020).

Kadis DP3A Dalduk KB Sulsel yang mewakil Gubernur Sulsel mengaku, Pemerintah provinsi Sulsel terus melakukan langkah dalam menekan jumlah perkawinan anak di Sulsel yang masih cukup tinggi. “Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah provinsi Sulsel dalam menekan jumlah perkawinan anak mulai dari sosialisasi, pendampingan, Peningkatan kualitas SDM dalam keluarga maupun melalui program dan kegiatan yang terencana sistematis serta adanya peraturan daerah dan payung hukum lainnya.” ungkapnya.

Ia menyebutkan pemerintah tidak dapat melakukan sendiri dalam menekan kasus perkawinan anak tanpa peran serta lembaga organisasi, perguruan tinggi dan masyarakat. “Pemerintah tidak dapat melakukannya sendiri tanpa peran serta lembaga organisasi, perguruan tinggi dan masyarakat, termasuk peningkatan kapasitas orang tua dalam pengasuhan khususnya pada keluarga rentan yang sangat diharapkan dapat mencegah pernikahan usia anak,” sebutnya.

Kadis DP3A Dalduk KB Sulsel juga sangat mendukung penyusunan Strada ini yang diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan pernikahan anak. “Pemprov Sulsel sangat mendukung penyusunan Strada ini, Yang tentunya dengan dukungan semua pihak, Jumlah pernikahan anak di Sulsel dapat terus ditekan bahkan sudah tidak ada lagi,” ucapnya.

Lebih jauh ia mengaku perkawinan anak merupakan bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan pelanggaran hak anak. “Pencegahan perkawinan anak merupakan mandatory negara yang dimandatkan Bapak Presiden Jokowi melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan merupakan tanggung jawab semua pihak untuk turut melakukan sosialisasi mengenai pencegahan perkawinan anak. Karena Perkawinan anak merupakan bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan pelanggaran hak anak,” urainya.

Kadis DP3A Dalduk KB Sulsel pertama yang berlatar belakang Dokter ini menambahkan
Stranas PPA memuat lima langkah strategi untuk mendorong upaya pencegahan perkawinan anak. DidalamDidalam stranas memuat lima langkah strategis meliputi, Optimalisasi Kapasitas Anak, Lingkungan yang Mendukung Pencegahan Perkawinan Anak; Aksesibilitas dan Perluasan Layanan, Penguatan Regulasi dan Kelembagaan serta Penguatan Koordinasi Pemangku Kepentingan. (mediasulsel.com, 04/11/2020).

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulsel melaporkan sejumlah hal, saat menggelar Review Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) di Hotel Mercury (22/10/2020).

Salah satunya terjadi tren penurunan angka melahirkan remaja selama pandemi COVID-19, di Sulsel. Kepala Perwakilan 
BKKBN Provinsi Sulsel Andi Ritamariani mengatakan, hal ini merupakan tren yang baik bagi Sulsel karena menjadi salah satu daerah dengan angka pernikahan dini yang tinggi. "Sulsel itu angka usia kawin muda atau anak itu tinggi sekali. Tetapi dari hasil statistik rutin (angka melahirkan usia remaja menurun) itu sangat baik," ujarnya.

Saat ini berdasarkan data per September, angka usia dini atau anak pada tahun 2020 dikalkulasi menurun tajam sebesar 31%, meski masih jauh dari target penurunan BKKBN sebesar 40%.
Meski kelahiran anak dianggap menurun di Sulsel, secara umum angka kelahiran nasional justru dikalkulasi meningkat.

Selain itu persoalan tadi, Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Dwi Listyawardani melaporkan bahwa juga ada peningkatan sebesar 10% tingkat putus pakai kontrasepsi.
"Itu kalkulasinya seperti itu, kan asumsi, mudah-mudahan saja tidak terjadi karena orang di rumah itu kalau dia pakai KB tentu tidak terjadi kehamilan," ujarnya.

Dia mengatakan bahwa, untuk mengantisipasi hal ini BKKBN secara nasional telah melakukan pelayanan pada sejuta sektor di seluruh Indonesia. Dimana dari program tersebut tercapai 1,4 juta pengguna baru, hal ini dianggap berhasil karena laporan penurunan penggunaan tersebut pada Mei dapat ditingkatkan kembali di bulan ini.

"Akhirnya dengan adanya momentum ini kita jadikan sebagai upaya menyemangati masyarakat dan tenaga kesehatan untuk meningkatkan pelayanannya, jangan sampai karena Covid-19 ini kita tidak bisa melayani," ucapnya. (Makassar.sindonews.com, 22/10/2020).

Lagi-lagi pernikahan usia dini menjadi bahan perbincangan di tanah air. Masalah pernikahan dini di zaman sekarang menjadi fenomena yang dipandang menyengsarakan terutamanya untuk kaum perempuan. Upaya menaikan umur perkawinan perempuan semakin digencarkan, dengan alasan untuk mengurangi tingkat perceraian dalam pernikahan dan kelahiran remaja.  Pasalnya mereka menganggap semua kasus kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga dan kematian akibat melahirkan salah satunya diakibatkan karena ketidakmatangan usia pasangan suamu-isteri serta terlalu dininya seorang ibu melahirkan. Namun di sisi lain, menghindari nikah usia dini dengan dalih diatas, faktanya dapat mengakibatkan meningkatnya tingkat hamil diluar pernikahan. Fakta lain juga menunjukan tingkat aborsi semakin meningkat, pergaulan bebas meraja lela, hingga pembunuhan, serta mewabahnya virus HIV/AIDS, bukti nyata rusaknya sistem pergaulan saat ini.. Sehingga Umat harus paham bahwa dibalik semua upaya ini ada agenda gender dan liberalisme.

Sistem kapitalisme sekulerisme adalah dalang dari semua masalah ini, dimana sistem ini memisahkan peran agama dari kehidupan sehingga setiap orang bebas berekspresi sesuka hati mereka tanpa harus perduli ini haram atau tidak. Sistem kapitalisme sekularisme mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah. Jika memandang umur sebagai pemicu masalah kekerasan dalam pernikahan dini, seharusnya kini tak ada lagi kasus kekerasan. Sebab, pemerintah telah lama memberlakukan batasan umur dalam pernikahan. Sebagaimana dalam UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang menjelaskan bahwa batas minimal usia perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun dan 19 tahun untuk pria.

Batas usia atau masalah kematangan kesehatan reproduksi seharusnya bukan ukuran seseorang dianggap dewasa atau tidak dan memiliki tanggung jawab dalam membina dan membentuk keluarga atau tidak. Sebab, banyak juga pasangan suami-isteri yang menikah sudah memenuhi usia yang telah ditentukan tetapi faktanya tetap banyak kasus kekerasan yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga pasangan tersebut. Bukti bahwa umur atau usia tak menjamin keharmonisan keluarga. Inilah kekeliruan yang mengakar dikalangan masyarakat.

Sedangkan pernikahan dalam pandangan atau hukum islam sendiri tak mempermasalahkan umur atau usia seseorang asalkan sudah baliq maka boleh untuk menikah. Pernikahan sejatinya adalah kebutuhan nau’ (melestarikan keturunan) dimana jika tidak diwujudkan hanya akan mengakibatkan kegelisahan terhadap orang tersbut, namun tidak akan sampai mengakibatkan kepada kematian. Dalam islam sendiri pernikahan diartikan sebagai berkumpulnya atau menyatunya pasngan laki-laki dengan perempuan melalui akad nikah dan memenuhi syarat-syarat pernikahanserta rukun nikahyang berlaku diantaranya adanya calon mempelai pria dan wanita, wali nikah serta adanya ijab Kabul atau akad nikah (lihat fiqih pernikahan).

Menikah hukumnya sunnah bagi setiap orang yang meraa dirinya sudah mampu dan bisa menahan diri dari sesuatu yang dapat menjerumuskannya kepada perbuatan zina. Dan bisa juga menjadi wajib apabila jika seseorang itu sudah mampu menikah dan jika tidak disegerakan akan mengakibatkan seseorang itu terjerumus kepada perbuatan zina. Di dalam islam pendidikan  pra baliq menjadi sesuatu yang penting.

Maka dari itu, mempertentangkan hukum agama dengan akal atau pandangan manusia yang serba terbatas adalah tindakab yang keliru bahkan dapat menjerumuskan seseorang itu masuk kedalam neraka. Bukankah Rasulullah dulu menikahi Aisyah pada usia dini atau masih sangat muda, seperti dalam sebuah riwayat: Nabi menikahi Aisyah dan dia adalah seorang gadis berusia enam tahun kemudian ia membina rumahtangganya pada saat usia Sembilan tahun (HR. Bukhari No. 3896, dengan sanad: ‘Ubaid bin Isma’il, Abu Usamah, Hisyam bin ‘Urwah, dan ayahnya yakni ‘Urwah bin Az Zubeir).

Dengan demikian, sudah jelas bahwa menikah di usia dini adalah boleh dan sah dalam agama. Dan sekali lagi mempersiapkanya pendidikan pra baliq menjadi sesuatu yang penting. Agar pernikahan yang disertai persiapan ilmu pemahaman yang cukup dapat menopang serta membuat keharmonisan suatu pernikahan. Sehingga tak ada lagi yang namanya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Namun, semua itu hanya bisa terjadi jikalau sistem kapitalisme sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan bisa dihapuskan dan sistem islam diterapkan. Wallahu a’lam bish showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post