Bungkam Perancis Tak Hanya Boikot Produk


Oleh: Nur Laily (Aktivis Muslimah)

Perancis telah menabuh genderang perang berhadapan dengan umat Islam dan Allah SWT. Hal ini bermula ketika Seorang guru sejarah sekolah menengah di pinggiran Paris, Samuel Paty, dipenggal kepalanya oleh muridnya pada Jumat 16 Oktober, setelah ia memperlihatkan karikatur penghinaan Nabi Muhammad kepada murid-muridnya saat membahas tema kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi.

Setelah meninggalnya Paty, Presiden Emmanuel Macron secara tegas mengatakan bahwa negara tidak akan mengkritik tindakan Paty yang memperlihatkan karikatur penghinaan Nabi Muhammad. Ia juga menggambarkan Paty sebagai perwujudan dari "wajah Republik". Ia membela penerbitan karikatur penghinaan Nabi Muhammad. Sikap presiden Perancis tersebut memicu kemarahan di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim.

Seruan memboikot produk-produk asal Prancis tumbuh di Negara-negara kawasan Arab di Timur Tengah. Seruan boikot terhadap semua produk Perancis adalah reaksi atas sikap Macron yang membela penghinaan Nabi Muhammad SAW. Pernyataan Macron tersebut memicu demonstrasi dan boikot produk Perancis di sejumlah negara mayoritas Muslim.

"Saya menyerukan kepada orang-orang, jangan mendekati barang-barang Perancis, jangan membelinya," kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Senin di Ankara.

Di Kuwait, jaringan supermarket swasta mengatakan bahwa lebih dari 50 gerainya berencana memboikot produk Perancis. Kampanye boikot ini juga sedang memanas di Yordania dan Yaman. Di mana sejumlah toko grosir membuat tulisan pernyataan bahwa mereka tidak menjual produk asal Perancis. Begitupula di berbagai toko di Qatar, melakukan hal yang sama. Salah satunya jaringan supermarket Al Meera yang punya lebih dari 50 cabang di negara tersebut. Universitas Qatar juga mengatakan bahwa mereka menunda Pekan Budaya Perancis tanpa batas waktu.

Dilansir dari media detikFinance.com, di Indonesia sendiri, banyak produk Prancis yang beredar. Melihat data impor produk negara tersebut menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Januari-Juli 2020, total impor barang dari Prancis mencapai US$ 682 juta atau setara dengan Rp 9,5 triliun (kurs Rp 14.000).

Adapun, beberapa produk yang diimpor dari Prancis, seperti senjata dan peluru 282,029 kg senilai US$ 71,9 juta, dan pulp and waste paper 111,8 juta kg senilai US$ 45,9 juta. Ada juga, impor mesin dan motor termasuk suku cadang 699.281 kg senilai US$ 436 juta.

Lalu, kesehatan dan farmasi sebanyak 681.044 kg, nilainya US$ 33,9 juta. Produk lainnya yaitu kedelai 120.743 kg nilainya US$ 73.370. Indonesia juga mengimpor mentega 286.790 kg nilainya US$ 238 juta. (Rabu, 04 November 2020)

Akankah Indonesia menitih jejak negara-negara mayoritas muslim di Timur Tengah untuk memboikot produk negara Perancis? Lantas efektif kah langkah boikot produk Perancis untuk menghentikan penghinaan berulang terhadap Nabi Muhammad SAW? Apakah hanya dengan boikot barang-barang tersebut dapat menghentikan perlakuan intoleran, melecehkan dan menghina ajaran Islam?

Sesungguhnya langkah boikot produk Perancis menandakan bahwa umat muslim masih memiliki "ruh" untuk merasakan sakit, marah dan terluka terhadap penghinaan, pelecehan dan sikap intoleran yang ditujukan terhadap ajaran Islam, kaum muslim dan Nabi Muhammad SAW. Namun memboikot produk saja tidak cukup dan tidak akan mampu untuk menghentikan  penghinaan yang terus berulang terhadap Nabi Muhammad Saw dan ajaran Islam.

Tak cukup hanya memboikot produk, namun juga harus diiringi dengan memboikot terhadap paham sekularisme-liberalisme yang menjamin kebebasan berpendapat hingga bebas menghujat ajaran Islam serta menghina Nabi Muhammad. Serta memboikot demokrasi dan kapitalisme, sebagai biang kerok atas setiap tindakan penghinaan serta pelecehan terhadap Islam dan umat Islam.

Sesungguhnya paham dan ide pemikiran sekularisme, liberalisme, Demokrasi dan kapitalisme inilah yang paling berbahaya daripada produk-produk Prancis yang tetap eksis di berbagai negeri Muslim. Dari sistem Sekuler-Demokrasi inilah peradaban Barat akan terus menghasilkan manusia-manusia sampah pemuja kebebasan berperilaku dan berpendapat.

Dalam Islam, nampak jelas bahwa tidak mengajarkan paham atau ide kebebasan. Segala perbuatan dan ucapan harus sesuai hukum syara', hukum yang berdasarkan al Quran dan as Sunnah. Sejumlah riwayat punbmenceritakan dengan tegas dan jelas tentang sikap para Sahabat sekaligus Khalifah terhadap penghina Nabi Saw. Antara lain, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra memerintahkan untuk membunuh penghina Rasulullah Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah dalam Sunannya hadis ke 4.363. Dan kisah ini juga diriwayatkan oleh An-Nasai, Al-Hakim, Ahmad, Al-Baihaqi, Al-Humaidi dan Abu Ya’la rahimahumullah.

Lalu, Khalifah Umar bin Kaththab ra yang terkenal sebagai Sahabat Nabi Saw tegas juga pemberani. Sebagai Khalifah yang adil beliau pernah mengatakan, “ Barangiapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi, maka bunuhlah ia!”. Atsiar ini diriwayatkan oleh Al-Karmani rahimahullah yang bersumber dari Mujahid rahimaihullah.

Inilah sikap para penguasa Islam dalam Khilafah (negara Islam) untuk membungkam Negara bebal penghina Nabi. Tentu tak ada satu pun yang berkutik di  hadapan Khalifah dan kekuatan Khilafah. Berbeda kondisinya disaat tidak ada Khilafah, para penguasa Muslim hanya mampu mengecam dan memboikot barang-barangnya. Maka sudah seharusnya mengembalikan kemuliaan Islam dengan menegakkan Khilafah.

Dalam Khilafah, keberadaan multikultur dalam masyarakat Islam terjaga dengan harmonis. Hal ini karena Allah SWT berfirman, “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…” (QS Al Baqarah [2]: 256)

Itulah yang menjadikan nonmuslim aman hidup dalam Daulah Islam. Meskipun demikian, kepada mereka tetap disampaikan dakwah Islam lewat penerapan syariat Islam dalam negara sehingga mereka merasakan keagungan Islam.

Khilafah menerapkan aturan bahwa warga negara Daulah Islam yang non-Muslim disebut dzimmi, yang berarti “mendapat perlindungan dan keamanan”. Negara harus menjaga dan melindungi keyakinan, kehormatan, akal, kehidupan, dan harta benda mereka. Sebagai warga negara Daulah, mereka berhak memperoleh perlakuan yang sama.

Kedudukan ahlu dzimmah diterangkan Rasulullah Saw, “Barang siapa membunuh seorang mu’ahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang hak, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali pun.” (HR Ahmad)

Khilafah berhasil menjaga kerukunan antar umat manusia tetap berada dalam batasan syariat. Memanusiakan manusia, tercipta keharmonisan hidup berdampingan antarpemeluk agama. Segala bentuk kebencian dan perlakuan keji minim terjadi, karena Khalifah menegakkan keadilan dan menjamin keamanan. Wallahu'alam bi ash shawab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post