Ujian nasional resmi dihapus. Sebagai gantinya Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan(Kemendikbud) akan menerapkan sistem asesmen nasional
pada tahun 2021.
Dilansir dari Kompas.com, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nadiem Makarim menyatakan asesmen nasional tidak hanya sebagai pengganti ujian
nasional dan ujian sekolah berstandar nasional tetapi juga sebagai penanda
perubahan paradigma tentang evaluasi pendidikan. Tidak hanya mengevaluasi capaian
paserta didik secara individu tetapi juga mengevaluasi dan memetakan sistem
pendidikan berupa input, proses dan hasil. (Minggu, 11/10/2020).
Kemendikbud menerangkan bahwa dalam pelaksanaan asesmen
nasional responden murid akan dipilih secara acak dengan jumlah maksimal 30
murid SD/MI, 45 murid SMP/MTs, serta 45 murid SMK/SMK/MA disatuan pendidikan.
Dalam rapat dengan Komisi X DPR RI secara virtual 24 Maret
2020, Nadiem juga mengungkapkan 2 alasan dihapuskannya UN. Pertama, UN terlalu
beresiko jika digelar di tengah pandemi Corona yang sedang terjadi di
Indonesia. Kedua, UN sudah tidak lagi menjadi syarat kelulusan ataupun syarat seleksi
masuk perguruan tinggi. Jadi kalau UN dihapus tidak terlalu berdampak terhadap
pendidikan di Indonesia.
Carut Marut Sistem Pendidikan
Sering berubah-ubahnya sistem pendidikan selama ini membuktikan bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah produk dari sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan oleh penguasa. Dikutip dari brilio.net dari kemendikbud.co.id ternyata selama ini Indonesia
sudah berganti kurikulum sebanyak 11 kali, terhitung sejak Indonesia merdeka. Dan perubahan-perubahan tersebut membuat para pendidik kelabakan dan siswapun selalu dikorbankan sebagai kelinci percobaan.Disamping itu permasalahan juga terlihat dari visi, misi,
tujuan, kurikulum, metode, evaluasi pendidikan bahkan juga pada masalah teknis.
Terjadinya gap antara pusat dan daerah akibat buruknya pengelolaan anggaran tak
bisa dinafikan. Hal ini menyangkut aksesibilitas, ketersediaan sarana dan
prasarana pendidikan hingga ketersediaan pendidikan yang berkualitas.
Tak bisa dipungkiri bahwa UN tidak mampu untuk mengukur kualitas
pendidikan. Adanya pergantian metode evaluasi pendidikan sebagaimana yang
ditetapkan Nadiem yakni asesmen nasional dipastikan tidak menjamin adanya
perubahan output pendidikan, sebab selama Indonesia masih menerapkan paradigma
sistem sekular maka pendidikan di negeri ini tetap dalam masalah. Jadi dengan
dihapuskannya UN tak otomatis bisa menuntaskan masalah pendidikan yang sudah
carut marut.
Pendidikan Dalam Sistem Islam
Untuk menuntaskan masalah pendidikan di Indonesia tersebut,
satu-satunya jalan adalah dengan meninggalkan sistem pendidikan sekular berikut
sistem politik yang menerapkannya. Kemudian mengambil sistem pendidikan Islam,
karena sistem pendidikan Islam tegak di atas akidah Islam yang shahih. Yakni
keyakinan bahwa manusia, alam dan kehidupan adalah ciptaan Allah SWT dan bahwa
apa yang ada sebelum dan sesudahnya selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan
manusia di dunia, yaitu adanya hubungan penciptaan dan pertanggungjawaban(hisab).
Maka dengan akidah ini akan bisa mengarahkan visi pendidikan
sebagai wasilah untuk menghasilkan generasi terbaik yang merupakan output dari
proses pendidikan. Sehingga paham akan tujuan penciptaan yaitu sebagai hamba
Allah yang berkepribadian Islam yang punya kecerdasan dan kesadaran untuk
membangun peradaban cemerlang. Visi tersebut yang akan diturunkan dalam kurikulum
pendidikan Islam di setiap tingkatan berikut dengan metode pembelajaran dan evaluasinya.
Adapun tujuan pendidikan dalam Islam adalah pertama,
membentuk generasi berkepribadian Islam, sehingga segala pola tingkah laku anak
didik selalu mengikuti Al Qur’an dan Hadits. Selain itu juga untuk menguasai
ilmu kehidupan berupa ketrampilan dan pengetahuan. Menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk mengarungi kehidupan agar dapat berinovasi diberbagai
bidang.
Tujuan pendidikan Islam juga mempersiapkan anak didik untuk
siap memasuki jenjang pendidikan berikutnya. Adapun evaluasi pendidikan dalam
Islam sangat handal dan dilakukan secara komprehensip untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Ujian diadakan untuk seluruh mata pelajaran yang telah
diajarkan. Ujian dilakukan secara lisan dan tulisan. Ujian lisan ini paling
sesuai untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan anak didik dalam memahami pengetahuan
yang telah dipelajari. Sedangkan ujian praktek dilakukan pada keahlian
tertentu. Siswa yang naik kelas atau lulus harus dipastikan mampu menguasai
pelajaran yang telah diberikan. Siswa yang telah dinyatakan lulus adalah siswa
yang mempunyai kompentensi ilmu pengetahuan dan harus berkepribadian Islam
sehingga tingkah lakunya Islami.
Adapun penerapan kurikulum pendidikan Islam didukung penuh
oleh negara dengan berbagai sarana dan prasarana penunjang. Termasuk para pendidik
harus mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni. Sebagai penghargaan
untuk para guru dan peneliti negara akan memberikan gaji dalam jumlah yang
besar.
Seperti pada masa khalifah Umar Bin Khathab, beliau menggaji
pengajar anak-anak sebesar 15 dirham/bulan. Ini setara dengan Rp. 64.196.000, 1
dinar sama dengan 4,25gram emas, yang 1 gramnya setara Rp. 1.007.000. Sedangkan
penghargaan pada peserta didik adalah berupa fasilitas terbaik dan gratis baik
untuk yang kaya maupun yang miskin, pintar atau tidak, muslim atau non muslim.
Semuanya dijamin tanpa ada pengecualian.
Untuk siswa yang pintar akan diarahkan untuk melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi. Sedangkan untuk siswa yang kurang akan
diarahkan ke jurusan vokasi. Kondisi ideal seperti ini sangat niscaya karena
sistem pendidikan Islam didukung oleh sistem lain yang menjamin tercapainya
tujuan pendidikan.
Misalnya sistem ekonomi dan keuangan Islam, yang salah
satunya mengatur masalah kepemilikan. Sumber daya alam yang ada merupakan milik
umat dan negara wajib mengelolanya untuk kemaslahatan umat, termasuk untuk
mensupport pendidikan gratis. Begitu pula sistem sosial Islam, sistem informasi
dan media massa Islam beserta sistem sanksi Islam.
Keterpaduan penerapan sistem tersebut akan menjamin
terealisasinya tujuan pendidikan dengan maksimal. Sehingga institusi
pendidikan, negara, keluarga dan masyarakat berjalan beriringan dalam
mewujudkan dan menjaga generasi cemerlang. Maka sudah selayaknya negara
menerapkan sistem pendidikan Islam dan mencampakkan sistem demokrasi sekular
untuk menyelesaikan carut marut dalam dunia pendidikan yang sampai saat ini
belum kunjung terurai.
Wallahu’alam bishshawab
Post a Comment