Pilkada Datang Covid Meraja


Oleh : Yanti Nurhayati, S.IP.
Komunitas Muslimah Peduli Umat

Pilkada sudah didepan mata, terhitung satu bulan ke depan, tepatnya tanggal 9 Desember. Namun Pemerintah telah mengabaikan suara masyarakat yang meminta penundaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2020, terkait situasi saat ini masih diliputi suasana pandemi

Keputusan Pemerintah dan DPR RI untuk tetap melaksanakan Pilkada 2020 pada Desember mendatang, di tengah kasus COVID-19 yang tak menunjukkan tanda-tanda penurunan mendapat respons keras dari publik. Selain mendapat desakan untuk menunda Pilkada 2020 oleh PBNU, Muhammadiyah, hingga MUI, ancaman banyaknya golput juga begitu nyata.

Organisasi masyarakat besar di Indonesia menyuarakan pentingnya keselamatan dan menjaga kesehatannya daripada warga dan petugas Pilkada yang bertaruh nyawa untuk menyukseskan hajatan politik. Geliat penolakan pilkada terus menguat.
Deklarasi untuk tidak memilih alias golput datang dari intelektual Islam sekaligus guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra. Pilihannya untuk golput sebagai bentuk solidaritas kepada para korban Corona dan tenaga kesehatan yang berada di garis terdepan. Klaster pilkada pun di depan mata.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam opininya di koran Kompas berjudul Pilihan Menyelamatkan Rakyat, menilai beberapa negara yang telah menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi menghasilkan suara golput yang tinggi, di antaranya: Australia, Prancis, hingga Iran. 

Menkopolhukam Mahfud MD bersikukuh pilkada berlanjut di tengah Corona. Pemerintah tak ingin menunda lagi pilkada karena akan ada penunjukan pelaksana tugas (Plt) kepala daerah di 270 sampai waktu yang tak jelas dan tak menguntungkan jalannya roda birokrasi.
“Keselamatan pemilih menjadi prioritas tertinggi dan yang harus diutamakan daripada memaksakan Pilkada di tengah pandemi. Angka positif COVID-19 juga terus meningkat. Bukan tidak mungkin klaster Pilkada akan terjadi.
Pakar Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan berpendapat (Kompas.com, 24/9/2020), ada beberapa alasan mengapa Pilkada 2020 tetap diselenggarakan meski masih masa pandemi Covid-19.
Pertama: Kepentingan kepala daerah yang sedang mencalonkan diri kembali di Pilkada tahun ini. Diketahui, dari 270 daerah yang menggelar Pilkada, lebih dari 200 daerah diikuti oleh petahana. Boleh jadi para petahana tersebut merasa yakin lebih mudah memenangkan Pilkada pada masa seperti sekarang ini.
Kedua: Kepentingan partai politik. Praktik mahar politik sudah menjadi rahasia umum dalam pelaksanaan pesta demokrasi.
Ketiga: Ada dugaan kuat bahwa pengambil kebijakan tentang Pilkada mempunyai jagoan sehingga Pilkada pada akhirnya diputuskan tetap berlanjut meskipun wabah Covid-19 semakin merajalela. Pasalnya, jika Pilkada ditunda, maka kans jagoan pemangku kebijakan itu untuk menang akan semakin kecil.
Keempat: Tidak menutup kemungkinan adanya peran pengusaha dalam keputusan penyelenggaraan Pilkada.
Namun apa daya, pemerintah tetap bersih kukuh untuk melaksanakannya dengan memperhatikan protokol kesehatan, walaupun nyatanya para bakal calon sudah berkampanye tanpa memperhatikan protokol kesehatan.
Kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah dalam mengambil keputusan, merupakan gambaran yang dapat kita definisikan bahwa saat ini kita sedang berada pada negeri yang hanya mementingkan kepentingan para penguasa dan pengusaha saja, tanpa menghiraukan keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya.

Nah inilah yang dinamakan sistem kapitalisme. Kita sudah terjerat ada didalam sistem ini. Kita harus bisa merubah untuk keluar dari sistem yang tidak bisa mensejahterakan rakyat, menuju sistem bisa yang mengayomi rakyatnya.

Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan karena perbuatan (kemaksiatan) manusia. Dengan itu Allah bermaksud menimpakan kepada mereka sebagian akibat kemaksiatan yang mereka lakukan itu, agar mereka kembali (kepada Allah). (QS ar-Rum [30]: 41). 

Islam sangat menghargai nyawa manusia. Karena itu Islam sangat memperhatikan penjagaan nyawa manusia. Allah SWT berfirman:

مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا

Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Siapa saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (QS al-Maidah [5]: 32)
Sehingga jalan satu-satunya hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah maka seluruh problmeatika kehidupan manusia akan mudah terselesaikan. 
Wallohua'lam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post