Peran Media dalam Mewabahnya Virus Islamophobia


Oleh : Roro Ery S., SE., S.Pd
Pemerhati Sosial, Aktivis Muslimah

Islam mengajarkan akidah yang benar dan lurus sedini mungkin bahkan ketika masih berada dalam kandungan. Sehingga tidak ada yang salah ketika orangtua mengajarkan anaknya menggunakan jilbab. Sebagai bentuk kewajiban mereka dalam mengajarkan dan memahamkan Islam pada anandanya. Namun, ada segelintir wacana sehingga memicu islamophobia pada kaum muslim sendiri melalui sosial media sebagai jendela dalam menjelajah dunia. 

Postingan yang dilansir pada sebuah media bercentang biru, @dw_indonesia milik Deutsche Welle (Gelombang Jerman) yang bertempat di Indonesia, akhirnya menjadi bulan-bulanan netizen. Hal itu dikarenakan postingan tersebut telah mencoba 'mengusik' persoalan terkait pembelajaran akidah kepada anak-anak perempuan yang mulai diperkenalkan dalam penggunaan jilbab oleh orangtua mereka. Video yang di-posting berisikan tentang bagaimana orangtua seorang anak perempuan sedang mengajarinya menggunakan jilbab agar dia memiliki 'identitas' sebagai seorang muslim.

Dengan memperkuat pernyataan dan pertanyaan mereka, maka di dalam video tersebut dihubungkan dengan beberapa pendapat pakar psikologi yang  terlihat sekali lebih berpihak pada postingan dan tujuan DW Indonesia. Postingan tersebut juga tidak menyertakan pendapat dari alim ulama atau cendekiawan muslim yang lebih paham dan mumpuni. Pada akhirnya DW pun diserang netizen karena berusaha untuk bertindak secara sepihak. Sementara di sisi lain tidak memperlihatkan “niat” yang baik. Meski DW Indonesia sempat menimpali beberapa komentar netizen dan bertindak seolah bijaksana,  tetapi tetap menjadi bulan-bulanan netizen.

“Pemakaian jilbab karena kesadaran, sebagai pilihan dan ekspresi pencarian jati diri, tanpa paksaan atau tekanan, patut dihormati dan dihargai.” @dw_indonesia gelora.co (26/09/2020).

DW mengatakan bahwa agama itu merupakan hal pribadi. Lantas mengapa harus mengusik jilbab yang diketahui sebagai bagian dari ajaran Islam? Dan bukan kali ini saja, sebelumnya banyak  media-media liberal lainnya yang selalu berusaha menyerang agama dan ajaran Islam.

Sebagaimana video yang diunggah oleh Deutsche Welle Indonesia ini. Tentu sangat berpotensi untuk menciptakan islamophobia yang begitu mengancam akidah umat Islam. Padahal akidah adalah perkara yang sangat mendasar sekali dalam keimanan terhadap Sang Khalik. Dan sudah menjadi rahasia umum jika narasi islamophobia memang sengaja dimunculkan di negeri-negeri kaum muslimin. 

Kaum liberalis senantiasa berupaya untuk menjadikan Islam memiliki gambaran yang buruk. Sehingga generasi Islam selanjutnya pun lebih memilih menjauh dari syariat Islam yang seharusnya dijadikan way of life atau pandangan hidup setiap muslim.

Tentu saja hal tersebut sangat menguntungkan kaum liberal itu sendiri. Hal ini karena narasi islamophobia akan memudahkan mereka mengajak umat Islam kepada prinsip liberalisme.

Padahal telah jelas bahwa kehidupan liberal yang ditawarkan oleh orang-orang Barat itu tidak memberi sedikit pun kebaikan kepada manusia terlebih lagi umat muslim. Justru kehidupan liberal itu jelas membawa kerusakan kehidupan. Seperti jaminan kebebasan yang merusak pergaulan generasi muda. Hedonisme pun begitu berperan dalam membuat kesenangan atau kenikmatan sebagai tujuan hidup atau tindakan yang dilakukan manusia. Sementara kapitalisasi sumber daya alam yang seharusnya bisa dinikmati oleh seluruh umat menjadikan SDA kita pun hanya dikuasai segelintir orang. Serta masih ada berbagai kerusakan lainnya.

Sejatinya semua itu merupakan penyakit yang ditularkan oleh orang-orang kafir terhadap kaum muslimin. Mereka tidak akan pernah rela sampai kaum muslimin mengikuti millah atau ajaran mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 120 yang artinya:

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu."

Ditambah dengan sanksi dalam sistem sekuler liberal yang pada saat ini diterapkan di negeri-negeri kaum muslimin yang sangat tumpul terhadap para penista agama sebagaimana diberitakan melalui media-media. Maka, sangat wajar jika narasi-narasi islamophobia ataupun dengan kata lain sebagai ujaran kebencian terhadap ajaran agama Islam, ulama-ulama Islam dan umat muslim terus silih berganti dengan berbagai model baru yang dihembuskan serta diwacanakan. Hal seperti itu tentu tidak akan pernah terjadi jika lembaga media keberadaannya diatur dalam sistem Islam yaitu khilafah.

Di dalam sistem khilafah, berdirinya sebuah kantor media resmi suatu negara atau media swasta pada hakikatnya tidak memerlukan pendaftaran. Setiap orang yang memiliki kewarganegaraan daulah Islam boleh mendirikan suatu media informasi, baik media cetak, audio ataupun audiovisual. 

Adapun terkait dengan penyebaran berita atau informasi yang mereka produksi, sesungguhnya khilafah memiliki departemen i'lamiyah yaitu lembaga penerangan yang bertugas memantau penyebaran informasi media yang dikonsumsi oleh seluruh warga khilafah. Dan sungguh lembaga ini bertanggungjawab secara langsung kepada khalifah. Maka, para pendiri media hanya perlu menyampaikan informasi dan laporan yang lengkap kepada lembaga penerangan untuk mengetahui pendirian media informasi tersebut. 

Di sinilah peran negara yaitu khilafah mengatur penyebaran informasi yang bisa dikonsumsi oleh warganya. Karena bisa jadi terdapat beberapa informasi yang tidak boleh disebarkan tanpa perintah khalifah atau pemimpin. Hal tersebut sangat berhubungan dengan urusan-urusan militer. Informasi terkait dengan militer tersebut seperti pergerakan pasukan, berita kemenangan dan kekalahan dalam perang serta industri-industri militer. Maka, informasi-informasi semacam ini wajib dihubungkan dengan khalifah secara langsung agar dapat menetapkan informasi apa saja yang wajib ditutupi dan informasi apa yang wajib disebarkan. Sebab perkara ini sangat berurusan erat dengan keamanan sebuah negara. 

Adapun jenis informasi lainnya yang tidak memiliki hubungan secara langsung dengan daulah atau negara, dan bukan pula informasi yang menuntut pendapat khalifah secara langsung yaitu seperti informasi keseharian, program-program atau acara-acara politik, pemikiran dan sains serta informasi tentang peristiwa dunia. Karena semua informasi yang disebut di atas mempunyai kaitan begitu erat dengan ideologi dan sikap suatu negara terhadap hubungan internasional. 

Selain itu media informasi di dalam daulah Islam memiliki fungsi yang begitu strategis yaitu sebagai sarana yang melayani ideologi Islam baik di dalam maupun di luar negeri.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post