Omnibuslaw, Mimpi Kesejahteraan yang Utopis



Oleh : ika Ummu al-Fatih
 (aktivis islam)

Gelombang protes dan aksi kritik mewarnai negeri Pertiwi. Hal ini dipicu kebijakan negara yang tak memihak pada rakyat. Dilansir dari media Suarajawatengah.id, pada tanggal 07/10/2020, menyatakan bahwa DPR bersama pemerintah pada akhirnya sepakat mengesahkana Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Kesepakatan itu diambil melalui hasil rapat paripurna pada Senin (5/10/2020). Omnibus Law ini memiliki 79 undang-undang dengan 1.244 pasal. Undang-Undang direvisi agar investasi dapat semakin mudah masuk di Indonesia.

RUU Cipta Kerja juga dapat mengubah ketentuan cuti khusus atau izin yang tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 yang mengatur tentang ketenagakerjaan yang menghapus cuti atau tidak masuk saat haid hari pertama, keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, pembaptisan anak, istri melahirkan/keguguran dalam kandungan hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia.

Selain itu, Ombnibus Law Cipta Kerja juga akan memberikan ruang bagi penguasaha yang mengontrak buruh tanpa batasan waktu, tidak membela hak buruh seperti pesangon, dan penetapan upah minimum menjadi standar provinsi serta para pekerja outsourcing semakin tidak jelas keberadaannya.

Lagi, lagi dan lagi. Untuk kesekian kalinya rakyat di buat merana oleh kebijakan dzolim penguasa. Mimpi rakyat mendapatkan  kesejahteraan menjadi utopis. Hal ini terbukti dengan pengesahan  uu omnibuslaw yang dalam pasal-pasalnya menunjukan penguasa saat ini sangat berpihak pada investor dan mendzolimi rakyatnya sendiri. Rakyat seolah olah di cekik dengan banyaknya kebijakan yang pro investor. Tidak peduli rakyat menjerit asal investor tertarik.

Hal ini sangat tidak di benarkan dalam sistem islam. Penguasa seharusnya mempemudah urusan rakyatnya. Mempersulit urusan rakyat jelas suatu dosa besar yang sangat di benci oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satu doa yang sering beliau panjatkan adalah, "Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia." (HR Muslim dan Ahmad).

Dalam sistem Islam, penguasa menjalankan amanahnya sebagai  wakil rakyat dan tidak dibolehkan berbuat khianat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga atasnya. [Muttafaq alaih]

Sudah seharusnya buruh diperlakukan secara manusiawi dengan diberi hak untuk hidup secara layak, bukan malah ditindas. Islam berpandangan bahwa modal tidak dapat menghasilkan laba tanpa adanya seorang pekerja (buruh).

Beberapa teks ayat suci Alqur'an, Hadist maupun perjalanan sejarah kehidupan masyarakat Islam banyak yang menyinggung masalah perburuhan baik langsung maupun tak langsung. Surat Al-Baqarah Ayat 286 misalnya yang menjadi pijakan bagi buruh untuk mendapat hak beristirahat. Atau surat At-Taubah Ayat 105 dan surat Al Anfal ayat 27 yang menggariskan kewajiban bagi buruh. Dalam tataran hadist, pernyataan Rasulullah SAW bersabda "Bayarlah upah buruhmu sebelum kering keringatnya,"

Sungguh tampak jelas kedzoliman yang ada saat ini, Hal ini seyogyanya membuat kita sadar bahwa sistem demokrasi kapitalis adalah sistem yang rusak sehingga menghasilkan kebijakan yang rusak pula. Saatnya kita kembali pada sistem yang di contohkan Nabi yaitu sistem islam. 
Wallau'alam bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post