Menyikapi Trend Pembunuh


Oleh : Riannisa Riu

Membunuh tampaknya telah berubah menjadi suatu solusi instan dalam masalah stress yang dihadapi manusia. Di zaman sekarang ini, sering sekali kita menemukan berita atau artikel yang tajuknya dihiasi dengan kata ‘pembunuhan’, atau ‘penganiayaan’ dengan berbagai motif dan alasan yang mendasari perilaku si pelaku. Entah itu karena dendam, iri hati, hasad, cemburu, atau hanya karena merasa kesal. Bahkan ada alasan yang paling mengerikan, yakni ‘hanya sekadar ingin tahu bagaimana rasanya membunuh.

Berita pembunuhan semakin trending akhir-akhir ini, mulai dari suami bunuh istri karena cemburu, pasangan muda-mudi yang memutilasi seorang pria kaya, sampai seorang ibu yang membunuh anaknya sendiri karena

mengalami kesulitan belajar daring. Juga masih segar di ingatan, sebelum pandemi Covid 19 meluas di Indonesia, ada sebuah kasus pembunuhan yang cukup membuat heboh warga Jakarta dan sekitarnya. Yakni seorang gadis remaja berusia 15 tahun membunuh seorang anak perempuan berusia 5 tahun. Gadis remaja tersebut mengaku puas setelah membunuh. Ia juga mengatakan bahwa perilakunya tersebut terinspirasi dari film horor Chucky dan anime Slender Man
Kasus-kasus pembunuhan yang disebutkan di atas hanyalah sebagian kecil dari ribuan atau bahkan ratusan ribu kasus pembunuhan yang telah terjadi di Indonesia. Mengapa pembunuhan begitu mudah dilakukan? Mengapa nyawa manusia seolah tidak ada

harganya? Seolah-olah melenyapkan nyawa manusia itu adalah perbuatan yang mudah dan pantas dilakukan demi memuaskan emosi semata.
 
Dilansir dari sebuah artikel di health.detik.com pada tahun 2018, para psikolog mengungkapkan bahwa pembunuhan bukanlah suatu hal yang dianggap normal oleh otak seorang manusia. Umumnya otak dan moral manusia akan merasa bahwa pembunuhan adalah sebuah perbuatan yang amat salah dan berdosa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebenarnya tidak mudah bagi seseorang untuk mengambil suatu keputusan untuk membunuh. Apabila seseorang sampai melakukan suatu pembunuhan, maka itu artinya dorongan untuk membunuh yang dimilikinya sudah melewati batasan dalam otaknya.

Manusia memiliki tiga jenis naluri dalam dirinya, yakni gharizah baqa’ (naluri mempertahankan diri), gharizah na’u (naluri melestarikan jenis), dan gharizah tadayyun (naluri mentaqdiskan sesuatu). Dalam sistem negara Islam yang menerapkan syari’at Islam secara keseluruhan, manusia akan dituntun untuk hidup sesuai dengan syari’at islam sehingga ketiga naluri ini pun masing-masing akan disalurkan dengan cara yang benar. Namun, dalam sistem negara kapitalis sekuler seperti saat ini, manusia dibiarkan hidup sebebas-bebasnya tanpa aturan apapun yang membatasi dirinya. Secara otomatis, ketiga naluri tadi juga dibiarkan berkembang bebas tak tentu arah.

Pembebasan terhadap ketiga naluri ini akan membuat manusia mencari penyaluran dari ketiga naluri tersebut sesuai kehendaknya dan sebatas informasi yang dimilikinya. Misalnya, pembebasan terhadap ghorizah na’u otomatis disalurkan pada pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan. Maka muncullah pacaran, seks bebas, prostitusi, poliandri, LGBT, teman tapi mesra, dan ribuan kosakata lain demi mengekspresikan kebebasan atas nama cinta. Begitu pula pembebasan terhadap ghorizah tadayyun akan membuat seorang manusia menyembah apa pun yang disukainya, yang dipercaya olehnya dapat memberikan pengaruh baik ataupun buruk dalam hidupnya. Bisa jadi ia tidak menyembah Allah Taala yang telah menciptakannya, tapi malah menyiapkan sesajen untuk jin di kuburan.

Naluri yang berkaitan dengan kasus pembunuhan adalah gharizah baqa’. Pembebasan terhadap naluri ini secara otomatis akan membuat manusia mencari cara seekstrim mungkin untuk melindungi keamanan dan kenyamanan dirinya sendiri. Gharizah baqa’ pada dasarnya adalah naluri yang memastikan keamanan, kebahagiaan dan kenyamanan diri manusia tersebut. Ketika sedikit saja rasa aman dan nyaman dalam dirinya terusik, maka naluri ini akan bangkit untuk melindungi diri manusia.

Dalam sistem kapitalis sekuler, manusia terbiasa untuk hidup seenaknya tanpa aturan hingga tanpa disadarinya kadang ia telah mengganggu kenyamanan dan keamanan manusia lainnya. Selain itu, banyaknya informasi tanpa saringan apapun yang bertebaran dalam dunia kapitalis sekuler, seperti film, sinetron, drama, anime, komik (manga/manhua/manhwa), game dan novel-novel, memicu manusia untuk mencari solusi instan yang termudah dan tercepat ketika ia ingin melindungi dirinya. Banyak sekali perilaku jahat yang berniat mencelakakan orang lain yang ditunjukkan oleh seorang antagonis dalam sebuah film action, drama thriller atau sinetron yang umum ditayangkan di televisi. Negara kita saat ini sangat membebaskan produk film, anime, komik, game dan segala macam novel asing bertebaran dengan bebasnya di internet. Asalkan punya kuota internet, mudah sekali bagi masyarakat untuk mengakses tayangan/bacaan tersebut tanpa sensor apapun.

 

Benar bahwa secara psikis, pembunuhan tidak termasuk dalam suatu solusi yang akan langsung diambil seorang manusia ketika ia mengalami gangguan pada gharizah baqa’ nya. Namun, bukti banyaknya kasus pembunuhan di Indonesia menjelaskan bahwa si pelaku pembunuhan tersebut tentunya tidak mengonsumsi informasi yang berkaitan dengan bunuh membunuh itu sehari dua hari saja. Pastilah tersangka telah menenggelamkan dirinya dalam informasi yang sarat dengan bunuh membunuh itu lebih dari ratusan kali. Untuk memiliki sebuah dorongan melakukan pembunuhan, kemungkinan besar gadis berusia 15 tahun itu telah menonton film Chucky atau anime Slender Man tersebut lebih dari ratusan kali atau ribuan kali, sehingga otaknya telah menanamkan bahwa solusi permasalahan hidup yang tepat adalah dengan melakukan pembunuhan. Dengan demikian, ia sudah tidak memiliki perasaan takut atau bersalah lagi saat membunuh.

You are what you eat, what you read, and what you watch. Sama seperti makanan, informasi apapun yang seorang manusia masukkan ke dalam dirinya akan menjadi bagian dalam dirinya. Seseorang yang senang memakan makanan haram maka ia akan mudah melakukan maksiat. Seseorang yang senang menonton film pembunuhan, meski dirinya belum berani untuk membunuh, akan memiliki inspirasi membunuh dan rasa penasaran untuk mencoba melakukan pembunuhan. Seseorang yang senang menonton anime/ membaca manga jepang akan memiliki pandangan bahwa menjadi seorang antagonis atau memiliki gangguan mental adalah sesuatu yang keren. Seseorang yang sering sekali menonton drama Korea akan memiliki pandangan bahwa tidak ada cinta dalam dunia nyata seperti dalam drama. Ia akan secara otomatis meninggikan standar pasangan yang diinginkannya dan merasa bahwa tidak ada manusia nyata yang mampu memenuhinya. Akibat selanjutnya menjadikan manusia seperti ini akan lebih menyukai sesuatu yang fiksi (halu) daripada dunia nyata.

Dengan demikian, jelaslah bahwa pembebasan terhadap naluri-naluri dalam diri manusia tidak seharusnya dilakukan. Pemerintah sebagai penguasa negara sudah seharusnya mampu mengontrol media dan internet sebagai sumber informasi yang setiap hari dikonsumsi oleh masyarakat. Karena tidak akan mampu seorang manusia sendirian mengontrol apa saja informasi yang masuk ke dalam dirinya sementara segala macam informasi dibiarkan bebas berseliweran tanpa dibatasi

Oleh karena itu, kebutuhan manusia akan negara khilafah islamiyah yang menerapkan syari’at islam secara kaffah sangatlah tinggi urgensinya. Negara khilafah akan menjaga akal manusia agar tetap sehat dan mampu menyalurkan setiap nalurinya dengan cara yang benar sesuai syari’at Islam. Setiap informasi yang masuk ke dalam negara akan diseleksi dengan ketat, dan hanya akan membebaskan informasi yang mendidik serta mencerdaskan masyarakat agar menjadi generasi emas seperti di zaman para shahabat Rasulullah shalallahu’ alaihi wasallam.

Standar yang digunakan dalam memahami masalah pun akan berganti menjadi standar islam, dengan banyaknya informasi yang mampu mengenalkan manusia pada tujuan hidupnya yang hakiki, yakni menggapai keridhaan Allah. Otomatis setiap manusia akan memahami, bahwa jalan hidup terbaik adalah mendekatkan diri kepada Allah Taala. Semakin dekat seseorang kepada Rabb-nya, maka akan semakin tenanglah dirinya, dan semakin bijaksanalah perilakunya, sehingga akan semakin jauhlah ia dari kecenderungan gangguan penyakit mental dan solusi instan seperti membunuh. Didukung pula dengan adanya pemberian sanksi qishash yang akan menjadi zawajir (pencegah kejahatan) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku kasus pembunuhan, maka insyaAllah maraknya kasus pembunuhan seperti yang terjadi pada saat ini tidak akan terjadi lagi. Wallahu’alam bisshawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post