Lika- Liku dan Luka Seorang Ibu Memandang Generasi Saat ini

Oleh : Novita Natalia

Mudah untuk menerima sebuah prestasi namun berbeda halnya menerima gambaran menyedihkan anak-anak kita saat ini. Selalu menarik bagi kita, khususnya para Ibu untuk mencoba memahami dan mengikuti perkembangan anak-anak kita saat ini.  Walaupun terkadang, kita sering dihadapkan para kemirisan potret generasi muda. Meskipun tidak dipungkiri tetap ada yang membanggakan dari segi prestasi, akan tetapi tetaplah harus dikaji bila keburukan yang terjadi. Mungkin hal tersebut bisa menjadi pengingat ataukah menjadi satu peluang bagi kita untuk menggambil sebuah peran.

Ibu, lantas apa peran kita sekarang ?

Ketika melihat betapa gandrungnya generasi muda kita yang tergila-gila kepada Korean Wave. Yang tak hanya menjadikan hal itu sebagai tontonan dan hiburan semata namun sebagai Idol, panutan dan teladan. Apakah menjadikan aktris atau aktor asal negeri ginseng tersebut adalah jalan yang tepat untuk anak-anak kita dalam menggambil contoh? Dan lantas bagaimana baiknya kita bersikap ketika anak-anak kita ramai membuat trend di sosial media  tentang seorang remaja Isabella Guzman yang telah menghabisi nyawa ibunya dengan puluhan tikaman di tubuhnya. Dan ibunda tercinta, anak-anak kita itu menuliskan trending #sorryIloveapsyco. Entah apa yang ada di benak mereka namun mereka sama sekali tidak keberatan untuk suka pada sosok Guzman tadi. Dan ibu, dimanakah kita saat anak-anak asyik mengunggah aktivitas mereka di jejaring sosial yang bahkan secara

norma atau keyakinan agama dipandang kurang patut. Seperti contohya saat salah satu aktris muda menbagikan adegan tak senonoh dengan kekasihnya. SubhanaAllah, lantas apakah peran kita menghadapi  gambaran tadi?
Sesungguhnya sebagai seorang muslimah, Allah SWT  telah memilihkan peran mulia. Sebagaimana yang disampaikan dari sabda Nabi SAW. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, sesungguhhnya beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda:

 

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ , الْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ , وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ , وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا , وَالْخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ (رواه البخاري، رقم 853، ومسلم، رقم 1829)

“Masing-masing kalian bertanggung jawab terhadap yang diurusnya. Imam bertanggung jawab dan akan ditanyakan tentang rakyatnya. Suami bertanggung jawab terhadap istrinya dan dia akan ditanyakan. Istri bertanggung jawab atas rumah suaminya dan dia akan ditanyakan. Pembantu bertanggung jawab atas harta majikannya dan akan ditanyakan tanggung jawabnya.” (HR. Bukhari, no. 853 dan Muslim, no. 1829).

Para Ulama Salafus Shalih lantas memaknai dari hadits ini dan serangkaian dalil syariat lainnya bahwa tugas utama seorang wanita adalah menjadi ibu dan penanggung jawab urusan domestik. Disebutkan bahwa hukum aktivitas asal bagi kaum hawa adalah menjalankan peran sebagai ibu pendidik pertama dan pengatur urusan rumah tangga. Maka dalam pandangan syariat sebelum mendahulukan tugas dan kewajiban yang lain, 2 hal utama yang tadi disebutkan yang harus ditunaikan.

Maka Ibunda tercinta, melihat bagaimana potret gambaran anak muda saat ini yang kadang memilukan hati mengingatkan perlunya kembali kita sebagai para ibu untuk menyegarkan peran kita sebagai pendidik generasi. Saat anak-anak kita haus akan sosok teladan, bingung akan pilihan identitas hidup mereka, bebas bablas dalam bertindak maka disanalah kita mengambil peran untuk mendidik dan membimbing. Disanalah peran kita untuk menjadi teladan, menjawab pertanyaan anak-anak kita dan  meluruskan kesalahan jalan yang telah mereka ambil. Tentunya hal itu kita mulai dari anak-anak kita sendiri, dari rumah kita sendiri. Dan sesuai tuntunan Ilahi. Wa Allahu ‘alam biShawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post