Penghinaan Terhadap Islam Yang Berulang


By : Ummu Aqill

Seakan tidak habisnya para pembenci Islam dan ajaran yang dibawanya. Setelah berulang kali kejadian yang melecehkan umat Islam, kali ini peristiwa itu terjadi di kota Malmo, Swedia. Saat seorang politikus asal Denmark, Rasmus Paludan, yang anti-Muslim dilarang untuk menghadiri aksi pembakaran Al-Qur'an di negara tersebut. Kabarnya Paludan sudah sering memimpin aksi pembakaran Al-Qur'an dan pernah terjerat hukum terkait kasus rasisme di Denmark.

Paludan merupakan ketua partai sayap kanan Denmark, Stram Kurs (Garis Keras), dan telah dijatuhi hukuman satu bulan penjara akibat pelanggaran hukum yang dilakukannya, termasuk rasisme.
(detiknews, Sabtu, 29/8/2020).

Paludan dihukum akibat postingan anti-Islam di saluran media sosial partainya dan menyatakan banding atas hukuman yang diterimanya, mencakup hukuman percobaan selama dua bulan penjara.
(detiknews, Sabtu, 29/8/2020).

Perbuatan rasisme yang dilakukan Paludan juga pernah menarik perhatian media saat aksi membakar Al-Qur'an yang sebelumnya dibungkus dengan bacon yang biasanya bacon tersebut bercampur dengan daging babi. Yang sudah tentu hal itu diharamkan bagi umat Islam.

Paludan pernah menghadapi 14 dakwaan, termasuk rasisme, pencemaran nama baik, dan mengemudi secara sembrono. Paludan juga dilarang beraktivitas sebagai pengacara kriminal selama tiga tahun dilarang mengemudi selama setahun akibat dari tindakan yang dilakukannya.

Paludan dikabarkan sering memimpin serangkaian unjuk rasa yang melibatkan aksi pembakaran Al-Qur'an di daerah-daerah yang memiliki banyak populasi etnis minoritas, sehingga dengan aksinya tersebut Paludan menjadi terkenal luas. Walaupun kabarnya lokasi dan waktu berbagai aksi yang dilakukan tidak disebutkan.

Paludan juga pernah dikabarkan melontarkan komentar yang menghina tentang Muslim di media online, namun dia menyanggah bahwa bukan dia yang membuat video tersebut. Dan menganggap hanya menjunjung tinggi tradisi kebebasan berbicara di Denmark.

Otoritas Swedia kabarnya sudah  mencegah kedatangan Paludan  ke Swedia selama dua tahun. Dan kemudian Paludan ditangkap di dekat Malmo, lokasi untuk rasa di Swedia.

" Kami menduga dia akan melakukan pelanggaran hukum di Swedia," kata Calle Persson, juru bicara polisi di Malmo kepada AFP.

Paludan kemudian memposting pesan menyindir via Facebook.
"Dipulangkan dilarang masuk ke Swedia selama dua tahun. Namun pemerkosa dan pembunuh selalu diterima!" tulisnya.
(detiknews, Sabtu, 29/8/2020).

Peristiwa yang terjadi yang selalu merugikan dan menyakiti umat Islam buah dari sistem sekuler kapitalisme yang masih bercokol dan diterapkan dibelahan dunia. Akibatnya, kebebasan yang lahir dari sistem sekuler yaitu kebebasan bertingkah laku dan berpendapat pun tidak lagi terbendung. Toleransi yang selalu mereka agungkan faktanya tidak berpihak kepada umat Islam.  Populasi umat Islam yang semakin bertambah dianggap sebagai ancaman bagi mereka.

Sehingga umat Muslim yang menetap dalam wilayah notabene non-muslim sering merasakan ketidakamanan dan ketidakadilan. Padahal sejatinya bukan warga muslim yang mendahulukan perkara.

Sangat berbeda ketika Islam  berjaya, yang hidup dalam masa kekhilafahan bukanlah umat Islam saja. Namun agama lain juga hidup di dalamnya seperti Nasrani, Yahudi dan Atheis pun hidup di dalamnya. Namun kehidupan mereka tetap dijamin keamanan dan kesejahteraannya ketika mau diatur dengan syari'at Islam yang diterapkan dan mereka pun harus tunduk terhadap aturan tersebut.  Sebagaimana Khalifah memperlakukan umat Islam sendiri, begitu juga non-muslim diperlakukan dengan adil tanpa memandang agama yang mereka anut.

Dalam hukum Islam, warga non-muslim yang hidup dalam naungan Khilafah disebut dengan dzimmi yang berasal dari kata dzimmah, yang berarti "kewajiban untuk memenuhi perjanjian". Dalam Islam mereka tetap dianggap sebagai warga negara Islam dan berhak mendapat perlakuan yang sama dalam sistem Islam.
Sebagaimana Rasulullah Saw pernah bersabda:
"Barangsiapa membunuh seorang mu'ahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang haq, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekalipun".
(HR. Ahmad).

Yang membedakannya antara Muslim dan non-muslim yang hidup dalam naungan Daulah Islam adalah pembayaran jizyah, hal itupun hanya diberlakukan kepada orang-orang yang dewasa yang sehat akalnya.  Jizyah tidak dikenakan pada anak kecil, orang gila dan wanita. Besaran jizyah tidak diatur secara pasti, namun kembali kepada kebijakan Khalifah saat memimpin. Dan aspek-aspek kesejahteraan maupun kehidupan yang miskin kaum dzimmi menjadi bahan pertimbangan Khalifah dalam memungut jizyah. Sehingga tidak memberatkan mereka.

Rasulullah Saw pernah mengangkat Abdullah bin  Arqam untuk mengurusi masalah jizyah para ahlu dzimmah, dan kala beliau hendak beranjak pergi, Nabi Saw memanggilnya kembali dan mengatakan,
"Siapapun yang menindas seseorang yang terikat perjanjian (mu'ahid), atau membebaninya melebihi kemampuannya dan menyakitinya atau mengambil apapun yang menjadi haknya tanpa keikhlasan darinya, maka aku akan menuntut orang (penindas) tersebut pada Hari Perhitungan."
(HR. Abu Dawud).

Namun jizyah sangat berbeda dengan pajak yang ditetapkan dalam sistem sekuler kapitalisme. Jizyah hanya sebagai pembeda antara Muslim dan non-muslim. Namun dalam hal kehidupan bermasyarakat tetap boleh menjalankannya seperti dalam hal berdagang maupun bisnis yang di bolehkan dalam syari'at Islam.

Namun sebagaimana Khalifah dalam sistem khilafah akan menaungi dan mensejahterakan kehidupan masyarakat baik muslim maupun  non-muslim yang hidup di dalamnya. Begitu juga ketika dijumpai berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh Muslim maupun non-muslim tersebut juga akan diberlakukan saksi yang tegas sebagaimana hukum yang berlaku dalam sistem syari'at Islam. 

Sebagaimana Rasulullah Saw pernah bersabda:
"Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, akan kupotong tangannya".

Umar bin Khattab ra. juga pernah menghukum puteranya sendiri ketika ia menjabat sebagai Khalifah.

Maka sudah sepantasnya juga bagi para penghina Al-Qur'an diberikan sanksi yang tegas.
Imam an Nawawi menyatakan dalam 'At Tibyan fi Adaabi Hamaalatil Qur'an',
"Para Ulama telah bersepakat akan wajibnya menjaga Mushaf Al-Qur'an dan memuliakannya".

Hukuman bagi penghina Al Qur'an merupakan hukuman yang berat.
Bagi seorang Muslim yang melakukannya maka bisa mendapat hukuman mati, sama seperti dengan hukuman orang yang murtad.

Dan apabila yang melakukannya adalah non-muslim Ahlu Dzimmah, Maka diberikan hukuman berat hingga seberat hukuman mati.

Dan jika yang menghinakan Al-Qur'an non-muslim yang tidak tergolong Ahlu Dzimmah, maka pemimpin akan memperhitungkan hukumannya dengan tetap mengutamakan kehormatan dan kepentingan Islam dan kaum Muslim.

Walau demikian tak dipungkiri keadilan dalam penerapan sistem pemerintahan Islam banyak di akui oleh mereka yang notabene adalah non-muslim.

Kesaksian para sejarawan non-muslim yang mengakui keberadaan mereka yang di naungi dengan baik walaupun mereka tetap dalam agama mereka. Karena sejatinya tidak ada paksaan dalam masuk agama Islam.

Sebagaimana Allah SWT menyatakan dalam firman-Nya yang artinya:
'"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).
(TQS. Al-Baqarah [2]:256).

Pengakuan mendapat kehidupan yang baik ketika Islam berkuasa, salah satunya datang dari T.W. Arnold, dalam bukunya The Preaching of Islam, menuliskan bagaimana perlakuan yang diterima oleh non-muslim yang hidup di bawah pemerintahan Daulah Utsmaniyah. Dia menyatakan.

"Sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan pada mereka, dan perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen."

Arnold menjelaskan kembali, 
"Perlakuan pada warga Kristen oleh pemerintahan Ottoman selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani, telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa. Kaum Kalvinis Hungaria dan Transilvania, serta negara Unitaris (kesatuan) yang kemudian menggantikan kedua negara tersebut juga lebih suka tunduk pada pemerintahan Turki daripada berada di bawah pemerintahan Hapsburg yang fanatik, kaum Protestan Silesia pun sangat menghormati pemerintah Turki, dan bersedia membayar kemerdekaan mereka dengan tunduk pada hukum Islam.

Kaum Cossack yang merupakan penganut kepercayaan kuno dan selalu ditindas oleh Gereja Rusia, menghirup suasana toleransi dengan kaum Kristen di bawah pemerintahan Sultan".

Jadi ketika dalam sistem Islam saja warga non-muslim tetap diperlakukan dengan baik, maka keberadaan muslim yang dianggap sebagai hal yang mengancam keberadaan non-muslim merupakan hal yang mengada-ada tanpa fakta yang jelas. Yang hanya memfitnah umat Islam dan ajarannya, agar terkesan buruk di mata dunia. Padahal banyak fakta terjadi ketika sistem sekuler kapitalisme lah yang berkuasa  kehancuran dunia sudah semakin nyata.

Stigma yang diarahkan kepada umat Islam hanya mengalihkan fakta yang sebenarnya terjadi, bahwa sistem sekuler kapitalisme sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
Dan sudah selayaknya di ganti dengan sistem Islam yang akan membawa kebaikan bagi umat Islam sehingga tidak ada lagi yang berani melecehkan umat Islam dan ajaran nya.

Sebagaimana Allah mengutus Rasullullah Saw sebagai pembawa risalah bagi seluruh umat manusia agar Rahmat Allah tercurah kepada seluruh alam semesta.

Sebagaimana dalam firman Allah SWT yang artinya

"Dan tidaklah Kami mrngutus engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi Rahmat bagi semesta alam.
(TQS. al-Anbiya [21]: 107).

Semoga dengan serangkaian peristiwa yang menimpa dan menyakiti umat Islam, membuka hati dan pemikiran seluruh kaum Muslim agar mau bersatu padu memperjuangkan tegaknya kembali syari'at Islam yaitu Khilafah sebagai institusi yang menaungi seluruh manusia yang hidup didalamnya. Sehingga kehormatan ajaran Islam tetap terjaga.

Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post