Khilafah Mahkota yang Dinistakan


Oleh : Sriyanti
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Literasi Komunitas Penulis Mustanir


Untuk ke sekian kalinya ajaran Islam didiskriminalisasikan. Khilafah yang sejatinya merupakan mahkota kewajiban serta akan menjadi perisai umat muslim, selalu menjadi sasaran tembak para pembenci Islam beserta pengikutnya dengan sebutan radikalisme. Nyatanya yang dianggap radikal saat ini adalah mereka yang senantiasa mendakwahkan dan memperjuangkan penerapan Islam secara menyeluruh.

Semisal apa yang kerap dilontarkan Menteri Agama Fahrul Razi, terkait isu radikalisme. Hal ini pun banyak menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Sejak dilantik sebagai Menteri Agama, Fahrul Razi mengatakan bahwa dirinya bukan menteri agama Islam, melainkan menteri lima agama. Ia pun mewacanakan pelarangan cadar dan celana cingkrang bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Begitupun ketika mengeluarkan wacana atas sertifikasi ulama, pengawasan majelis taklim, merevisi buku-buku agama, bahkan mencurigai pemuda good looking yang datang ke mesjid. 

Saat ini menteri agama pun memberikan usulan khusus terkait penerimaan CPNS. Ia meminta agar seleksinya dibuat lebih ketat dan tidak menerima peserta yang terindikasi memiliki faham agama tertentu seperti pro khilafah. 

Dalam hal ini, sekertaris MUI Jawa Barat Rafani Ahyar pun memahami kekhawatiran Menag, terkait ASN yang memiliki pemahaman Khilafah. "Kita harus paham latar belakang, bahwa mereka yang punya obsesi mendirikan khilafah. Berarti punya keinginan untuk mengganti bentuk dan substansi NKRI." Ujar Rafani Ahyar. 

Ia juga mengatakan bahwa NKRI dibentuk berdasarkan hasil kesepakatan para pendiri bangsa, yang kebanyakan para pemuka agama, tidak ada yang bertentangan dengan Islam. (news.detik.com 03/09/2020)

Menelaah Fakta di atas, publik akhirnya banyak yang melihat betapa Islamofobia kini tengah merebak di negeri ini.

Secara bahasa Islamofobia berasal dari dua kata yaitu Islam dan fobia (ketakutan yang berlebihan). Dalam arti luas Islamofobia juga menjadi sinonim dari anti-Islam, yakni segala sikap dan tindakan yang menunjukkan ketidaksukaan terhadap Islam. (Wikipedia)

Pertanyaannya mengapa demikian? Bukankah Islam dan seluruh ajaran di dalamnya adalah kebenaran yang datang dari Rabb-Nya? Dimana akan menjadi penyelamat di yaumil akhir kelak. Mengapa harus takut terhadap agamanya sendiri?

Semua ini bermula dari dipilihnya sistem demokrasi sekuler oleh negeri berpenduduk muslim terbesar sedunia ini. Padahal founding father saat itu yang kebanyakan adalah para ulama menginginkan bangsa ini dibangun berdasarkan Islam dan menerapkan syariat Islam. Dengan bukti adanya tujuh kata yang pada akhirnya dihapus dalam sila pertama Pancasila. Dengan pertimbangan adanya kekhawatiran kebhinekaan yang ada akan terberangus. Padahal syariat Islam sendiri demikian menghargai dan mengakui keberagaman pluralitas.

Beredar pula pendapat bahwa sistem yang dianut saat ini sudah sejalan dengan Islam.

Padahal Sejatinya demokrasi dan Islam adalah dua sistem yang berseberangan. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam sistem demokrasi kedaulatan berada di tangan manusia atau rakyat, sedangkan dalam sistem Islam kedaulatan berada di tangan syara. Meski demikian kekuasaan tetap ada di tangan umat. Maka sudah jelas kedua sistem ini pun memiliki aturan yang berbeda.

Sistem demokrasi dibangun atas dasar faham sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sementara Islam bersifat kaffah, mengatur seluruh aspek kehidupan dengan syariat-Nya. Maka tak mengherankan ketika saat ini para pemimpin negeri muslim, mengesampingkan bahkan anti terhadap aturan dan ajaran Islam. Karena di mata  mereka Islam hanya dipandang sebagai agama yang mengatur ritual ibadah saja. Selain itu sistem ini juga dibangun atas pilar kebebasan serta menjadikan materi sebagai tolak ukurnya. Hal ini menjadi jawaban atas kenyataan ketika aset-aset penting seperti sumber daya alam negeri ini dikuasai oleh kaum kapital atau para pemilik modal.

Dalam sistem ini pula negara tidak berfungsi sebagai pengurus rakyat, melainkan lebih memosisikan sebagai pelayan bagi para pemilik modal. Rakyat dianaktirikan, mereka hanya mendapatkan kesengsaraan, kesedihan dan ketidakadilan sebagaimana yang dirasakan saat ini. Itulah buah dari kecacatan sistem buatan akal manusia.

Sementara sistem Islam dibangun atas landasan akidah Islam, datang dari Zat yang Maha Sempurna Sang Pencipta dan Pengatur manusia. Sistem ini dinamakan sistem pemerintahan Islam yang akan menerapkan Islam secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan.

Dalam sistem Islam negara berfungsi sebagai pelayan, pelindung serta pengurus kemaslahatan umat dengan aturan yang telah Allah Swt. wahyukan. Dalam naungan sistem pemerintahan Islam, umat Islam menjadi umat yang kuat dalam satu ikatan akidah.

Kesejahteraan, keamanan dan keselamatan seluruh rakyat pun terjamin serta memiliki peradaban gemilang. Ini terbukti selama kurang lebih 13 abad lamanya ketika sistem pemerintahan Islam tegak.

Namun sayang karena propaganda kaum kafir ajaran mulia ini dinistakan. Kaum kafir menyadari akan pentingnya khilafah bagi umat Islam. Maka bangkitnya kembali umat Islam dalam naungan khilafah adalah ancaman besar bagi eksistensi mereka. Oleh karena itu segala upaya mereka lakukan untuk menghalanginya, terutama pada para pemimpin negeri-negeri muslim. Setelah isu terorisme yang mereka gunakan tidak berhasil, kini isu radikalisme mereka hembuskan untuk memecahbelah umat Islam. Agar mereka tetap jauh dari agamanya, tidak bangkit untuk bersatu dan lemah. Hingga umat Islam tetap terpuruk dalam kendalinya.

Dengan demikian selaku kaum muslimin kita harus menyadari hal tersebut. Serta wajib melakukan perlawanan dengan senantiasa mendakwahkan kepada umat bahwa khilafah adalah murni ajaran Islam. Dibarengi dengan keyakinan bahwa tegaknya adalah janji dan pertolongan dari Allah Swt. Maka dari itu kita pun wajib melayakkan diri agar pertolongan itu segera datang. Hingga akan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Wallahu a'lam bi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post