Kebebasan Beragama di Sistem Demokrasi, OMDO!

Oleh: Faizah Khoirunnisa’ Azzahro 
(Aktivis Dakwah)

Muslim di seluruh dunia dibuat gempar dan murka dengan aksi unjuk rasa anti−Islam di Norwegia. Unjuk rasa yang diorganisasi oleh kelompok Stop Islamisasi Norwegia (SIAN) tersebut berlangsung di sekitar gedung parlemen Norwegia pada Sabtu (29/8/2020) dan diwarnai aksi merobek dan meludahi Al−Qur’an oleh salah seorang wanita peserta aksi. Bentrokan sempat terjadi antara kubu pro dan kontra, yang megharuskan polisi setempat turun tangan untuk mengamankan kondisi. Sebelumnya, insiden serupa terjadi di Swedia, berupa pembakaran Al−Qur’an oleh kelompok ekstrimis sayap kanan. (www.republika.co.id, 30−08−2020)

Islamophobia yang terjadi di negeri−negeri Barat, tidak satu dua kali terjadi, namun berulang kali. Tak hanya phobia, yang mereka lakukan lebih dari itu, berupa aksi penghinaan terhadap simbol−simbol Islam hingga kekerasan fisik kepada umatnya. Wajar jika muncul tanda tanya besar, kemana perginya slogan kebebasan ala demokrasi yang selama ini di elu−elukan, terutama di negeri Barat sana, asal lahirnya. Dimana para pegiat HAM yang seringkali muncul saat syari’at Islam dipejuangkan pemeluknya. Mana pula nyinyiran muslim yang pro demokrasi saat agamanya dinista sedemikian rupa.

Beragama Islam Boleh Asal Sekuler
Dilansir dari situs Persatuan Bangsa Bangsa, www.un.org, hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada semua manusia, tanpa memandang ras, jenis kelamin, kebangsaan, etnis, bahasa, agama, atau status lainnya. Jika merujuk pada 30 macam kebebasan menurut PBB, berkeyakinan atau beragama termasuk di dalamnya. 

Sayangnya semua konsep HAM yang terdengar indah tersebut, tak berlaku jika Islam dan muslim yang menjadi korban, namun sebaliknya, alarm HAM akan berbunyi nyaring ketika kebebasan ala liberalisme yang terancam. Disini terlihat jelas hipokrisi alias standar ganda demokrasi. Kebebasan yang dimaksud demokrasi tak bersifat mutlak, melainkan harus memenuhi syarat yang ditetapkan orang−orang dibalik sistem yang berlaku hari ini. Orang−orang tersebut adalah para egois yang rela mengorbankan apapun demi kepentingan syahwat duniawi. Dengan kekuatan modal yang dimiliki, mereka mengatur jalannya dunia yang memang sengaja disistemasi agar menguntungkan para kapitalis.

Sebenarnya, dalam demokrasi, beragama Islam boleh saja, namun cukup di ranah privat alias sekuler. Bagi mereka Islam yang bermasalah adalah Islam yang mengatur urusan publik dan yang menginginkan terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi semesta alam. Tentu hal ini akan mengancam kepentingan rakus mereka, sebab mereka tak akan diberi celah sedikitpun untuk berbuat kedzaliman dengan cara mengorbankan manusia, hewan, dan alam yang punya hak untuk sejahtera. 

Lihat saja, berapa banyak kerusakan yang ditimbulkan sistem demokrasi kapitalis. Hampir semua jenis makhluk di bumi menjadi tumbal sistem yang rusak dan merusak ini. Kerusakan alam, punahnya satwa, dan pertumpahan darah, menjadi pemandangan mengerikan yang setiap hari kita saksikan di lini masa. Apakah layak sistem seperti ini kita pertahankan? BIG NO!

Tak Sekedar Teori, Islam Membuktikan
Bukan agama yang sempurna namanya jika Islam tidak totalitas dalam memberikan panduan dan aturan kehidupan. Lengkap dan sempurnanya aturan Islam bukan untuk menyengsarakan, namun sebagai bentuk penjagaan dari Sang Pencipta alam semesta agar dunia menjadi tempat yang nyaman untuk beribadah kepada−Nya. 
Di saat demokrasi gagal mewujudkan konsep kebebasan beragama sebagaimana yang digaungkan, Islam sudah tuntas dengan hal itu.  Dalam praktik keagamaan, Islam melarang keras pemaksaan untuk memeluk agama Islam (QS. Al−Baqarah: 256), sekalipun Islam−lah satu−satunya agama yang benar di sisi Allah (QS. Ali Imron: 19). Islam mengharuskan keimanan harus datang dari kesadaran berpikir dan pilihan pribadi yang mantap tanpa keraguan, karena antara yang haq dan bathil sudah sangat jelas dan dapat diketahui tandanya dengan mudah.

Tak sekedar teori, pada praktiknya yakni saat Islam kaffah diterapkan oleh Daulah Islam (khilafah), rakyat yang nonmuslim (kafir dzimmi) dipersilakan untuk menjalankan agamanya dalam kondisi yang tenang tanpa gangguan. Bahkan dalam pelayanan public, mereka mendapatkan perlakuan yang sama dengan rakyat yang muslim. Dalam hadist  riwayat Imam Thabrani disebutkan bahwa Nabi SAW pernah bersabda, “Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi (non Muslim yang tidak memerangi umat Muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.”

Terdapat tiga golongan orang−orang kafir yang wajib dilindungi oleh negara Islam, yaitu Kafir dzimmi (orang kafir yang membayar jizyah/upeti yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin), kafir mu’ahad (orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati), dan kafir musta’man (orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin).
Tetap saja yang namanya manusia dengan syahwat dan terkena tipu daya iblis, akan selalu ada kafir yang berbuat dzalim dan pantas untuk diperangi yaitu golongan kafir harbi yang secara terang−terangan menampakkan permusuhannya kepada Islam dan kaum  muslimin. Jelas yang seperti ini harus ditindak tegas dalam rangka menghapuskan kedzaliman dan menegakkan kemuliaan Islam.

Meskipun rakyat nonmuslim mendapat perlindungan dalam menjalankan agamanya, Daulah Islam tetap memiliki kewajiban mengemban dakwah Islam kepada warganya hingga ke seluruh penjuru negara. Khilafah akan men−support penuh segala aktivitas dakwah. Pusat pendidikan Islam diberi fasilitas terbaik, media−media cetak maupun elektronik hanya diperuntukkan untuk menyampaikan yang haq, bahkan kurikulum pendidikan wajib berbasis Islam.  Dengan demikian, banyak orang akan mendapat informasi yang shahih tentang Islam sehingga cahaya Islam dapat dengan cepat tersebar luas dan yang terjadi orang akan berbondong−bondong masuk Islam. MasyaAllah…. Siapa yang tidak rindu hidup dengan kententraman sebagaimana yang diwujudkan Islam?
Previous Post Next Post