Islam Tak Mengenal Radikalisme


Oleh: Ulfah Sari Sakti,S.Pi 
(Jurnalis Muslimah Kendari)

          Radikalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki tiga arti yaitu (1) paham atau aliran yang radikal dalam politik (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis dan (3) sikap ekstrem dalam aliran politik.
            Kata ini belakangan semakin viral, setelah Menteri Agama (Menag) mengatakan Radikalisme Masuk Lewat Good Looking-Hafiz.  Dilansir dari detiknews.com (4/9/2020), Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menteri Agama, Facrul Razi menarik ucapannya terkait paham radikal masuk melalui orang berpenampilan menarik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang baik.  MUI menilai pernyatan Fachrul itu sangat menyakitkan.
            “MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar, karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata,” kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi.
            Muhyiddin lantas menyinggung pemahaman Menag Fachrul Razi tentang isu-isu radikal.  Jangan sampai, kata Muhyiddin, Fachrul mendukung para pihak yang mempunyai agenda terselubung. Menurutnya, Menag harus banyak baca literatur yang benar, bukan ceramah yang disiapkan oleh pihak yang sengaja punya hidden agenda di negeri ini.  Seharusnya ia beterima kasih dan membantu semua pihak yang mendorong proses Islamisasi di kalangan generasi muda dan ghirah umat Islam yang ingin menghafal Al Qur’an.
            Muhyiddin juga menyindir Fachrul yang dianggap kerap menyudutkan umat Islam sejak menjabat Menag.  Padahal, kata Muhyiddin, ada pengikut agama lain juga yang melakukan gerakan radikal.
            Sebelumnya, Menag juga memviralkan Khilafah, dengan memberikan pernyataan agar masyarakat yang punya pemikiran khilafah jangan jadi ASN.  Menag Fachrul Razi meminta kepada seluruh kementerian dan lembaga pemerintahan untuk tak menerima peserta yang memiliki pemikiran dan ide mendukung paham Khilafah sebagai ASN aaatau PNS.
            Ia juga meminta agar masyarakat yang mendukung ide khilafah untuk tak perlu ikut bergabung debagai CPNS.  “Pemikiran sepert itu (khilafah) enggal usah diterima di ASN.  Tapi kalau sudah diwaspadai sebaiknya enggak masuk ASN. ,” kata Fachrul (CNNIndonesia.Com/2/9/2020).

Tidak Ada Radikalisme dalam Islam
            Islam merupakan agama rahmatan lil alamiin (rahmat bagi semesta alam), sehingga ajarannya tentu menyejukkan karena berasal dari Allah swt.  Menurut Ketua Dewan Pembina Ansor Sulsel, Syekh Sayyid Abd Rahim Asegaf mengatakan, ajaran Islam rahmatan lil alamiin wajib hukumnya diterapkan sejak lahir.  Dia pun tak setuju dengan ajaran Islam yang disandingkan dengan radikal.
            Syekh Sayyid menuturkan, paham radikal dan terorisme berkembang di Britania Raya sejak abad ke-18 dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama Islam.  Karena itu, ia mempertanyakan mengapa ada pihak tertentu yang mencoba selalu mengaitkan Islam dengan isu radikalisme dan terorisme.  “Itu bukan sebenarnya bukan pada agamanya, namun merupakan kesalahan individu yang kebetulan beragama Islam, sehingga isu radikalisme dan terorisme menyerang Islam,” jelasnya.
            Dosen Fakultas Hukum Unhas, Fajlurrahman Jurdi mengatakan, radikalisme yang muncul di sebuah negara itu berasal dari modernisasi.  Dia pun menyebut radikalisme negara lebih berbahaya daripada radikalisme individual.  Dia menegaskan setiap individu dalam sebuah negara dilarang melakukan kejahatan, pun dengan dalih agama karena melanggar hak asasi manusia.  (Republika.co.id/29/9/2017)
            Disisi lain, merujuk arti radikalisme menurut KBBI di atas, jangankan untuk bertindak ekstrem dalam aliran politik, menghilangkan satu nyawa dalam Islam lebih berat dibanding dengan dunia ini.
Dari al-Barra bin Azib ra, Nabi saw bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR Nasai 3987, Turmudzi 1455 dan disahihkan al-Albani).
Lagi pula menurut Islam, politik merupakan aktivitas meri’ayah (mengurusui urusan umat), berdasarkan hukum-hukum Allah swt, sehingga didalamnya tidak ada unsur perebutan kekuasaan, karena pemimpin yang lahir dari politik Islam merupakan pemimpon pilihan rakyat yang dibaiat semata-mata untuk meri’ayah, guna mendapatkan ridha Allah swt.
Sehubungan dengan khilafah, seharusnya penguasa negeri muslim yang paham akan Islam, tidak perlu phobia terhadap khilafah karena Al Khilafah ialah suatu susunan pemerintahan yang diatur menurut ajaran agama Islam, sebagaimana yang dibawa dan dijalankan oleh Nabi Muahmmad saw, semasa beliau hidup dan kemudian dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Talib).  Kepala negaranya dinamakan khalifah.
Al Khilafah dapat ditegakkan dengan perjuangan umat Islam yang menurut keadaan dan tempat masing-masing umat, baik berbentuk nasional untuk sebagian kaum muslim yang merupakan suatu bangsa yang memperjuangkan suatu negara yang telah mereka tentukan batas-batasnya,sebagaimana telah terjadi mulai dari Khilafah Umawiyah, Abbasiyah dan lain-lain sesudah itu.  Khilafah-khilafah itu diakui dan ditaati oleh ulama muslim atau pun berbentuk umum (internasional) untuk seluruh Islam sedunia.
`Adapun hukum membentuk khilafah, kaum muslim (ijma yang mu’tabar) telah bersepakat bahwa hukum mendirikan khilafah itu adalah fardhu kifayah atas semua kaum muslim.
  Allah swt berfirman,”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh ia akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhaiNya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa” (An Nur : 55).
(Sulaiman Rasjid, dalam bukunya Fiqh Islam).
            Semoga dengan adanya informasi dan pengetahuan yang cukup tentang radikalisme, serta ajaran-ajaran Islam misalnya khilafah, dapat membuat pemerintah lebih bijak lagi melabeli / mencap umat Islam dengan radikalisme, apalagi kalau umat mengemban dakwah khilafah, semoga tidak dipersekusi dan lain sebagainya.  Wallahu’alam bishowab[].

Post a Comment

Previous Post Next Post