Iming-iming Kesetaraan Upah Buruh Penghancur Keluarga


Oleh : Nur Fitriyah Asri 
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, AMK

Untuk pertama kalinya, Indonesia bersama dunia memperingati Hari Kesetaraan Upah Internasional pada tanggal 18 September 2020.
Peringatan tersebut sebagai tonggak komitmen wujud kepedulian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tehadap hak asasi manusia dan menentang segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak.Termasuk menyoroti kesenjangan upah antara perempuan dan laki-laki. 

Setiap perempuan berhak mendapatkan kesetaraan dengan laki-laki dalam berbagai hal termasuk perolehan upah kerja.
Menurut Kementerian Keuangan, kurang dari 50 persen perempuan bekerja di angkatan kerja sebagai profesional dan hanya 30 persen menduduki posisi manajerial. Itu pun dibayar lebih rendah, sehingga memperoleh pendapatan sekitar 23 persen jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Adapun menurut data global, perempuan dibayar lebih rendah dibanding laki-laki, dengan kisaran 16%. Kesenjangan ini lebih besar lagi, bagi perempuan yang memiliki anak. Tentu saja berdampak buruk bagi ekonomi perempuan. Lebih-lebih pada masa sulit di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.

Kesenjangan itu berdampak pada ekonomi perempuan, dan keluarga.
Kendatipun perempuan berpendidikan tinggi D3, D4, atau sarjana, tidak mempersempit kesenjangan upah, bahkan mendapatkan upah yang lebih rendah dibanding laki-laki. Sementara kaum buruh perempuan juga tidak mendapatkan cuti haid, cuti melahirkan, bahkan cenderung diperlakukan semena-mena. Umumnya perempuan masih banyak bekerja di informal, sehingga tidak mendapatkan jaminan asuransi kesehatan maupun jaminan sosial.

Karena itu Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan UN Women, serta bekerja sama dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD), terus akan mempromosikan kesetaraan upah bagi kaum buruh perempuan. (Kumparan.com. 19/9/2020)

Dalam sistem demokrasi-kapitalisme, kesejahteraan perempuan jauh panggang dari api. Tingginya angka kemiskinan, pengangguran, eksploitasi dan diskriminasi, bukan disebabkan oleh kesenjangan upah buruh dan akibat adanya pandemi Covid-19. Tetapi, jauh dari itu disebabkan oleh sistem sekularisme yang diadopsi negara ini. Sistem buatan manusia yang merusak dan menyesatkan, karena menafikan agama tidak boleh mengatur kehidupan, baik dalam keluarga, bermasyarakat maupun bernegara. Akibatnya terjadi kerusakan di semua lini kehidupan.

Dalam sistem demokrasi-kapitalis, kemiskinan adalah suatu keniscayaan. Sebab, kekayaan dikuasai oleh pemilik modal. Kemiskinan inilah yang berpengaruh terhadap kerentanan keluarga. Hal ini pula yang mendorong kaum perempuan mencari kerja. Berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari, bahkan ada yang sampai malam hari, dan ini terus berulang. Bagaimana dengan tumbuh kembang anak yang tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang ibundanya. Terjadilah kenakalan remaja, pergaulan bebas, miras, narkoba dan lainnya. Begitu juga suami yang kurang perhatian, akan mencari kesenangan di luar.

Itulah basa-basi khas sistem sekuler dalam mengatasi masalah kaum perempuan. Menggiring perempuan bekerja dengan iming-iming uang untuk pengentasan kemiskinan dengan alasan pemberdayaan ekonomi perempuan. Sesungguhnya, pekerja perempuan hanya dijadikan pendulang untuk meraup pundi-pundi, karena tenaganya murah. Jadi, bohong jika  memperjuangkan kesetaraan upah buruh perempuan. Terbukti sudah 60 tahun yang lalu tepatnya tahun 1958 Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 100 tentang kesetaraan upah. Mana hasilnya?

Hanya sekadar janji-janji manis, untuk membius kaum perempuan agar tertarik dengan dunia kerja di sektor publik. Sebab, fakta kesenjangan upah yang diselesaikan dengan mendorong perempuan bekerja, sama artinya menggiring perempuan mendekati bahaya yang mengintainya (pelecehan seksual, perselingkuhan, eksploitasi, KDRT, dan lainnya). Yang pada akhirnya menyebabkan hancurnya sebuah keluarga.

Sejatinya itulah yang diinginkan kaum feminis pejuang gender, untuk menjauhkan kaum perempuan dari syariatnya. Tanpa disadari dengan bekerja telah berbuat maksiat dengan ikhtilat (campur baur), berkhalwat (berdua-duaan), tabarruj (memamerkan kecantikannya pada orang asing/ nonmahram dan membuka aurat. Umumnya perempuan pekerja baqa'nya tinggi tidak mau bekerja di ranah sumur, dapur dan kasur. Merasa derajatnya tinggi karena memperoleh gaji, akibatnya sulit diatur. Dampaknya, perempuan gampang gugat cerai. Jadi, jelas sekali bahwa perempuan yang bekerja di ranah publik umumnya melalaikan tugas pokoknya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sebab, tenaganya tinggal sisa-sisa terkuras habis,  didera kelelahan yang amat sangat. Ujung-ujungnya mudah terpancing emosinya, sehingga menyulut pertengkaran. Hal ini jika terus berulang akan mengancam ketahanan keluarga.
Semua itu, merupakan bentuk penjajahan musuh-musuh Islam untuk menghadang tegaknya khilafah.

Sesungguhnya dalam Islam tidak melarang perempuan bekerja. Karena hukumnya mubah, artinya jika dilakukan tidak mendapat apa-apa, begitu juga dengan meninggalkannya.

Sejatinya Islam datang untuk memuliakan perempuan. Semua sudah diatur secara rinci hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Islam memandang bahwa antara laki-laki dan perempuan adalah sama. Yang membedakan adalah ketakwaannya, sebagaimana firman Allah dalam
(QS. al-Hujurat [49]: 13)

يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقۡنٰكُمۡ مِّنۡ ذَكَرٍ وَّاُنۡثٰى وَجَعَلۡنٰكُمۡ شُعُوۡبًا وَّقَبَآٮِٕلَ لِتَعَارَفُوۡا‌ ؕ اِنَّ اَكۡرَمَكُمۡ عِنۡدَ اللّٰهِ اَ تۡقٰٮكُمۡ‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيۡمٌ خَبِيۡرٌ

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti." (QS. al-Hujurat [49]: 13)

Islam juga mengatur hubungan antara suami istri seperti persahabatan yang saling melengkapi dan menguatkan berdasarkan keimanan dan ketakwaan. Laki-laki sebagai pemimpin di dalam rumah tangganya. Islam mewajibkan perempuan menaati suami, selama tidak melanggar syara'.

Islam mewajibkan perempuan sebagai ummun warabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga), yaitu ibu pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya, untuk mencetak generasi cemerlang dan ibu mengatur rumah tangganya. Sehingga memberikan suasana yang tenang, menyenangkan dan membahagiakan keluarganya.

Pun demikian Islam mewajibkan perempuan beramar makruf nahi mungkar, juga menuntut ilmu. Membolehkan perempuan bekerja, dengan syarat tidak boleh meninggalkan kewajibannya sebagai ummun warabbatul bait.
 
Adapun nafkah, perempuan di jalur walinya, jika tidak mempunyai wali, maka negara yang mengambil alih. Oleh sebab itu Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja untuk yang 
membutuhkannya.

Aturan-aturan tersebut tertuang dalam firman Allah QS. an-Nisa [4[: 34)

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. an-Nisa [4]: 34)

Sungguh hanya Islam yang menjamin kesejahteraan dan memuliakan perempuan. Sebab Islam agama yang sempurna berasal dari Allah Yang Maha Sempurna, sebagai pedoman hidup dan problem solving dengan tuntas dan memuaskan, tanpa menimbulkan masalah.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post