DIBALIK PROGRAM SERTIFIKASI DA’I DAN DERADIKALISASI


Oleh : Sahiyah

Ibu Rumah tangga

Penggantian judul program “Sertifikasi Da’i/Penceramah” menjadi “Da’i/Penceramah Bersertifikasi” yang dilakukan oleh Kementrian Agama RI menuai protes dan penolakan dari berbagai pihak termasuk MUI sendiri.

Program tesebut berganti tajuk menjadi “Bimbingan Teknis Perceramah Bersrtifikasi” dengan alasan agar para da'i memiliki kompetensi menghadapi tantangan jaman. Judul bisa berganti tetapi substansinya tetaplah sama, yaitu sama-sama dilandasi motif “deradikalisasi” sebagaimana dinyatakan oleh Menag sendiri bahwa program Penceramah Bersertifikat dimaksudkan untuk mencegah penyebaran paham radikalisme. (cnnindonesia.com, 03/09/2020)

Da’i/penceramah hakikatnya adalah orang yang menyampaikan ajaran Islam apa adanya. Karena itu merupakan kewajiban para da’i untuk mengajak umat agar mengamalkan seluruh ajaran Islam. Para da’i pun harus mendorong umat untuk mengamalkan Islam secara total, baik ibadah ruhiyah seperti sholat, shaum, zakat, haji, maupun ibadah yang terkait muamalah seperti uqubat, jihad, kewajiban menegakkan khilafah dan yang lainnya. Hal tersebut berdasarkan firman Allah Swt. yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh nyata bagi kalian.” (TQS. Al-Baqarah, 2: 208)

Karena itulah para da’i yang menyampaikan seluruh ajaran Islam termasuk  khilafah dan jihad , tidak layak dicap “radikal” dalam makna yang negatif. Terlebih tidak layak lagi jika dilakukan upaya “deradikalisasi” terhadap mereka, melalui program “sertifikasi da’i” atau program “Bimbingan Teknis Penceramah Bersertifikat”. Jelas ini program yang ngawur.

Sejatinya deradikalisasi adalah lawan dari radikalisasi yang selama ini dianggap sebagai biang munculnya aksi-aksi kekerasan/terorisme. Namun, sesungguhnya tidak ada bukti sama sekali bahwa aksi-aksi kekerasan dilakukan oleh ajaran Islam. Demikian juga para da’i/penceramah yang dituding radikal. Tak satupun dari mereka yang terbukti pernah melakukan aksi kekerasan, apalagi terorisme. Yang ada adalah banyaknya da’i/penceramah yang makin bersikap kritis terhadap pemerintah. Karena para da’i/penceramah sebagai penyambung lidah umat, merasakan betul berbagai kezaliman yang dialami rakyat kebanyakan dibawah rezim sekuler saat ini.

Program deradikalisasi jika dipaksakan akan memicu perlawanan dari kaum muslimin, ujung-ujungnya bisa memunculkan konflik antara umat Islam dan pemerintah. Ajaran Islam terus disudutkan padahal masih banyak permasalahan bangsa ini yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Penanganan wabah yang carut-marut, korupsi yang semakin menggila, utang menumpuk, pengangguran dan seabreg permasalahan lainnya. Menggulirkan program sertifikasi da'i berlandaskan deradikalisasi jelas tidak relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.

Sudah saatnya pemerintah menyadari berbagai keterpurukan yang melanda negeri ini akibat tidak diterapkannya syartiat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Pemerintah seharusnya segera berpaling pada syariat Islam dan khilafah yang pasti mampu menyelesaikan semua problem yang mendera bangsa ini. Alih-alih menerapkan yang ada malah menuduh syariah dan khilafah sebagai ancaman sekaligus menuding para pengusungnya sebagai kaum “radikal". Maka tepatlah sikap penolakan terhadap program di atas ditunjukkan oleh kaum Muslimin.

Wallahu ‘alam bi ash shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post