Agenda Politik dibalik Kriminalisasi Aktivis Islam?


Oleh: Yasmin Ramadhan
(Komunitas Muslimah untuk Peradaban)

Marak upaya penangkapan aktivis Islam. Upaya ini seperti tersistematis, seakan menunggu momen saat mangsa lengah dan terpeleset. Dengan atau tanpa aduan, para aktivis Islam ditangkap, di sidang hingga opini media yang tak fair.
Terjadi di Banua, tepatnya di Kotabaru. Seorang aktivis Islam ditangkap karena postingannya di Facebook (kalsel.prokal.co, 16/07/2020). Padahal isinya hanya mendakwahkan ajaran Islam, khilafah. Pasal 29 UUD 1945 telah menjamin pemeluk agama untuk menjalankan agamanya termasuk mendakwahkan ajaran Islam.
Despianoor nama aktivis Islam tersebut. Kasusnya telah masuk ke meja persidangan. Ia adalah orang kesekian dari sejumlah aktivis Islam yang ditangkap dengan alasan absurd. Sebelumnya ada Ali Baharsyah, video kritisnya pada pemerintah justru berujung bui dengan dugaan makar. 
Tidak hanya aktivis Islam, tapi juga ulama dikriminalisasi. Ustadz Ismail Yusanto mendapat surat laporan karena mendakwahkan ajaran Islam dan memakai embel-embel organisasi tertentu, yaitu HTI. 
Menurut Chandra Purna Irawan, S.H, M.H, ketua LBH Pelita Umat, pengacara sekaligus aktivis hukum, Perppu no.2 tahun 2017 tentang Ormas hanya mencabut Badan Hukum Perkumpulan (BHP) HTI dan membubarkan. Tidak ada putusan Pengadilan yang menyebutkan bahwa HTI organisasi terlarang. Di dalam Perppu no.2 tahun 2017, tidak ada satu pasal atau norma yang melarang dan memberi sanksi hukum bagi orang yang menjadi pengurus dan anggota yang BHP dicabut dan bubar.
Jelaslah, semua tindakan hukum terhadap aktivis Islam menjadi mengada-ada. Apalagi jika ditarik ke belakang, berapa banyak aktivis juga ulama yang telah dikriminalisasi. Bahkan ada yang telah merasakan dinginnya penjara. Sebutlah Ustadz Bachtiar Nasir yang dijerat dengan kasus money laundry. Habib Bahar, dijebloskan ke penjara karena laporan ada tindakan kekerasan. Ahmad Dhani, dibui dengan jerat UU ITE. Dan masih banyak lagi.
Banyak pengamat yang menilai bahwa kriminalisasi aktivis Islam dan Ulama adalah sebuah agenda politik yang tersistem. Penilaian ini menjadi wajar karena secara kasat mata kita bisa menemukan indikasi ke arah itu.
Pertama, aktivis Islam dan Ulama yang dikriminalisasi adalah yang kritis terhadap pemerintah. Mereka membelalakkan mata rakyat dengan menyuguhkan bukti-bukti ketidakbecusan pemerintah dalam mengatasi persoalan negeri.
Kasus korupsi yang menggurita. Kebangkrutan BUMN. Kegagapan menangani pandemi, dan lain-lain. Diungkap secara gamblang oleh para aktivis Islam dan Ulama, lengkap dengan akar persoalan juga solusinya. 
Jelas akan mengusik ketenangan rezim yang ingin terus berkuasa dan meraup kekayaan. Meskipun dengan menghalalkan segala cara hingga zalim pada rakyat.
Kedua, ketidakadilan yang nyata. Kerasnya jepretan dari pasal karet UU ITE hanya pada aktivis Islam. Yang notabene hanya mendakwahkan Islam. Di sisi lain, ada para buzzer yang kerjanya menghina Islam serta memecah belah, tak satupun dari mereka yang di penjara.
Permadi Arya alias Abu Janda dengan video viralnya yang menyebut Al-Qur'an mengajarkan terorisme. Sampai saat ini masih leluasa berkoar-koar menebar kebencian pada Islam. Deny Siregar, yang menuduh santri sebuah pesantren dengan sebutan calon teroris. Hingga kini laporannya tak diproses kepolisian. Ade Armando, setali tiga uang dengan mereka berdua, masih bisa membela Puan yang telah terpeleset lidah tentang Sumatera Barat.
Sangat jelas, kriminalisasi ini hanya untuk aktivis Islam dan Ulama yang kritis dan ingin memperbaiki kondisi umat.
Menghadapi kenyataan di atas, ada beberapa hal yang harus kita lakukan. Pertama, menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap aktivis Islam dan Ulama. Karena yang dilakukan oleh para ulama dan aktivis Islam hanyalah dakwah. 
Dakwah adalah menyeru manusia untuk kembali kepada Rabbnya, kembali ke jalan yang benar. Dan mengembalikan manusia pada hakikat penciptaanya yaitu sebagai hamba Allah. Hingga menjadikannya mencintai apa-apa yang Allah ridho serta membenci segala hal yang Allah murkai. 
Menjelmalah ia sebagai muslim yang berprinsip selalu memberi manfaat pada siapapun dan apapun. Dan konsisten dalam amar makruf nahi mungkar demi keselamatan seluruh umat manusia. Lantas, apa yang dikhawatirkan dari dakwah?
Kedua, terus menyuarakan kebenaran. Ada agenda politik untuk membungkam suara kritis umat Islam. Dan agenda politik ini lahir dari sistem demokrasi yang bertranformasi menjadi oligarki. 
Ketika sebuah negara dikendalikan oleh sekelompok pemodal yang bersekongkol dengan penguasa. Mindset untung rugi dalam menyediakan fasilitas publik jelas sangat merugikan rakyat, namun menguntungkan para kapital.
Persekongkolan ini begitu nyata, hingga jiwa rakyat terusik oleh ketidakadilan serta kezaliman ini. Ghirah dakwah amar makruf nahi mungkar untuk menghentikan kezaliman ini bangkit. Dan untuk meredamnya perlu ditakut-takuti dengan hukuman. Itulah agenda politik dibalik Kriminalisasi Ulama dan aktivis Islam.
Ketiga, jangan pernah takut menyuarakan kebenaran. Karena sepanjang sejarah manusia, kebenaran selalu menang. Kezaliman pasti akan tumbang, sehebat dan sebesar apapun kekuatannya. 
Lihatlah Fir'aun justru tenggelam dan mati di puncak kejayaannya. Raja Namrud, tak berdaya hanya karena seekor lalat. Keduanya begitu sombong dan menolak ajaran Nabi, utusan Allah. 
Mustafa Kamal Attaturk, mati terhina, jenazahnya mengeluarkan bau yang menyengat dan abadi hingga kini, jasadnya yang tak diterima bumi. Kehinaan itu diperlihatkan Allah pada kita, karena perbuatannya meruntuhkan Khilafah, menolak sistem pemerintahan warisan Rasulullah sekaligus ajaran Islam.
Tentu suatu kemuliaan bagi pembela kebenaran. Sebaliknya, kehinaan bagi pelaku kezaliman. Tidakkah kita ingin mendapatkan kemuliaan itu? Laa takhof wa laa tahzan innallaha ma'ana. Wallahu a'lam []

Post a Comment

Previous Post Next Post