Sekuleris Bikin Miris, Saatnya Kembali kepada Solusi Islam Praktis

Oleh : Milyani Lim 
(Motivator dan Aktivis Dakwah)

Tak ada yang menapikkan keindahan Hagia Sophia. Bagi sesiapa saja yang melihatnya, sudahlah tentu tak akan ada rasa bosan kala memandang setiap sudut arsitekturnya yang khas. Ungkapan  kagum selalu terlontar dari sesiapa saja yang mengunjunginya.

Ya, begitulah kesan kala dihadapkan dengan bangunan bersejarah bernama Hagia Sophia. Sebuah bangunan yang sangat khas ala Turki. Rasa kagum akan kemegahan Hagia Sophia tiada habisnya terlebih saat kita tahu kisah yang terkandung didalamnya. Bahwa, sungguh erat kaitannya antara Hagia Sophia dengan penaklukan Konstantinovel oleh Sultan Muhammad Al-fatih.

Kini Hagia Sophia telah kembali difungsikan dari Museum menjadi Masjid. Hal ini sungguh membuat rasa haru sekaligus kebanggaan tersendiri bagi umat Islam khususnya. Ya, bagaimana tidak? bangunan yang menakjubkan ini menjadi salah satu Icon Islam saat Konstantinovel berhasil ditaklukkan Muad Al-Fatih beserta para tentaranya. Hal ini bisa menjadi amunisi besar umat Islam untuk memperjuangkan tegaknya kembali ke Khilafahan. Sebagaimana yang tertulis di sebuah Sambul terbitan Gercek Hayat terbitan 27 Juli

"Sekarang Hagia Sophia dan Turki bebas; bersiaplah untuk kekhalifahan," 

Namun sebagaimana biasanya, kebenaran yang hakiki tidak akan bisa lahir dan muncul dengan mudahnya tanpa ada halangan dan rintangan yang hebat. Maka begitulah yang terjadi di Turki saat Majalah Gercek Hayat ini diterbitkan. Banyak pro dan kontra yang bermunculan disana-sini, terkhususnya dari pihak-pihak partai Nasional yang dengan terang-terangan menolak seruan Khilafah. Mereka bahkan mencoba menyakinkan masyarakat Turki bahwa Turki akan tetap menjadi Republik Sekuler.

Sebagaimana yang dilansir dari WartaEkonomi.co.id (29/7/2020) bahwa, Juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pada Senin (27/7/2020) meyakinkan kaum skeptis bahwa Turki akan tetap menjadi republik sekuler setelah majalah Gercek Hayat menimbulkan kegemparan dengan menyerukan pembaruan kekhalifahan. 

Mereka beranggapan bahwa, untuk memperbaharui kekhilafahan tidak bisa dilakukan tanpa kekerasan dan pertumpahan darah. Dengan dalih ini mereka beralasan untuk tidak menyetujui pembaruan ini, sekaligus sebagai bentuk untuk mempertahankan Republik Sekuler Turki.

"Menimbang bahwa seruan pembentukan kekhalifahan tidak dapat diwujudkan dalam hukum, dengan cara tidak bersenjata dan damai, jelas tindakan para tersangka menghasut orang-orang untuk melakukan pemberontakan bersenjata," ujar Asosiasi Pengacara Ankara (Republika.co.id, 28/7/2020)

Sekulerisme Akar Permasalahan

Alasan seperti ini menjadi senjata ampuh bagi mereka untuk merasuki dan menakut-nakuti masyarakat Turki. Dari sini nampak jelas bagaimana mereka menolak penerapan syariat Islam dalam kehidupan. Padahal didalam Islam telah terpapar jelas larangan untuk menumpahkan darah saudara seakidah. Rasulullah sendiri tidak pernah melakukan dan mencontohkan hal seperti itu. Jika masih ada jalan lain selain peperangan, maka hal itu akan dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

Tidak hanya sampai disitu, selain penolakan akan pembaruan kekhilafahan yang digagaskan, namun seluruh solusi permasalahan kehidupan yang berasal dari Islam ditolak dengan gamblangnya oleh antek-antek Sekuler Kapitalis. Seperti apa yang terjadi di tanah air kita saat ini, Indonesia. Negeri dengan penduduk yang mayoritasnya adalah umat Islam. Setiap ulama ataupun aktivis dakwah menyuarakan tentang Islam, pemerintah dengan segera mengerahkan seluruh kekuasaan untuk menanganinya, bahkan sampai dikeluarkannya kebijakan dan UU untuk menangani masalah ini. Habib Ali Baharsyah misalnya, yang langsung ditangkap karena menyuarakan Syariat Islam.

Hal ini semakin memperjelas bahwasannya sistem sekuler kapitalis akan berusaha terus menerus untuk menghambat tegaknya Khilafah Islamiyyah. Namun bagaimana juga, cepat atau lambat umat pasti akan sadar akan keburukan dari penerapan sistem Sekuler Kapitalis ini. Dari Covid-19 ini sudah mulai terlihat kesadaran dari umat Islam. Penanganan yang diberikan oleh pemerintah saat ini terkait dengan Covid-19 sangat jauh sekali dari kata puas.

Banyaknya kemiskinan yang terjadi bahkan sebelum Covid-19 ini pun kian semakin memburuk. Belum lagi dengan ditetapkannya peraturan New Normal yang membuat kurva kasus Covid-19 di Tanah Air menjadi sangat mengkhawatirkan. Lebih dari seribu kasus baru yang terjadi dalam sehari dan sudah berapa ribu nyawa yang berguguran disana? Mulai dari masyarakat umum sampai di kalangan tim Medis yang bertugas sebagai garda terdepan.

Sekelebat peraturan dan kebijakan yang diambil untuk mengatasi kasus Covid-19 sama sekali tidak ada perubahan. Sebab solusi dan juga hukum hukum lainnya yang diambil bertumpu pada akal dan kenyataan panca indera yang sewaktu waktu bisa saja berubah oelh faktor waktu, tempat dan keadaan. Inikah yang menyebabkan hukum itu tidak dapat memberikan pegangan yang kokoh serta jaminan yang adil.

Kenyataan hukum buatan manusia dalam sistem sekuler kapitalis ini jelas berbeda dengan hukum syariah dalam Islam. Syariah Islam bersandar kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah sehingga tidak dapat begitu saja diubah oleh akal manusia demi waktu, tempat dan keadaan. Hal ini berlaku karena Syariah Islam berasal dari Allah SWT, yang hanya Dia yang berhak menentukan hukum. Dengan inilah Syariah Islam menjadi hukum yang stabil sehingga dapat memberikan kepastian hukum yang adil dan terpercaya.

Syariah memberi kategori pahala-dosa, hak-bathil serta halal-haram terhadap segala sesuatu, sehingga mudah dilaksanakan dengan akal sehat. Syariah jupa mempunyai potensi yang sangat kuat untuk membentuk akhlak mulia yang akan menampilkan penegak hukum yang jujur, adil dan benar. Dan ini hanya dapat dijumpai dalam penerapan Islam secara menyeluruh didalam setiap sendi kehidupan. Wadah untuk penerapan inilah yang disebut dengan Khilafah.

Khilafah Solusi Praktis

Bukti sejarah mencatat bahwa, lebih dari 13 abad Islam memimpin peradaban dunia melalui Islam yang Kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyyah. Kejayaan Islam ini juga telah diakui oleh para pengamat yang jujur, Will Durant dalam Story' of Civilization mengatakan, "Para Khalifah telah memberi keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka "

Pengakuan yang jujur ini bahkan dimantapkan lagi oleh Carleton S dalam Technology, Business, and Our of Life; What's Next (2001) yang menegaskan, "Peradaban Islam merupakan peradaban yang paling besar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan negara adidaya kontinental yang terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain. Tentaranya merupakan gabungan dari beberapa bangsa yang melindungi perdamaian dan kemakmuran yang belum pernah dikenal sebelumnya."

Hal ini terjadi hanya dengan satu syarat, yakni Islam dianut secara totalitas, tidak dipilih-pilih, seperti saat ini yang menyebabkan Islam dipandang sebelah mata bahkan hina. Maka sudah sepantasnya kita umat Islam untuk kembali kepada fitrah kita sebagai manusia yang lemah dan terbatas serta perlu untuk diatur oleh Sang Pencipta. Mari kita tinggalkan Sekuler Kapitalis dan kembali kepada Islam semata dan satu - satunya solusi. Wallahu'alam-bishoab.
Previous Post Next Post