Sekolah Tatap Muka, Antara Harapan dan Minimnya Persiapan


Oleh: Shobrina Syahidah

(Aktivis Dakwah Kampus)

Baru-baru ini tersiar kabar tentang keputusan Mendikbud tentang diperbolehkannya pembelajaran dengan tatap muka bagi SMK dan perguruan tinggi. Apakah kabar tersebut menjadi angin segar bagi para pelajar karena sudah melampaui titik kejenuhannya selama daring saat masa pandemi? Ataukah hal itu menjadi suatu keputusan yang hanya didasarkan pada kepentingan tertentu?

Dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual pada Jum’at (7/8/2020), Ia mengatakan, "Untuk SMK maupun perguruan tinggi di semua tempat boleh melakukan praktik di sekolah, yaitu pembelajaran produktif yang menetapkan protokol. Yang harus menggunakan mesin, laboratorium ini bisa untuk melaksanakan praktik tersebut," kata Nadiem. Namun Ia tetap menegaskan bahwa protokol kesehatan harus tetap dilakukan secara ketat.

Keputusan tersebut tentu saja memiliki alasan tertentu, pada satu sisi sekolah dengan tatap muka menjadi tuntutan dan harapan banyak pihak agar tercapai target pembelajaran dan menghilangkan kendala belajar. Namun, sayangnya pemerintah merespon dengan kebijakan sporadis, tidak terarah dan memenuhi desakan publik tanpa diiringi persiapan yang memadai agar risiko bahaya bisa diminimalisir. 

Kebijakan pemerintah mengenai hal tersebut, agaknya terlihat dipaksakan apabila memperhatikan keadaan penyebaran covid yang tidak merata. Ada wilayah yang masih dalam keadaan zona merah, kuning, dan ada juga yang sudah zona hijau. Apabila kebijakan ini dilaksanakan, maka tidak ada jaminan terhadap zona yang telah hijau akan tetap hijau. Pun demikian pada zona kuning ataupun merah meski protokol kesehatan diterapkan secara ketat. Sehingga tidak mengherankan apabila kebijakan yang dikeluarkan berubah-ubah, karena zona penyebaran yang tidak merata.

Selain itu, apabila ditinjau dari tujuannya maka akan didapati bahwa kebijakan ini tidak memiliki arah yang pasti pada tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Hal tersebut bukanlah suatu hal yang aneh, karena kualitas pendidikan saat ini hanya difokuskan agar para lulusannya dapat bersaing baik dalam dunia kerja. Maka sudah menjadi suatu keniscayaan untuk tetap menjaga kualitas para pelajarnya agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Dengan demikian pemerintah mengizinkan semua SMK dan PT di semua zona untuk belajar dengan tatap muka agar bisa praktik, namun disisi lain tidak diimbangi penyiapan protokol yang tepat. 

Desakan dari masyarakat juga memiliki andil atas dikeluarkannya kebijakan pemerintah ini. Kejenuhan yang telah mencapai titik puncak, telah mendorong para pelajar untuk meminta pemerintah agar dilaksanakannya pembelajaran seperti biasanya. Apabila melihat fakta kebelakang hingga saat ini, mereka merasa kecewa dengan pembayaran SPP, UKT dan lainnya yang hanya mengalami sedikit penurunan. Namun disisi lain, juga harus menyiapkan kuota dan fasilitas teknologi lainnya agar dapat mengikuti pembelajaran secara daring.

Meski pemerintah mengizinkan penggunaan dana BOS untuk keperluan kuota internet, namun masalah yang beriringan dengannya, yakni tidak adanya jaringan internet memadai tidak dicarikan solusinya.

Semua fakta diatas adalah sesuatu yang tidak terbantahkan dan dapat dibuktikan. Hal itu menunjukkan lemahnya sistem sekuler mengatasi masalah pendidikan. Hal ini  terjadi akibat tersanderanya kebijakan dengan kepentingan ekonomi dan tidak adanya jaminan pendidikan sebagai kebutuhan publik yang wajib dijamin penyelenggaraannya oleh negara.

Apabila kita hendak menguraikan fakta masalah yang kita hadapi, seharusnya yang menjadi perhatian utama ialah menyelesaikan masalah penyebaran virus itu sendiri. Kemudian mengarahkannya pada penyelesaian kebutuhan ekonomi masyarakat. Ketika hal itu menjadi fokus utama yang harus diselesaikan, maka masa pandemi tidak akan berlarut-larut hingga saat ini. 

Mengenai sistem pendidikan, sebuah negara harus memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam mengarahkan para generasi penerus bangsa ini. Hal ini dilakukan dengan mencetak para pemikir umat, bukan pelayan para perusahaan asing dan swasta. 

Penyelesaian diatas tidak dapat dilaksanakan secara individu ataupun kelompok. Oleh karena itu, maka  membutuhkan kekuasan pemerintah agar terkoordinir secara pasti dan terarah. Namun, harapan ini tidak akan bisa kita gantungkan pada sistem yang tidak menjadikan visi dan misinya untuk menyejahterahkan umat manusia. 

Apabila hendak bergantung agar penyelesaian masalah yang terjadi hingga saat ini, maka hukum tersebut harus berasal dari sumber yang paling memahami manusia, yakni bersumber dari Rabb alam semesta yaitu Allah swt. Sistem tersebut ialah sistem Islam, yang sistem pendidikannya telah terbukti mampu menghasilkan generasi yang cemerlang

Allahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post