Polemik POP

Oleh : Baiq Famila Hendrawati 
(mahasiswi penerimaan manfaat BCB)

Di tengah kondisi Indonesia yang belum pulih keadaannya terkait adanya pandemi covid 19. Muncul polemik baru di dunia pendidikan di tanah Air. Pada Awal Maret 2020 menteri pendidikan dan kebudayaan Nadiem Makarim, mengeluarkan sebuah program dalam dunia pendidikan yaitu POP (program organisasi penggerak). 
POP merupakan salah satu program dari kebijakan merdeka belajar.

Namun belum saja berjalan sejumlah organisasi masyarakat dan organisasi pendidikan menyatakan mundur dari POP(program organisasi penggerak). Ada tiga organisasi yang menyatakan mundur, yaitu Majelis pendidikan dasar dan menengah(dikdasmen), pimpinan pusat (PP) Muhammadiyah, Lembaga pendidikan Ma'arif nahdatul ulama(LP Ma'arif NU) dan PGRI persatuan guru republik Indonesia (PGRI).

Dari beberapa sumber organisasi ini mundur karena menteri Nadim bersama jajarannya memasukkan Sampoerna Foundation, dan Tanoto Foundation ke dalam daftar penerima hibah dari Kemendikbud.

Hal ini dianggap langkah yang tidak etis karna sejatinya kedua lembaga ini adalah pihak yang dinilai tidak membutuhkan hibah dari APBN.

Lalu apa sebenarnya POP, program organisasi penggerak merupakan program pemberdayaan masyarakat yang melibatkan organisasi secara masif melalui dukungan pemerintah, untuk meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah melalui model pelatihan. Alurnya ormas membuat pelatihan kemudian Kemendikbud memberikan dana.

Perihal POP salah satu anggota  DPR RI fraksi partai Gerindra  Fadli Zon   kemudian mengangkat suara, Fadli menjelaskan POP harus di berhentikan, menurut beliau setidaknya ada 5 alasan kenapa POP perlu diberhentikan.

Pertama, payung hukumnya belum jelas.

Kedua, soal kepantasan menyoroti kepantasan Kemendikbud memprioritaskan program ini yang anggarannya mencapai Rp 595 miliar.

Ketiga, proses seleksi bermasalah.

Keempat, kementerian mengabaikan rekam jejak organisasi yang terlibat dalam program ini.

Dan yang kelima ada dugaan conflict of interest, lolosnya putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation sebagai organisasi penggerak bukan hanya bermasalah secara etis mengingat dua lembaga itu punya afiliasi dengan perusahaan besar, tapi juga di duga conflict of interest.

POP menimbulkan tanda tanya 

Mengapa harus ada POP? Apakah negara tidak mampu menjalankan perannya untuk mewujudkan guru dan tenaga pendidik yang handal ?

Mari kita berfikir sejenak, Adanya POP semakin menegaskan bahwa saat ini, negara hanyalah berfungsi sebagai fasilitator bukan penanggung jawab dan bukan pengurus langsung
Previous Post Next Post