Esok Nusantara Kembali Bercahaya

Oleh : Diana Wijayanti

Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Sebentar lagi kaum muslimin di seluruh dunia memasuki tahun baru hijriah 1 Muharam 1442 H. Meskipun tidak semeriah tahun baru Masehi tahun baru Islam memiliki sejarah yang luar biasa.

Penetapan tahun baru Islam sempat menimbulkan polemik ditengah kaum muslimin. Kapan waktu yang tepat sebagai moment terpenting dalam perjuangan Islam.

Ada lima usul penetapan tahun pertama, penanggalan Islam di waktu itu, yaitu agar tahun pertama dimulai ketika wafat Rasululullah saw, atau sejak peristiwa Isra Mi'raj, atau sejak Muhammad Saw diangkat menjadi rasul, atau sejak kelahiran Rasulullah Saw, hingga usul Ali bin Abi Thalib agar kalender Islam dimulai sejak hijrah Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke Madinah.

Usul Ali bin Abi Thalib itu diterima anggota musyawarah. Sejak 8 Rabi'ul Awal 17 H, kalender Islam ditetapkan dan digunakan secara luas di bawah panji Kekhalifahan Rasyidin. Kalender itu mulai dipakai di masa Umar bin Khattab. Karena berpatokan pada tahun hijrah Nabi Muhammad Saw, kalender itu dikenal dengan sebutan penanggalan hijriah.

Hijrahnya kaum muslimin dari Mekah ke Madinah adalah tonggak berdirinya negara Islam pertama, yang mana Rasulullah Saw diangkat sebagai kepala negara. Negara ini, diwariskan kepada kaum muslimin, dengan sebutan Khilafah Islam dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin dan dilanjutkan khilafah Bani Umayyah, Bani Abbasiyah hingga berakhir di masa Bani Utsmaniyah.

Tepat tanggal 3 Maret 1924 (28 Rajab 1342 H) khilafah itu runtuh, akibat konspirasi busuk Mustofa Kemal At Taturk dengan bantuan Inggris.

Namun saat ini, kaum muslimin kehilangan harta berharga yaitu Institusi Khilafah warisan Rasulullah Saw. Kondisi sejahtera, aman, sentosa meliputi dua pertiga dunia itu, kini berubah 180 derajat. Umat Islam mengalami kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, penganiayaan dan pembantaian tanpa ada pelindung.

Ditengah keterpurukan itu, lahirlah seorang mujadid dari negeri Syam, Syeikh Taqiyuddin An Nabhani rahimakumullah. Beliau berhasil menggali hukum dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw, berupa fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode) kebangkitan secara terperinci, detail, jernih, dan murni tanpa terkontaminasi oleh pemikiran asing.

Fikrah dan thariqah yang mendalam inilah yang mendorong Syeikh Taqiyuddin An Nabhani mendirikan sebuah partai politik internasional yang  berlandaskan Islam. Partai itu dikenal dunia dengan sebutan Hizbut Tahrir, berkiprah membangkitkan umat hingga syariah Islam secara kaffah bisa diterapkan dalam naungan Khilafah.

Sejak dakwah bermula hingga saat ini, pemikiran Islam yang dibawa Hizbut Tahrir tak pernah berubah, konsisten untuk melanjutkan kehidupan Islam. Khilafah yang awalnya dianggap 'utopia' kini menjadi perbincangan hangat dunia.

Memang, abad 21 layak disebut abad Khilafah. Dunia mendadak tak berhenti menyebut Khilafah. Terlebih di Masa Pandemi, opini Khilafah terus bergulir. Seperti bola salju yang menggelinding, menghantam segala rintangan dan lajunya semakin membesar. 

Seolah menemukan udara segar, Barat yang berusaha keras membendung dakwah Khilafah, tak kuasa menahannya. Barat mengalami dilematis disatu sisi Sekulerisme semakin tampak kerusakannya, disisi lain Islam makin diinginkan rakyat, maka langkah selanjutnya adalah mengkambing hitamkan Khilafah sebagai sumber kerusakan.

Diskursus tentang perubahan tatanan global dunia, tak dapat dipungkiri lagi. Seiring Pandemi yang melanda dunia, betul-betul dunia menyaksikan sistem Kapitalisme tak mampu memberikan pelayanan yang manusiawi di terhadap korban Covid-19, dunia stagnan bahkan disebut sebagai "The Great Lockdown", perekonomian terpuruk hingga pertumbuhan negatif.

Kecacatan sistem Kapitalisme-Selulerisme yang hanya mementingkan ekonomi dan korporasi, nyaris tak peduli dengan nyawa manusia, akan tumbang akibat serangan Covid19. Kerapuhan Kapitalisme, menuju ajalnya kian nyata.

Dunia butuh tatanan global baru yang sangat manusiawi, holistik, dan komprehensif. Hanya satu yang bisa diharapkan yaitu Sistem Islam yang diterapkan secara Kaffah dalam naungan Khilafah. Setelah Ideologi sosialis komunis runtuh kini Kapitalisme pun menuju kematiannya.

Desember 2004, salah satu lembaga intelijen Amerika Serikat, National Intellegence Council’s (NIC) merilis sebuah laporan berjudul Mapping The Global Future memprediksi 4 skenario besar dunia di tahun 2020. Salah satu skenario disebut sebagai A New Chaliphate, sebuah pemerintahan Islam global yang qmemberi tantangan terhadap nilai-nilai global (demokrasi, hak asasi manusia, dan liberalisme).

Setahun berikutnya (2005) Perdana Menteri Inggris, Tony Blair dalam sambutan pada Konggres Tahunan Partai Buruh menyatakan pentingnya perang total terhadap gerakan yang berusaha melenyapkan Israel, mengeluarkan Barat dari Dunia Islam, berupaya menerapkan syariat di seluruh dunia Islam dengan cara mendirikan negara untuk seluruh umat.

Hingga akhirnya, genderang perang terhadap umat Islam yang terus berjuang menegakkan khilafah kian sengit, setelah perang melawan terorisme tak berhasil mereka menggantinya dengan narasi perang terhadap Radikalisme.

Fokus deradikalisasi yang terus disuarakan Barat di dalam setiap Pertemuan Tingkat Tinggi, salah satunya disampaikan oleh Presiden Donal Trump.

Apa mau dikata terbitnya fajar Khilafah, sunnatullah yang telah melekat dalam keimanan kaum Muslimin. Keimanan kaum Muslimin terhadap Hari Akhir dan janji Allah SWT, berbuah penerimaan terhadap dakwah syariah dan Khilafah. 

Kokohnya dalil-dalil syariat tentang kewajiban menegakkan Khilafah sebagai kekuasaan politik yang satu bagi Muslim dunia sangat banyak bertebaran dalam khasanah kitab-kitab ulama besar Islam, di samping telah menjadi pakem dalam Alquran, as-Sunnah mupun ijma shahabat.

Diantaranya adalah perintah Allah SWT untuk berhukum hanya dengan hukum Islam dan larangan mengikuti hawa nafsu. Sebagaimana yang tertuang dalam firman Allah QS Al Maidah ayat 48.

As-Sunnah juga menjelaskan di antaranya dari riwayat Imam Muslim sebagai berikut: “Siapa saja yang mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah/Imam), maka ia mati jahiliyah.” 

Hadits Rasulullah Saw yang lain juga membahas tentang kabar gembira akan datangnya Khilafah yang kedua yaitu hadits  riwayat Ahmad, bahwa kelak akan tegak Khilafah ala min hajin nubuwah.

Juga Ijma' Shahabat, yang menjadi sumber hukum Syara' bagi kaum muslimin, bersepakat mengangkat Khalifah itu lebih utama dibanding mengurus jenazah Rasulullah Saw.

Imam Al-Haitsami menekankan: “Sungguh para Shahabat telah bersepakat-bahwa mengangkat seorang imam (Khalifah) setelah akhir zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan upaya mengangkat imam sebagai kewajiban paling penting. Faktanya mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah Saw.” (Al Haitsami, Ash-Shawaiq al Muhriqah, hlm. 7).

Sungguh keberhasilan penegakan Khilafah adalah garansi dari Pencipta Manusia, Pemilik Alam Semesta, yaitu Allah SWT. 

Kuatnya dalil Khilafah secara normatif, kebutuhan dunia secara empiris dan jelasnya jejak Khilafah di muka bumi termasuk di Nusantara secara historis merupakan faktor pendukung bagi umat Islam untuk memperjuangkannya.

Tepat pada tanggal 1 Muharam 1442 H, ada momentum spektakuler di negeri ini, yaitu penayangan film "Jejak Khilafah di Nusantara".
Film ini akan menyajikan 'link up' jejak di Nusantara  terhadap kekuasaan khilafah serta 'link down' jejak Khilafah di Nusantara.

Jangan sampai ketinggalan momen bersejarah ini, opini Khilafah  akan semakin kuat, sehingga kesadaran umat akan segera terwujud menuntut penerapan Islam Kaffah dalam naungan Khilafah. 

Sehingga negeri ini, kembali bercahaya, memancar nur Islam. Kesejahteraan, kebahagiaan dan keselamatan seluruh negeri InsyaAllah akan kembali dirasakan umat, meluas ke seluruh penjuru dunia.

Akhirnya, kaum muslimin yang menentukan pilihan, untuk bergabung dalam penegakan khilafah atau berdiam diri, bahkan menjadi penentangnya.

Beruntunglah bagi siapa saja yang mau menyambut seruan yang mulia ini, ingat hanya satu kesempatan yang  diberikan Allah SWT.

Sekecil apapun kontribusi perjuangan, InsyaAllah akan bernilai besar disisi Allah SWT. 
“Dan hendaklah ada segolongan umat yang menyeru kepada al khair, memerintahkan kepada kemakrufan dan mencegah dari kemungkaran. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran [3]: 104). 
Wallaahu a’lam bis-shawwab.
Previous Post Next Post