Dunia Pendidikan Sekuler Gagap Hadapi Pandemi

Oleh : Komariah Dahlan S. S
(Guru dan Ibu rumah tangga) 

Pandemi belum berakhir,  kebijakan pemerintah dalam setiap hal terus berganti-ganti.  Begitulah potretnya, sebagaimana dalam hal pendidikan negeri ini.  Belum selesai segala fragmen persoalan dan kendala yang muncul dari kebijakan pemerintah untuk seluruh jenjang pendidikan belajar daring (dalam jaringan/online). Dari mulai ketiadaan atau   keterbatasan perangkat penunjang belajar daring,  ketiadaan kuota internet, sampai kesulitan mendapatkan jaringan internet khususnya di daerah terpencil menjadi kendala pembelajaran daring.  Belum lagi masalah lain yang juga viral di media sosial,  yaitu kesulitan-kesulitan yang dikeluhkan para orangtua yang harus mengajarkan mata pelajaran ke anak-anak mereka ketika ada kebijakan BJJ (belajar jarak jauh) dari rumah. Menjawab keluhan-keluhan tersebut,  metode pembelajaran tatap mukapun akhirnya diambil khusus bagi sekolah yang ada di zona hijau. Namun, masalah justru muncul dengan berubahnya zona hijau tersebut menjadi zona merah kembali paska pembelajaran tatap muka. 

Kini,  di tengah itu semua, layaknya gaya trial and error,  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengumumkan sebuah kebijakan yang lain lagi yaitu membolehkan semua SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan perguruan tinggi dari semua zona hijau,  kuning ataupun merah untuk melakukan pembelajaran tatap muka , khususnya dalam pelajaran yang sifatnya praktikum (tirto, 14 Agustus 20).

Bagi sebagian pihak,  hal ini dirasa sebagai berita gembira karena hal ini mungkin menjadi 1 solusi bagi kendala-kendala yang dirasa selama belajar daring.  Terlebih hal ini ditetapkan bagi sekolah menengah kejuruan yang notabene banyak mata pelajaran yang sifatnya praktek dan terasa sangat sulit jika dilakukan secara daring. 

Sementara itu, beberapa pihak lainnya sangat menyayangkan dikeluarkannya kebijakan tersebut. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan ini dimana kebijakan sebelumnya yakni pembelajaran tatap muka di semua sekolah yang termasuk zona hijau masih belum benar-benar terevaluasi (mentrum,  11 Agustus 20). 

Telah menjadi rahasia umum bahwa bidang pendidikan negeri ini diluar pandemipun telah sangat terpuruk. Kasus-kasus bangunan sekolah yang ambruk, belum semua guru memiliki gaji yang layak demi menjalani tugas mencerdaskan anak bangsa,  akses menuju sekolah yang kurang mendukung bagi banyak peserta didik khususnya di daerah terpencil, fasilitas penunjang pendidikan yang sangat minim, anak-anak putus sekolah, hingga banyaknya kasus perundungan di lingkungan sekolah. Semua hal itu telah membuka mata khalayak bahwa di usianya yang ke 75 tahun nyatanya negeri masih sangat tertatih-tatih dalam menggapai kecermelangan dunia pendidikan. Jika demikian keadaannya dalam kondisi non pandemi,  apalah lagi ditambah dengan kondisi pandemi panjang ini. 

Aroma kegagapan pemerintah sekuler-kapitalis negeri ini menghadapi pandemi panjang virus Covid19  ini sangat kentara, dimana hampir semua kebijakan bidang pendidikan dikeluarkan tanpa mendukungnya dengan sarana dan prasarana. Hal tersebut tidaklah aneh,  karena dalam negara sekuler-kapitalis, pendidikan menjadi satu hal yang jauh berada di bawah segala kepentingan ekonomi sehingga tidak menjadi prioritas utama. Kebijakan belajar daring yang ditetapkan di awal pandemi disusul dengan keluhan ketiadaan kuota internet para peserta didik dipecahkan pemerintah dengan mengalihkan dana BOS untuk hal tersebut. Kebijakan ini memang bisa dinikmati beberapa pihak, namun tidak bagi peserta didik di daerah terpencil karena dari awal memang belum ada jaringan internet. Pemerintah berubah-ubah memberlakukan metode belajar dengan tatap muka , yang semula zona hijau saja,  namun kini kebijakan kebolehan belajar tatap muka bagi SMK dan perguruan tinggi di semua zona seolah mengabaikan bahaya penularan Covid19 yang menghantui seluruh peserta didik dan tenaga pendidik.

Sejatinya pendidikan merupakan kebutuhan dasar seluruh warga negara. Sehingga sudah semestinya pemerintah betul-betul serius dalam menelurkan setiap kebijakan dunia pendidikan. Tidak sebatas menelurkan kebijakan yang hanya dapat diakses dan dinikmati manfaatnya oleh beberapa pihak,  namun kebijakan yang harus mampu diakses dan dinikmati seluruh rakyat. Apalagi menomor sekiankan pemenuhan kebutuhan pendidikan ini. 

Islam sebagai agama yang sempurna bahkan telah jauh berabad lamanya menitik beratkan  pentingnya ilmu dengan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Sebagaimana Allah berfirman di dalam al qur'an.
"Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (al Mujadalah: 11)

Demikianlah, ayat di atas  meniscayakan jalan untuk mendapatkan ilmu yaitu berupa aktifitas pendidikan juga menjadi sangat diupayakan. Dalam hal kebutuhan pendidikan bagi rakyat,  Islam membebankannya di tangan penguasa (negara). Islam dengan sangat tegas membebankan negara untuk mengurus rakyatnya termasuk dalam hal jaminan kebutuhan pendidikan rakyat. Rosul menjelaskan hal ini dalam hadits berikut:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Untuk itu negara dan pemerintah dalam Islam harus berupaya dengan sekuat tenaga guna menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan rakyat. Negara menjamin ketersediaan faktor-faktor yang diperlukan guna berjalannya pendidikan bagi rakyat,  dari mulai ketersediaan gedung sekolah, fasilitas penunjangnya, tenaga pendidik,  dan sebagainya. Termasuk di dalamnya, jaminan bagi seluruh rakyat untuk dapat mengaksesnya. Dan semua itu dinikmati oleh rakyat secara gratis. Sebaliknya haram hukumnya negara berlepas tangan atau asal-asalan dalam mengurus dunia pendidikan ini, apalagi jika abainya pemerintah terhadap pendidikan bagi rakyat diakibatkan tersanderanya pemerintah di bawah kepentingan-kepentingan ekonomi segelintir pihak. 

Wallahu a'lam bishshowab
Previous Post Next Post