Bisnis Prostitusi Laris Manis di Kalangan Pelajar Saat Pandemi

Oleh : Amilatul Fauziyah
(Mahasiswi Pendidikan Matematika UM)

Di tengah kesempitan hidup, wajarnya seseorang akan berusaha survive bagaimanapun kerasnya upaya yang dilakukan. Bahkan dalam kehidupan serba bebas saat ini, pekerjaan apapun akan diincar asalkan mendatangkan uang meskipun tidak banyak. Apalagi untuk masyarakat yang bermindset hedonis, tutuntan gaya hidup glamour menjadi salah satu dorongan mereka memilih bisnis prostitusi. Nampaknya bisnis prostitusi telah diyakini banyak orang bisa menghasilkan uang dalam jumlah besar. Tidak hanya itu, mereka hanya membutuhkan sedikit waktu untuk akhirnya memperoleh uang sebanyak itu.
Dilansir dari kompas.com (29/7/20) demi kuota internet siswi SMP dari Batam nekat jual diri dengan tarif Rp 500.000 untuk satu kali kencan. Usianya masih 15 tahun. Melalui facebook, gadis ini menjalankan bisnisnya bersama seorang penyalur prostitusi online. Dia mengaku membutuhkan uang untuk membeli kuota internet dan keperluan sehari-hari. Tidak dipungkiri sekolah daring selama pandemi ini membuat orangtua makin keras memutar otak. Para pelajar harus menyiapkan kuota dan android yang pasti menghabiskan biaya cukup besar. Saking putus asanya, siswi tersebut sampai melarikan masalahnya kepada mafia prostitusi tanpa ada pengawasan orangtua. Penyalur prostitusi online itu berhasil ditangkap dan dikenakan pasal perlindungan anak di bawah umur 10 tahun penjara.
Bisnis prostitusi juga sangat marak di kalangan mahasiswa. Dikutip dari jogja.suara.com (14/7/20) mahasiswa Purworejo menjadi mucikari prostitusi online. Pada awalnya pelaku merekrut PSK berkedok terapis pijat. Sejak Juni lalu, pelaku memasang foto-foto korbannya itu di twitter. Praktik prostitusi berlangsung dalam hotel di mana 2 orang melayani 20 tamu hidung belang. Pada 4 Juli 2020 akhirnya mahasiswa mucikari tersebut ditangkap dan dipidanakan dengan pasal perdagangan manusia 15 tahun penjara. Sangat miris seorang intelek, mahasiswa, menceburkan diri ke dalam pekerjaan haram. Tidak sendirian dia juga menyeret pekerja seks untuk memuluskan bisnis prostitusinya.
Sebagai kaum yang digadang membawa perubahan bangsa, pelajar dan mahasiswa saat ini justru menambah catatan merah perbuatan amoral. Maka patut kita mempertanyakan ada apa dengan pendidikan di negeri ini. Bukankah pendidikan memiliki peran krusial dalam membentuk generasi yang berkarakter? Secara teks memang betul. Namun tidak pada kenyataannya. Pendidikan di negeri ini sangat meminggirkan pelajaran agama. Mahasiswa hanya mendapat 2 SKS saja untuk PAI yang artinya hanya 2 jam pelajaran setiap minggu dalam 1 semester. Sisanya 140-an SKS adalah materi akademik yang tidak berhubungan dengan unsur agama. Sedangkan sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta tidak berbeda jauh. Bagi siswa, pembelajaran sebatas transfer pengetahuan untuk mengejar nilai. Bagi guru, mengajar adalah sebatas menunaikan kewajiban.

Semua ini tidak lepas dari paradigma pendidikan yang sedang berjalan. Pendidikan Indonesia berkiblat kepada dunia Barat yang menjadikan ranking internasional sebagai ukuran. Padahal kehidupan mereka sangat menjunjung kebebasan, bagi mereka materi adalah segala-galanya. Oleh karena itu, wajar alih-alih pendidikan kita mencetak generasi berkarakter. Sebaliknya, hanya melahirkan generasi yang indivualis dan konsumtif. Jika demikian, negeri ini akan kehilangan generasi penerus yang kompeten. Di tangan mereka, masa depan bangsa tidak berbeda seperti para kacung yang dikuasai oleh asing dan kapitalis.

Selain itu, masalah pendidikan juga besar dipicu oleh sistem ekonomi dan politik. Liberalisasi pendidikan melalui program ‘Merdeka Belajar’ dan kebijakan ‘pernikahan massal’ antara pendidikan vokasi dengan perusahaan adalah bukti negara berlepas tangan. Sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan kekayaan alam milik rakyat dikuasai oleh swasta atau asing. Akibatnya masyarakat berjuang sendiri untuk mengakses pendidikan yang kian hari kian sulit. Pendidikan semakin mahal di tengah pandemi. Padahal sebelum pandemi pun permasalahan dana sudah rumit. Maka, sebenarnya penyebab menjamurnya prostitusi di kalangan pelajar adalah akumulasi dari berbagai masalah di setiap bidang. Dengan kata lain, masalah yang sedang kita hadapi adalah masalah sistemik. Sehingga membutuhkan solusi yang sistemik pula.

Kondisi ekonomi yang lesu, pendidikan yang berbelok arah, dan kerusakan moral generasi merupakan perkara alami dalam sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini meniadakan peran agama, dosa-pahala, halal-haram dalam kehidupan. Sistem kapitalisme patut disebut sebagai pelaku utama penyebab kesengsaraan masyarakat. Hal itu tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Sebab sistem Islam memiliki paradigma yang benar bagaimana mengatur hajat publik tidak terkecuali politik, pendidikan, dan ekonomi. Paradigmanya sejalan dengan esensi penciptaan manusia. Yaitu menjadikan manusia sebagai individu yang taat, berkepribadian unggul, dan mendasarkan perbuatannya pada keimanan. Tidak akan ada campur tangan asing yang kebablasan sebagaimana saat ini hingga melalaikan tanggung jawab negara terhadap rakyat. Sebab hal itu diharamkan. Begitu juga pendidikan, sejalan dengan sistem politiknya tidak akan ada kebijakan yang menyengsarakan rakyat seperti kapitalisme lakukan secara sengaja. Pendidikan mudah diakses bahkan gratis. Hasilnya sudah pasti jauh berbeda dengan kapitalisme. Dengan demikian, negeri ini akan menjadi negeri yang diberkahi oleh Allah SWT dari langit dan bumi.
Previous Post Next Post