Solusi Lumbung Pangan Nasional Akankah Berhasil?

Oleh: Erna Ummu Aqilah

Pada bulan April 2020 lalu, Presiden Joko Widodo memperingatkan para menteri Kabinet Indonesia Maju akan ancaman krisis pangan dunia di tengah pandemi virus Corona.

Peringatan itu langsung direspon para menteri, mulai dari Menteri Pertanian (Mentan)  Syahrul Yasin Limpo, Menteri PUPR Basuki Hadi Muljono, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dengan merencanakan pembangunan Lumbung Pangan Nasional (food estate) pertama yang berlokasi di Kalimantan Tengah.

Namun, wacana lumbung pangan itu menuai banyak kritikan. Jokowi diminta melihat kembali rencana pembangunan lumbung pangan di pemerintahan periode sebelumnya.

Menurut pengamat pertanian sekaligus Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas, rencana ini sudah pernah diinisiasiakan mulai dari Presiden ke-2 RI Soeharto, lalu Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jokowi pun sudah pernah mewacanakan pembangunan lumbung padi di Merauke yang hingga kini tak terealisasi. Dengan pengalaman tersebut, ia mengatakan proyek lumbung pangan selalu berujung kegagalan.

Menurut Dwi, pembangunan lumbung pangan di lahan jenis rawa di Kalteng tidaklah mudah apalagi dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Oleh sebab itu, dia menyarankan pemerintah lebih mendorong program peningkatan kesejahteraan petani, dibandingkan mengeluarkan anggaran yang besar untuk pembangun lumbung pangan. Jika petani dapat harga yang layak untuk hasil panennya, maka secara otomatis produktivitasnya akan meningkat. (detikfinance, 5/7/2020).

Dengan adanya ancaman krisis pangan global hendaknya mendorong pemerintah untuk lebih serius menghadapinya. Yaitu dengan mencarikan solusi yang tepat agar ancaman ini bisa teratasi.

Dan mestinya pemerintah belajar dari kegagalan-kegagalan pemerintahan sebelumnya, dalam mengatasi persoalan krisis pangan. Agar kebutuhan pokok masyarakat dapat terpenuhi dengan mudah. Jangan sampai solusi yang diambil justru lebih menguntungkan para korporasi dan merugikan rakyat.

Karena jika program lumbung pangan sampai gagal dan kebutuhan pangan mendesak, sudah pasti solusinya impor seperti yang sudah-sudah dan justru semakin memperparah keadaan. 

Karena para importir akan melakukan impor secara jor-joran agar meraup untung sebanyak-banyaknya, akibatnya hasil panen para petani tidak dapat diserap dan kalah saing dengan produk impor. Dan inilah yang membuat para petani enggan mengolah lahan mereka, karena modal yang telah dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan dari penjualan hasil panen.

Seharusnya pemerintah belajar bagaimana cara Islam mengatasi krisis pangan. Karena Islam memiliki mekanisme yang jelas dan tepat untuk mengatasinya. Bukan malah mengambil solusi ala kapitalis yang jelas-jelas hanya menguntungkan segelintir orang dan membuat rakyat makin susah.

Sebagaimana Islam telah mencontohkan, seharusnya pemerintah mengalokasikan dana untuk diberikan kepada para petani dengan berbagai bantuan, dukungan dan fasilitas dalam berbagai bentuk. Bantuan bisa berupa modal, peralatan, benih, teknologi, tehnik, budidaya, obat-obatan, pemasaran, informasi dan lain sebagainya.

Baik dengan bantuan secara langsung atau subsidi, maka para petani akan menjadi lebih produktif dalam mengelola lahan yang sudah ada. Negara juga membangun infrastruktur pertanian, irigasi, jalan dan apa saja yang dibutuhkan demi mendukung kelancarannya. Selain negara juga mendorong produktivitas pertanian, yang tidak boleh dilupakan juga soal pendistribusianya. Maka nanti kebijakan khalifah membuat infrastruktur ramah rakyat, bukan melulu diperas atas nama pajak, tol yang mahal, dan lain-lainnya. Tujuannya agar hasil pertanian dapat terdistribusi dengan cepat dan merata. Jadi ancaman krisis pangan bisa diselesaikan dengan cara Islam bukan cara kapitalis. Wallahu A'lam Bishshawab.
Previous Post Next Post