Secara Totalitas, Wanita Dimuliakan Dalam Islam



By: Ismayanti (Aktivis Dakwah Kampus)

Ditengah kondisi yang mengharuskan untuk kembali beraktivitas layaknya normal kembali meski masih diikuti rasa takut dan khawatir akan penyebaran civid’19 masyarakat Lombok khususnya daerah Mataram dihebohkan dengan kasus dugaan pencabulan yang terjadi pada epicentrum perguruan tinggi negeri yaitu Universitas Mataram. Seorang oknum dosen di Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram) diduga cabuli mahasiswi. Kasus tersebut terungkap setelah keluarga korban membeberkan dugaan pencabulan tersebut pada pihak kampus. Diduga, aksi pencabulan dilakukan saat korban tengah melakukan konsultasi skripsi di salah satu ruangan Fakultas Hukum perguruan tinggi ternama tersebut. ( 19 Juli 2020  Tim KoranNTB)

Dr.H. Hirsanuddin, SH., M.Hum selaku dekan Fakultas Hukum Unram mengatakan kasus tersebut dalam proses verifikasi.“Kami baru dapat informasi tentang masalah tersebut. Kami sekarang sedang melakukan verifikasi terhadap yang bersangkutan terlebih dahulu baru kami bisa informasikan,” ujarnya belum lama ini. “Nanti kita akan sidang Selasa, (21/7/2020) ,”  terangnya.  Sidang etik akan digelar di Unram secara terbuka. Ketua Majelis Etik Fakultas Hukum Unram, Prof. H. Zainal Asikin, SH., M.Hum menyarankan agar kasus tersebut dibawa ke aparat penegak hukum, sehingga dari penyidikan hingga hasil putusan pengadilan, Majelis Etik dapat mengeluarkan putusan terhadap oknum dosen tersebut. (21/7/2020). Menanggapi kasus tersebut, Ketua BEM Fakultas Hukum Unram, Farhan Abdullah mengaku prihatin terhadap kasus tersebut. Ia meminta agar semua pihak menghargai proses Majelis Etik Fakultas Hukum Unram, serta Ia meminta agar kasus serupa tidak terulang kembali di lingkungan kampus, karena justru akan memperburuk nama kampus.

Terkait laporan dugaan ini, Rektor Unram Prof. Dr. H. Lalu Husni, SH., M.Hum mengaku langsung membentuk tim untuk menyelidiki laporan dari keluarga mahasiswi, korban pencabulan. “Kita sudah bentuk tim dan saat ini sedang bekerja untuk menyelidiki kejadian tersebut. Kalau terbukti akan ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam hal ini Peraturan Rektor tentang Kode Etik Dosen,” ujar pak rektor. Menurut beliau, jika kejadian tersebut benar adanya sebagaimana laporan mahsiswi yang menjadi korban, maka ini mencoreng nama baik kampus.( 20 Juli 2020)

Kasus semacam ini bukan kali pertama terjadi di tengah masyarakat, bahkan kasus pelecehan seksual, kekerasan pada ibu dan anak, pemerkosaan dan tindakan-tindakan kriminal yang menjurus kepada wania kerap terjadi dikalangan masyarakat. Data WHO pada tahun 2010 menunjukkan, bahwa satu dari tiga perempuan di dunia mengalami kekerasan. Bahkan di negara maju, 25% perempuan mengalami kekerasan, atau satu dari empat orang perempuan. Sementara di negara Asia dan Afrika, kekerasan terjadi pada 37 %  perempuan.

Sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2014 oleh European Union Agency for Fundamental Rights di 28 negara anggota Uni Eropa, menemukan sekitar 8% perempuan pernah mengalaminya kekerasan fisik dan / atau seksual dalam 12 bulan terakhir sebelum wawancara survei, dan satu dari tiga perempuan telah mengalami beberapa bentuk fisik dan / atau seksual sejak usia 15 tahun. Satu dari 10 perempuan di Eropa telah mengalami beberapa bentuk kekerasan seksual sejak usia 15 tahun, dan satu dari 20 perempuan telah diperkosa sejak usia 15 tahun.

Melihat fakta tersebut, jelas ada kerusakan yang parah dalam masyarakat, yang nampak dari hilangnya kepedulian, rasa kemanusiaan dan penghormatan kepada sesama manusia, bahkan perlindungan kepada anak di bawah umur. Perempuan dan anak seolah tidak ada harganya, dan diperlakukan sekehendak hati seolah benda mati, bahkan dianggap sebagai komoditas yang diperjual belikan. Kesenangan materi makin mendominasi pikiran mereka, dunia menjadi tempat untuk memenuhi semua keinginan, akhirnya menghalalkan semua cara, dan melanggar aturan yang ada. Inilah pemahaman kehidupan yang meniadakan keimanan kepada hari akhir dan menafikan adanya pertanggungjawaban kepada Tuhan di akhirat kelak. Sikap ini melahirkan aturan yang bersumber dari akal manusia, sebagai penentu segalanya dan mengabaikan aturan Sang Pencipta. Inilah sistem kapitalisme yang rusak dan merusak kehidupan manusia. Tingginya kasus diskriminasi pada perempuan, ini menunjukkan lemahnya aturan yang lahir dari akal manusia. Buktinya, beragam konvensi, kesepakatan dan aturan tentang penghapusan tindak kekerasan, baik skala internasional, regional maupun nasional tidak mampu memberantas tuntas pelecehan terhadap perempuan dari masa ke masa, bahkan makin menyuburkannya, dengan jumlah dan bentuk kekerasan yang makin menyedihkan.

Oleh karena itu tuduhan Islam sebagai sumber kekerasan khususnya terhadap perempuan adalah tuduhan yang tidak berdasar. Islam justru memuliakan perempuan. Perempuan sama seperti laki-laki di hadapan Allah, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Hujurat ayat 13, yang artinya “Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertakwa”. Kesadaran akan adanya pertanggungjawaban di akhirat menjadi pengikat bagi setiap Muslim untuk selalu taat pada aturan-Nya. Islam memiliki seperangkat aturan yang akan melindungi perempuan. Islam memerintahkan untuk berbuat baik kepada perempuan, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim: 3729). 

Dalam naungan islam, negara wajib menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam yang akan melahirkan individu bertakwa. Individu yang mampu melaksanakan seluruh kewajiban yang diberikan Allah dan terjaga dari kemaksiatan apapun yang dilarang Allah. Baik bagi pelajar terutama bagi pengajar/guru yang memiliki peran penting dalam membentuk karakter murid yang diajar. Negara wajib menerapkan sistem sosial yang akan menjamin interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan berlangsung sesuai ketentuan syariat. Di antara aturan tersebut adalah: perempuan diperintahkan untuk menutup aurat dan menjaga kesopanan, serta menjauhkan mereka dari eksploitasi seksual; larangan berkhalwat; larangan memperlihatkan dan menyebarkan perkataan serta perilaku yang mengandung erotisme dan kekerasan (pornografi dan pornoaksi) serta akan merangsang bergejolaknya naluri seksual. Ketika sistem social Islam diterapkan tidak akan muncul gejolak seksual yang liar memicu kasus pencabulan, perkosaan, serta kekerasan pada anak.

Sementara itu, masyarakat wajib melakukan amar ma’ruf nahiy munkar. Masyarakat tidak akan membiarkan kemaksiatan massif terjadi di sekitar mereka. Masyarakat juga wajib mengontrol peranan Negara sebagai pelindung rakyat. Jika ada indikasi bahwa negara abai terhadap kewajibannya atau negara tidak mengatur rakyat berdasarkan aturan Islam maka masyarakat akan mengingatkannya. Karena semestinya negara bertanggung jawab menghilangkan penyebab utamanya yaitu penerapan penyebaran budaya liberal, serta politik demokrasi. Masyarakat juga mesti meminta negara menerapkan Islam secara kafah dalam institusi Khilafah. Karena Ketika Khilafah tegak maka Islam akan menjadi rahmat bagi semesta alam, terutama kaum wanita akan lebih terjaga kesucian dan kemuliaannya serta jauh dari bahaya yang mengancam dirinya.[]
Previous Post Next Post