Ngotot Pemilu, Perlu Solusi Murah?


Oleh: Rita Hartati, S. Hum. 
(Aktifis Muslimah Peduli Generasi)

Disela - sela Pembukaan Kegiatan Launcing Pilkada Kabupaten OKI Timur di Balai Rakyat Martapura,  Kabupaten OKI timur,  Selasa (7/7/2020)
Gubenur Herman Deru menekankan bahwa pelaksanaan Pemilihan Kepala Daera (Pilkada) serentak yang akan dilakukan di Propinsi Sumsel bisa berjalan dengan kondusif.
Menurut Deru, salah satu elemen pendukung dalam menciptakan kedamaian demokrasi saat Pilkada adalah peran dari peserta pilkada itu sendiri. Oleh sebab itu, para peserta Pilkada 2020 di OKU Timur dituntut agar berlaku bijak saat kampanye, sehingga tidak menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat karena perbedaan dukungan.   (Bisnis.com, Palembang)

Kebijakan ini searah dengan kebijakan DPR dan Pemerintah yang sepakat untuk tetap melaksanakan Pemilu serentak pada tanggal 9 Desember 2020 nanti di 270 daerah di Indonesia.
Kebijakan ini didasari pada UU no 2 tahun 2020 tentang Pilkada yang telah ditandatangani oleh Presiden.
Namun ada hal yang mengejutkan bagi masyarakat buntut dari kebijakan diatas. Untuk menyelenggarakan pilkada ini KPU mengajukan dana tambahan sebesar 4, 7 Triliun.  Bawaslu mengajukan dana tambahan sebesar 478 Milyar dan DKPP mengajukan tambahan sebesar 39 Milyar.  Dana yang sangat fantastis di tengah kondisi rakyat yang melarat.

Alasan pengajuan anggaran dana ini untuk persediaan hand sanitizer,  termometer, desinfektan, masker petugas dan alat pelindung diri.

Kebijakan ini menuai kontra  dari beberapa pihak. Salah satunya dari kalangan Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali.  Sejak awal dikeluarkannya Perpu ini,  Ia telah mengusulkan untuk melakukan penundaan Pilkada serentak. Dan seharusnya Pemerintah harus lebih fokus pada penangan wabah dengan menanggulangi penyebaran dan mengurangi dampak Covid-19 ini.
Memang sungguh kebijakan yang aneh dan tidak masuk akal. Jika pemerintah tetap ngotot untuk melaksanakan Pilkada serentak meski mengancam dan mengorbankan nyawa rakyat. 

Inilah konsekuensi dari sistem kapitalis liberal yang dianut  negeri ini.  Karena kekuasaan didapatkan dari suara terbanyak. Dengan anggapan bahwa suara terbanyak akan mewakilkan aspirasi seluruh rakyat. 
Namun perlu dipahami, bahwa pada kenyataanya rakyat yang dimaksud adalah segelintir para pemilik modal. Pihak yang memberikan bantuan dana bagi para calon kepala daerah saat melakukan kampanye. 
Sehingga tidak heran jika kebijakan dari para pemimpin yang terpilih hari ini sarat pada kepentingan para pembisnis dan pengusaha (kapital).

Ditambah lagi masa jabatan dalam kepemimpinan itu dibatasi selama lima tahun.  Maka wajar jika mereka kerja awalnya fokus pada pengembalian modal yang dikeluarkan. Hal ini dilakukan dengan cara memperkokoh kekuasaan, sehingga terjadilah kekuasaan oligarki yang diatur oleh segelintir orang yang punya kepentingan.
Sungguh jauh berbeda dengan sistem Islam. Sistem ini menempatkan kedaulatan ada ditangan syara' dan kekuasaan ada ditangan rakyat.

Dengan artian bahwa syariat Islam harus ditegakkan dibawah kepemimpinan seorang pemimpin yaitu khalifah.
Untuk pemilihan khalifah bisa dilakukan secara langsung  maupun tidak langsung. Secara tidak langsung yaitu rakyat memilih majelis ummah yang nantinya akan memilih seorang khalifah.

Jadi dalam pemilihan khalifah Islam memiliki langkah yang sangat rinci, mudah dan berbiaya murah. Karena ada beberapa hal yang mendasarinya :
1. Islam menunjuk pemimpin yang akan melakuakn amana dengan dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, dan akan dipertanggung jawabkan difunia dan akhirat.

2. Islam telah menetapkan batas maksimal kekosongan kekuasaan hanya selama tiga hari. Dalil yang jelas adalah Ijma' sahabat ketika memilih Abu Bakar As Siddiq sebagai pengganti Rasul saw ketika beliau wafat. 
Hal inilah yang akan membatasi adanya kampanye akbar yang panjang dan memakan biaya yang sangat besar.

3. Masa jabatan seorang khalifah tidak dibatasi, bisa saja seumur hidup jika tidak ada hal yang bisa memenuhi syarat perberhentian khalifah atau orangnya meninggal dunia. Jadi selama  khalifah masih mampu dan tidak melanggar hukum syara' maka belum akan di gantikan kepemimpinannya.

4. Untuk suatu wilayah atau propinsi maka ditunjuk Amir atau pemimpin wilayah yang ditunjuk langsung oleh Khalifah. Jadi wali adalah orang yang akan membantu khalifah di suatu daerah atau wlayah.

Seorang wali  bisa langsung diberhentikan oleh Khalifah jika terdapat penyimpangan. Pemberhentian juga bisa di lakukan jika rakyat disuatu daerah itu tidak suka atau tidak rela diatur oleh wali tersebut. 
Sebagaimana Rasul pernah memberhentikan Muaz bin Jabal ketika menjadi wali di Aman. Karena adanya aduan dari rakyat sebab bacaan salatnya terlalu panjang.

Demikianlah bagaimana sistem Islam mengatur urusan pemilihan kepemimpinan. Sistem  Islam mengatur masalah dana Baitul maal benar-benar diperuntukan untuk kebutuhan rakyatnya. Pemerintah mengelolanya dengan optimal semata-mata untuk kemaslahatan umat.  Bukan untuk kepentingan individu dan segelintir kelompok.
Rakyat sudah rindu untuk hidup dibawah naungan Islam.  Sungguh janji Allah itu pasti.  Sehingga kita harus selalu  memperjuangkan diterpakanya syariah kafah dalam sistem pemerintahan Islam
Wallahu a'lam.
Previous Post Next Post