New Normal, Kasus Covid-19 di Indonesia Langkahi Cina

Oleh : Juariah Binti Arahman

Pemerintah kembali memperbarui data kasus Covid-19 di Indonesia. Pengumuman di sampaikan oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha BNPB Jakarta pada Kamis sore (KOMPAS.com, 16/7/2020).

Berdasarkan data dalam 24 jam terakhir hingga hari ini, Kamis pukul 12.00 WIB, jumlah kasus secara nasional masih bertambah sejak kasus pasien pertama terinfeksi Covid-19 di umumkan pada 2 Maret 2020. Lonjakan kasus dari tanggal 15 Juli 2020 sebanyak 1. 574 kasus perharinya. Dan terkonfirmasi jumlah terpapar 81. 668 kasus.

Penambahan kasus  baru Covid-19 di Indonesia mencapai 1.752 dengan total 84.882 kasus. Jumlah tersebut berhasil melampaui China sebagai negara yang pertama kali menjadi pusat wabah Covid-19. (okezone.com,18/7/2020)

Jumlah kasus positif Covid-19 di China hanya 83.644 kasus. Terdapat selisih jumlah mencapai 1.238 kasus dengan Indonesia(worldometers)
Penambahan jumlah kasus positif yang setiap harinya semakin tinggi, diperlukan upaya tegas dari pemerintah dan usaha dalam memutuskan rantai penularan dan penyebaran Covid-19. Hal ini dibuktikan dengan penanggulangan yang serius dan kerja keras antar Tim agar menghasilkan langkah yang jelas dan juga optimal.

Adapun lonjakan kasus di Indonesia menembus angka kasus di China. Hal ini di karenakan kurangnya ketegasan dari pemerintah dalam menjalankan kebijakan yang di terapkan. Kebijakan "New Normal Life"  adalah salah satu kebijakan yang diambil di tengah pandemi Covid-19 saat ini.

Kebijakan "New Normal Life" saat ini terlihat sebagai keputusan yang cepat tanpa melihat kembali situasi lingkungan Indonesia. Di mana berbagai daerah di Indonesia belum siap dalam menghadapi Era New Normal. Namun, tuntutan ekonomi lah yang harus mengikuti aturan tersebut. 

Bahkan banyak dari rezim malah mendorong untuk produktif di tengah pandemi dengan dalih menghidupkan roda ekonomi dan tetap menerapkan protokol kesehatan. Faktanya pertumbuhan ekonomi terus merosot sedang kurva Covid-19 kian meningkat.

Banyak dari Masyarakat yang beranggapan bahwa New Normal Life adalah hidup normal seperti biasa, dan tanpa menyadari ternyata new normal life di tengah pandemi seperti saat ini sangatlah mengancam jiwa-jiwa masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan yang berlaku di masyarakat Indonesia. Demikian juga dengan bahaya Covid-19 ini. Jangan sampai kebijakan new normal (yang sebenarnya abnormal) ini menjadi pintu baru ancaman meluasnya penularan Covid-19

Oleh karena itu banyak tokoh dalam Masyarakat yang mengkritik  kebijakan ini. Karena sudah selayaknya setiap kebijakan menimbulkan kontroversi dan kritikan serta perlu evaluasi. Jika dilihat dari kemajuan kebijakan ini tentu sangat membahayakan setiap masyarakat yang terlibat dalam New Normal Life di berbagai daerah yang menyandang status zona merah ataupun zona hijau.

Sejatinya semakin menanjaknya kurva persebaran wabah akibat pelonggaran yang di arahkan pusat dan di aminkan daerah. New normal life semakin memperparah wabah di negeri ini. Jika penguasa benar-benar berpikir skala kepentingan rakyat Indonesia. Maka, tak ada pilihan lain selain mencabut kebijakan relaksasi sekarang juga.

Sehingga dapat di simpulkan bahwa pemimpin negeri ini tidak bertanggung jawab atas rakyat yang di pimpinnya. Ia telah lalai menjamin hak hidup warga negara. Ia juga abai akan hak tenaga kesehatan untuk mengecap kehidupan normal selain kehidupan di rumah sakit.

Pemimpin yang mau dan mampu mengeluarkan umat dari nestapa wabah hanya ada ketika Islam di terapkan secara kaffah. Sebab pemimpin tersebut memahami betul bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus di jaga dan di tunaikan sebagaimana sabda Rasulullah Saw kala Abu Dzar Al-Ghifari meminta amanah kepemimpinan, "wahai Abu Dzar sesungguhnya kamu adalah orang yang lemah. Kepemimpinan itu bisa menjadi kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat".

Dengan demikian, dapat di pahami jika seorang pimpinan mampu menunaikan amanah kepemimpinan dengan sebaik-baiknya maka ia akan mendapati kemuliaan dan kebanggaan. Sebaliknya, jika ia tidak mampu menunaikan hak dan tanggung jawab kepemimpinannya maka kepemimpinan tersebut bisa menjadi kehinaan dan penyesalan bagi pemangkunya.

Wallahu a'lam bishshawab
Previous Post Next Post