Merajut Cinta Mengurai Benci


Oleh: Sri Purwanti, Amd.KL
Pegiat literasi Tanah Bumbu

Cinta dan benci adalah karakter yang ada dalam diri manusia. Hal ini terwujud dalam sikap, perbuatan dan perkataan.
Cinta (love) dalam ilmu psikologi merupakan sebuah perasaan khusus yang mana berkaitan dengan kesenangan yang menyangkut sebuah objek. Sedangkan benci  adalah pernyataan ego (ke-akuan) yang ingin menghancurkan sumber-sumber ketidakbahagiaannya.


Dalam Islam cinta dan benci di kenal dengan istilah Wala wal Bara’ (cinta dan benci). Hal ini merupakan konsekuensi dari iman yang benar. Jika seseorang benar dalam menerapkan cinta dan bencinya, sungguh dia telah merealisasikan konsekuensi iman yang tinggi.


Setiap mukmin harus mencintai Allah dan Rasul-Nya. Karena Allah lah yang paling berjasa kepada umat manusia dan alam semesta. Konsekuensi dari kecintaannya kepada Allah adalah dia akan mencintai apa yang Allah cintai dan membenci apa yang Allah benci. Maka, dia akan mencintai keimanan, ketaatan. Sebagaimana dia akan membenci kekafiran, kemaksiatan. Mukmin juga harus mencintai Rasulullah, yang telah berjasa membimbing manusia. Menjadi suri teladan, dan menyempurnakan akhlak manusia.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.

مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ

“Siapa yang cintanya karena Allah, bencinya karena Allah, memberinya karena Allah dan tidak memberi pun karena Allah, maka sungguh telah sempurna keimanannya.” (HR. Abu Dawud 4.681)


Lalu bagaimana kita harus menempatkan rasa cinta dan benci?
Rasulullah saw. pernah berpesan untuk tidak berlebih-lebihan dalam mencintai dan membenci sesuatu. Cinta yang berlebih-lebihan bisa melupakan Allah dan menimbulkan mudharat. Sedangkan benci yang berlebih-lebihan bisa menimbulkan sikap aniaya.

Sebagai seorang muslim, rida Allah merupakan tujuan tertinggi yang sejatinya kita kejar. Maka Allah rida jika kita melakukan perbuatan yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Sebagai seorang muslim hendaknya kita membenci dan menjauhi hal-hal yang tidak di ridai Allah. Kita berusaha mencintai semua yang membuat Allah rida. Mencintai sesuatu yang dicintai Allah, membenci terhadap segala yang dibenci Allah. Rida kepada apa yang diridai Allah. Tidak rida kepada yang tidak diridai Allah. Memerintahkan kepada apa yang diperintahkan Allah, mencegah segala yang dicegah Allah. Memberi kepada orang yang Allah cintai untuk memberikan dan tidak memberikan kepada orang yang Allah tidak suka jika ia diberi.


Sebagai seorang muslim kita tidak boleh mencintai apa yang Allah benci, demikian juga sebaliknya.
Rasulullah saw. juga mempertegas,‎ “Ikatan iman yang paling kuat adalah memberikan loyalitas karena Allah, memberikan sikap permusuhan karena Allah, mencintai karena Allah, dan membenci karena Allah”.


 Islam telah mengatur cinta dan benci agar sesuai pada kadarnya. Tidak kurang dan tidak pula berlebihan.
Selain itu, kita harus lebih mendahulukan apa yang dicintai Allah dari pada cinta hawa nafsu kita walau hal ini berat. Karena itu, kita harus selalu komitmen dan selalu konsisten dengan aturan Allah. Allah mengingatkan dalam firman-Nya.

"Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan untung ruginya, dan rumah-rumah yang kamu senangi lebih kamu cintai dari Allah dan rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya maka tunggulah sampai Allah mendatangkan putusan-Nya. Dan, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS at-Taubah [9]: 24)

Hal ini pernah di contohkan oleh sahabat Umar bin Khattab ra.Umar rela melakukan sesuatu yang tidak ia sukai karena melihat Rasul melakukannya. Dari ‘Abis bin Robi’ah, ia berkata, “Aku pernah melihat ‘Umar (bin Al Khattab) mencium hajar Aswad. Lantas ‘Umar berkata, “Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu” (HR. Bukhari no. 1597, 1605 dan Muslim no. 1270).


Maka sudah selayaknya kita bersegera untuk mencintai apa yang Allah cinta dan membenci apa yang Allah benci, segera kembali pada ketaatan kepada Allah Swt.
Wallahu A'lam
Previous Post Next Post