Lumbung Pangan Nasional, Solusi Tepatkah?

By : Dian 
(Aktivis Muslimah)

Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan program pengembangan food estate sebagai daerah yang diharapkan menjadi lumbung pangan baru di luar Pulau Jawa.

Mengenai lumbung pangan ini direncanakan berada di Pulau Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah yang menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Disisi lain Presiden Joko Widodo juga memperingatkan para menteri Kabinet Indonesia Maju, akan ancaman krisis pangan dunia di tengah pandemi virus corona (covid-19) seperti yang diprediksi oleh Food and Agriculture Organization (FAO). 

Wacana lumbung pangan nasional tersebut menuai kritik. Pengamat pertanian sekaligus Guru Besar Fakultas Pertanian Institusi Pertanian Bogor (IPB) Dwi Adreas mengatakan rencana ini sudah pernah diinisiasikan oleh pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto, lalu Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Bahkan Jokowi sendiri pun sudah pernah mewacanakan pembangunan lumbung padi (rice estate) di Merauke, hingga kini tak terealisasikan justru berujung gagal, ungkapnya.

Adapun pengamat pertanian dari Institusi for Development of economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah juga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali wacana tersebut. Jangan sampai hal ini gagal seperti di Merauke.    (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5080376/lumbung-pangan-nasional-pertama-di-ri-bisakah-jadi-solusi)

Selain itu, Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan juga meminta pemerintah membuat kalkulasi dan pertimbangan matang terkait rencana program lumbung pangan nasional di Kalimantan Tengah tersebut. Sebab beberapa tahun terakhir pemerintah sudah beberapa kali melaksanakan program lumbung pangan nasional, namun tidak membuahkan hasil, ungkapnya. (https://nasional.kompas.com/read/2020/07/14/16221471/sebut-lahan-calon-lumbung-pangan-nasional-gagal-dikembangkan-era-soeharto?page=all).

Dalam hal ini banyak pihak yang meragukan kesungguhan pemerintah dalam mengembangkan lumbung pangan nasional (LPN). Karena kegagalan program yang serupa di era sebelumnya tidak dibenahi. Kelalaian dan kegagalan negara ini, tidak lepas dari sistem neoliberal kapitalis yang digunakan dalam mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan.

Yang mana sistem ini telah melegalkan kapitalisasi pengelolaan pangan, sehingga korporasi yang menguasai mayoritas rantai pasok pangan. Sementara itu pemerintahan hanya sebagai regulator fasilitator yang membuat aturan dan kebijakan yang lebih mementingkan korporasi. 

Selain itu negara juga dinilai gagal dalam memanfaatkan lahan pertanian yang luas untuk memenuhi produksi pangan dalam negeri. Sementara dalam hal distribusi sistem logistik juga memberikan konstribusi pada mahalnya biaya pengiriman, sehingga tidak merata penyebaran pangan di seluruh wilayah karena infastrukturnya yang sangat minim.

Adapun saat panen para petani juga rugi akibat rendahnya harga bahan pangan yang mereka tanam disebabkan karena pasar telah dipenuhi oleh komoditi impor. Sehingga muncul pertanyaan di tengah masyarakat apakah lumbung pangan nasional menjadi solusi tepat? 

Dengan membuka lahan besar-besaran sebagai lumbung pangan nasional ini, justru akan memperparah liberalisasi pangan. Sebab rakyat kecil tidak memiliki kemampuan dalam menggarapnya karena membutuhkan modal besar. Akhirnya para perusahaan agribisnis besar yang menggarapnya dan memperoleh keuntungan.

Krisis pangan global yang mengancam negeri hendaknya mendorong pemerintah untuk serius dan lepas tangan dari kepentingan politik dalam merealisir program LPN tersebut. Jika tidak, selamanya kedaulatan pangan akan sebatas mimpi belaka. Sejatinya untuk keluar dari krisis pangan  adalah dengan menghentikan liberalisasi pangan dan keluar dari kesepakatan internasional yang mengikatnya. Sistem ini sangat berbeda dengan sistem Islam.

Dalam sistem Islam atau Khilafah, pengaturan produksi dan distribusi mutlak ditangan Khilafah atau pemimpin. Negara adalah penanggung jawab utama dalam mengurusi hajat hidup rakyat dan sebagai raain (pelayan/pengurus), Junnah (pelindung).

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW; “ Imam (Khilafah) raain (pengurus hajat rakyat dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya”. (HR. Muslim dan Ahmad).

Dalam hadits lainnya Rasulullah SAW menegaskan; “ Khilafah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya”. (HR. Muslim)    

Khilafah adalah satu-satunya sistem yang sempurna dan mampu mewujudkan kedaulatan pangan. Indonesia bahkan bisa menjadi lumbung pangan dunia melalui sistem Khilafah. Dalam sistem Khilafah tidak akan pernah terikat pada perjanjian yang hakikatnya adalah penjajahan. Khalifah juga memiliki misi untuk mewujudkan swasembada penuh pada komoditas yang strategis termasuk pangan.

Berbagai kebijakan diterapkan oleh Khalifah dalam mewujudkan kedaulatan pangan tersebut; Pertama, kebijakan disektor produksi primer ditujukan untuk menjamin ketersediaan pangan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasinya.

Intensifikasi ini ditempuh dengan menggunakan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti: bibit unggul, pupuk, obat-obatan serta menyebarluaskan teknik-teknik modern yang lebih efesien dikalangan petani. Khalifah menyediakan infastruktur dan menjamin modal secara gratis bagi yang tidak mampu agar mereka dapat mengelolah lahan yang dimilikinya.

Adapun ekstensifikasi ini juga dilakukan untuk mendukung perluasan lahan pertanian. Khilafah akan mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah yang mati dengan mengelolahnya. Pemilik tanah tidak boleh menyewakan tanah pertanian, agar bisa menjamin ketersediaan pangan. Jika ada daerah yang kurang subur dapat diperuntukkan untuk perumahan dan perindustrian.

Kedua, kebijakan di sektor industri pertanian, dalam hal ini Khilafah hanya mendorong berkembangnya sektor riil saja, sedangkan yang non riil yang diharamkan tidak diberi kesepakatan untuk berkembang. Kebijakan ini akan tercapai jika negara bersikap adil dengan tidak memberikan hak-hak istimewa dalam bentuk apapun kepada pihak-pihak tertentu.

Khilafah juga mengatur jenis komoditi dan sektor industri apa saja yang boleh atau tidak boleh dibuat dan menyeleksi pasar yang akan berjalan seiring dengan mekanisme pasar. Sehingga siapa saja berhak untuk memenangkan persaingan secara wajar dan adil.

Ketiga, di sektor perdagangan , Khilafah melakukan berbagai kebijakan yang dapat menjamin terciptanya distribusi yang adil melalui mekanisme pasar yang transparan, tidak memanipulasi dan tidak ada intervensi yang dapat menyebabkan distorsi ekonomi serta tidak adanya penimbunan yang akan menyusahkan masyarakat.  

Dengan demikian pengaturan politik pertanian dalam sistem Khilafah telah terbukti berhasil mensejahterakan rakyat selama berabad-abad. Saatnya umat kembali bersatu dan memperjuangkan peraturan tersebut agar negeri ini menjadi sejahtera melalui bingkai Daulah Khilafah.
Wallahu a'lam bish-shab
Previous Post Next Post