Lonjakan Kemiskinan Di Masa Pandemi Covid-19

Oleh : Khatimah
(Ibu Rumah Tangga)

Pandemi Covid-19 berpotensi meningkatkan angka kemiskinan di Kabupaten Bandung. Bahkan jumlah miskin baru (misbar) selama dua bulan terakhir lebih dari tiga perempat jumlah penduduk. Asisten Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Bandung, Marlan mengatakan ekonomi menjadi sektor yang paling terpukul dengan adanya pandemi Covid-19, banyak masyarakat yang harus kehilangan pendapatan dalam dua bulan terakhir. "Jika menghitung jumlah penduduk, hampir 70% menjadi misbar di Kabupaten Bandung," tutur Marlan ketika dihubungi.  Misbar Kabupaten Bandung dipengaruhi oleh banyaknya masyarakat yang kehilangan mata pencaharian, kehilangan pendapatan juga pengurangan pendapatan. Selama pandemi Covid-19 banyak pekerja yang dirumahkan dan PHK. Selain itu, tidak sedikit pelaku UMKM yang tidak bisa menjalankan usahanya, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan.

"Tapi misbar ini kategorinya miskin sementara, kalau sudah kembali bekerja, kembali usaha, akan survive lagi," katanya. Walau demikian, diakui Marlan pemulihan ekonomi usai pandemi Covid-19 memerlukan waktu lama, bisa berbulan-bulan, sehingga masih ada potensi meningkatnya angka kemiskinan di Kabupaten Bandung yang sempat turun. "Jika melihat data BPS, warga miskin Kabupaten Bandung tahun lalu itu hanya 5,94%. Jika ekonomi bisa pulih, angka kemiskinan bisa tetap. Oktober atau November bisa dilihatnya, kalau masyarakat kita tangguh,tidak akan berpengaruh. Tapi kalau tidak tangguh, pasti angka kemiskinan akan bertambah," tutupnya. (Soreang, AyoBandung.com, 31/5/2020)

Melihat fakta yang terjadi, jelas sekali dampak yang diakibatkan Covid-19 ini mengancam perekonomian di Indonesia khususnya warga di Kabupaten Bandung yang diperkirakan 70% akan menjadi orang miskin baru (misbar). Kebanyakan dari mereka mengalami kesulitan dalam mencari mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena banyak pekerja yang dirumahkan bahkan terancam PHK. Lonjakan kemiskinan ini akan terus bertambah karena minimnya lapangan pekerjaan, sedangkan lonjakan PHK terus meningkat. Kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang diharapkan mampu menekan dan meminimalisir angka reproduksi virus Covid-19 nyatanya tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Bahkan  diterapkannya kebijakan baru New Normal Life membuat  masyarakat dituntut untuk hidup terbiasa di tengah wabah yang belum mereda.

Ketidaktegasan pemerintah dalam menangani wabah ini sangat jelas terlihat. Alih-alih mengedepankan solusi kesehatan justru kebijakan yang diambil lebih berpijak pada pendekatan untung rugi ekonomis. Kebijakan yang diharapkan berempati terhadap masyarakat justru sebaliknya. Padahal jika pemerintah  sedari awal mengambil langkah locdown dan sigap untuk menjamin kebutuhan pokok masyarakat, maka permasalahan tidak akan meluas seperti ini, lonjakan kemiskinan tidak terus bertambah dan dapat ditekan peningkatannya.

Diakui pemerintah pusat memberikan alokasi bagi Kementerian Sosial untuk menyalurkan bantuan selama PSBB terhadap rakyat yang terdampak. Pun pemerintah daerah menganggarkan bantuan sosial tersebut. Akan tetapi bantuan tersebut tidak terealisasi dan terdistribusi dengan baik serta tidak tepat sasaran. Fakta di lapangan tidak sedikit orang-orang yang berkecukupanlah yang mendapat bantuan. Akibatnya terjadi ketidakpuasan di tengah-tengah masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik. Pemerintah harusnya memberikan kebijakan secara tegas agar masalah ini segera berakhir bukan setengah hati seperti saat ini, sehingga menimbulkan polemik-polemik baru di tengah masyarakat.

Sungguh ironi melihat realita ini. Negeri yang kaya dengan sumber daya alamnya hingga berjuluk "gemah ripah loh jinawi", namun  tidak mampu memberikan kesejahteraan untuk kehidupan rakyatnya. Rakyat sebagai pemilik sah negeri dan kekayaan alam justru hanya menjadi penonton saat kekayaan alam tersebut justru dikuasai asing atas nama investasi. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan papan rakyat pun pemerintah tak kuasa. Kedaulatan dan kemandirian pangan entah kapan terwujud. Impor menjadi satu-satunya pilihan bagi pemerintah selama ini ketika dihadapkan pada keterbatasan  stok beberapa bahan pangan.

Itu semua  diakibatkan kezaliman sistem Kapitalisme Demokrasi yang memberikan kebebasan pada negara dan warga negara untuk memperoleh Keuntungan ekonomi tanpa mengindahkan halal-haram. Kapitalisme meniscayakan kemenangan pemilik modal atas rakyat bahkan negara. Negara justru hanya menjadi fasilitator dan perumus kebijakan yang memudahkan korporasi-korporasi untuk menguasai kekayaan alam dan sumber daya alam negeri ini. Demokrasi telah dijadikan alat untuk terjadinya perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha. Keuntungan dan kebebasan menentukan kebijakan tanpa peduli nasib rakyat, yang sejatinya menjadikan kekuatan modal sebagai basis kekuasaan.

Satu-satunya harapan umat kembali kepada aturan Islam secara menyeluruh dengan menegakkan kembali sistem pemerintahan Islam, yang dikenal dengan sebutan Khilafah. Khilafah merupakan sistem pemerintahan yang diwariskan Rasulullah saw. kepada umat Islam. Sepeninggal Rasulullah saw. umat Islam dari generasi ke generasi senantiasa hidup dalam kepemimpinan Khilafah  selama 13 abad lamanya yang menerapkan Islam secara kaaffah dalam berbagai aspek kehidupan. Selama 13 abad tersebut Khilafah  telah terbukti mampu mengatasi berbagai permasalahan serta polemik  yang terjadi di tengah-tengah umat.

Persoalan pandemi yang terjadi saat ini, juga pernah dialami oleh kekhalifahan Umar bin Khattab ra. Kebijakan yang beliau ambil saat wabah terjadi adalah memberlakukan lockdown daerah episentrum wabah, yaitu Syam (saat ini kurang lebih meliputi wilayah Palestina, Syria, Yordania, dan Libanon). Kebijakan tersebut sejalan dengan perintah Rasulullah saw. Khalifah Umar mendirikan posko-posko bantuan bagi siapapun yang membutuhkan dalam masa wabah ataupun krisis. Kepada rakyatnya yang tidak bisa datang ke posko-posko tersebut maka akan diantar ke rumah. Selain itu khalifah Umar memberikan contoh terbaik untuk berhemat dan bergaya hidup sederhana. Musibah yang melanda juga membuat khalifah Umar semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt, untuk meminta pertolongan dan pengampunan karena merasa takut apa yang diupayakan tidak terealisasi dengan baik. Beliau menyadari akan tanggung jawabnya sebagai pemimpin kelak di hadapan Allah Swt akan dimintai pertanggung jawaban, seperti yang sudah diriwayatkan dalam hadis Rasulullah saw yang artinya:
"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang  dipimpinnya"  (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemiskinan yang terjadi saat ini dan naiknya angka kemiskinan di saat pandemi merupakan buah dari diterapkannya sistem ekonomi Kapitalis. Paradigma mendasar sistem ekonomi Islam adalah aqidah Islam yang tentunya bertolak belakang dengan sistem ekonomi Kapitalis yang sekuler. Islam memandang persoalan mendasar ekonomi adalah tidak terdistribusinya barang dan jasa kepada setiap individu rakyat. Maka dengan berbagai mekanisme yang dimilikinya dalam menanggulangi persoalan distribusi tersebut Islam mampu  menanggulangi kemiskinan. Terbukti di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak satupun rakyatnya yang menjadi mustahiq (orang yang berhak mendapatkan zakat).

Demikianlah sistem perekonomian Islam yang diterapkan telah dan akan memberikan kebaikan, keadilan dan keberkahan bagi semua. Meski dalam kondisi pandemi yang terjadi, penguasa dalam Islam tidak akan pernah membiarkan rakyatnya kekurangan. Aturan inilah yang terus menerus dicegah oleh musuh Islam untuk berlaku. Sebab kembalinya Islam ke dalam panggung kehidupan  akan berbahaya bagi sistem kapitalis yang terus menghisap habis darah rakyat.

Sudah saatnya umat sadar dan mencampakkan sistem sekuler demokrasi kapitalis neoliberal yang telah terbukti menjadi biang ketidakadilan, bahkan memberi penderitaan terhadap rakyat. Dengan bersama-sama memperjuangkan janji Allah Swt dan bisyarah Rasulullah saw dengan tegaknya negara Islam (Khilafah). Inilah sistem yang terbukti selama belasan abad lamanya membawa umat kepada kemuliaan dan kesejahteraan. Dengan sistem ini tidak akan ada lagi kebijakan-kebijakan yang merugikan juga menyengsarakan  rakyat.
Wallahu a'lam bish-shawab
Previous Post Next Post