Kisruh PPDB; Negara Abai Penuhi Layanan Pendidikan?


Oleh : Eni Cahyani (Praktisi Pendidikan)

Penerimaaan siswa baru dalam sistem pendidikan di negeri kita masih menuai polemik. Sejak Mendikbud menetapkan sistem zonasi PPDB tahun lalu, banyak pihak termasuk para orang tua yang menolak kebijakan tersebut. Pada tahun ini, PPDB kembali dikritik karena sistem zonasi mempertimbangkan umur calon peserta didiknya. Sehingga pada Selasa, 23 Juni 2020, para orang tua menyuarakan kritiknya dan melakukan unjuk rasa di depan balai kota Jakarta. (Kompas.com, 24/06/2020).
Dalam unjuk rasa tersebut, para orang tua menyampaikan keberatan karena ketentuan yang tertuang dalam SK Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 dinilai tidak adil, diskriminatif dan merugikan anak-anak mereka. Menurut mereka SK itu menetapkan PPDB berdasarkan usia terutama pada seleksi jalur zonasi sehingga calon peserta yang berusia lebih tua menjadi prioritas penerimaan. Sementara yang lebih muda tidak jadi prioritas meski calon yang lebih muda memiliki nilai yang lebih baik. Sistem ini menetapkan apabila kuota zonasi sudah melebihi batas yang telah ditentukan, maka digunakan seleksi jalur usia, urutan pilihan sekolah dan waktu mendaftar. Fakta ini dilatarbelakangi oleh keadaan bahwa masyarakat miskin tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing secara nilai akademi dengan masyarakat yang mampu. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana, menjelaskan bahwa kebijakan baru tersebut menetapkan usia sebagai kriteria seleksi setelah siswa tersebut harus berdomisili dalam zonasi yang ditentukan, bukan lagi presentasi.
Sistem zonasi pada tahun 2020 sangat menyulitkan calon peserta didik, bahkan banyak diantara mereka yang tidak diterima di sekolah-sekolah di lingkungan tempat tinggalnya, karena tidak memenuhi ketentuan. Sistem PPDB yang berlaku saat ini membuat siswa yang mampu dan tidak mampu tertolak untuk melanjutkan sekolah yang diharapkan.
Walaupun sistem PPDB ini menuai banyak protes dari berbagai pihak, namun faktanya Mendikbud tetap bersikukuh mempertahan. Padahal sistem tersebut memiliki berbagai kelemahan yang menimbulkan kekacauan, kecurangan serta pihak-pihak yang dirugikan. Ketimpangan pendidikan yang tidak merata di Indonesia tidak lepas dari abainya peran negara. Sebagai institusi yang wajib menyelenggarakan pendidikan, nyatanya negara hanya hadir sebagai regulator  yang hanya mengeluarkan kebijakan. Negara tidak menjamin fasilitas penunjang pendidikan bagi peserta didik dan lembaga pendidikan. Justru lembaga pendidikan didorong untuk menghasilkan dana sendiri. Sehingga berakibat pada kualitas lembaga pendidikan yang tidak merata. Bagi mereka yang memiliki tingkat ekonomi kelas atas maka akan mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Sebaliknya, bagi rakyat yang ekonominya pas-pasan harus terbiasa dengan pendidikan yang seadanya. 
Inilah wajah bobrok sistem pendidikan ala kapitaslime. Memposisikan negara hanya sebagai regulator, bukan institusi penjamin pendidikan rakyat. Paradigma teori untung rugi menjadi landasan kebijakan yang dikeluarkan. Akibatnya pendidikan tidak mutlak dijamin oleh negara sebab negara akan merugi  jika terus-menerus mengsubsidi kebutuhan rakyatnya.
Ketimpangan pendidikan ini dapat diselesaikan dengan mudah hanya dengan sistem Islam saja, sebab Islam sebuah ideologi yang memiliki seperangkat sistem yang mampu menunjang keberlangsungan pendidikan secara mutlak. Negara hadir sebagai institusi penyelenggara pendidikan, maka negara wajib mengatur sistem pendidikan yang dapat di peroleh rakyatnya secara mudah dengan memperhatikan sarana yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan sesuai dengan kreativitas, daya cipta dan kebutuhan. Kualitas pendidikan yang merata dan gratis tidak menjadi hal yang mustahil, sebab seluruh pembiayaan pendidikan di dalam negara diambil dari baitul mal. Semua warga negara baik muslim maupun non muslim, kaya atau miskin mendapat kualitas pendidikan yang sama. Maka tidak heran jika sistem pendidikan Islam menghasilkan generasi unggul dan cemerlang. Ini semua karena maksimalnya peran negara yang mengatur sistem pendidikan berdasarkan syariat Islam. Wallahu'alam bishawab.
Previous Post Next Post