EVALUASI PSBB DAN PRA AKB, MAMPUKAH MENYELAMATKAN NYAWA RAKYAT DARI COVID-19?

By : Siti Rima Sarinah 
(Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)

Pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di Kabupatem Bogor dan Pra Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Kota Bogor akan di evaluasi pada hari Kamis (16/7/2020). Selama dua minggu penerapannya, jumlah virus corona masih fluktuatif. Sementara presentase pasien sembuh terus meningkat di angka 154 orang. Kasus kematian akibat Covid-19 cenderung stagnan dan bertahan di 18 orang.

Ketua Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, jika masyarakat tidak menerapkan protokol Kesehatan secara ketat dan cenderung abai. Maka tidak menutup kemungkinan pemerintah akan kembali menerapkan PSBB normal dengan melakukan pembatasan–pembatasan kepada masyarakat dan sejumlah sektor usaha. Jika melihat pergerakan kasus penularan corona selama dua pekan terakhir, menunjukkan Kota Bogor akan kembali ke zona merah (RadarBogor, 16/7/2020)

Selama dua minggu penerapan kebijakan PSBB transisi dan persiapan Pra AKB di Kota Bogor, dengan seiring di bukanya berbagai fasilitas publik dengan protokol kesehatan sebagai syaratnya. Walaupun protokol kesehatan dijalankan, tidak menjadikan angka penularan virus Covid-19 menurun. Bahkan yang terjadi malah sebaliknya, kasus positif Covid-19 merangkak naik dan banyak  ditemukan yang terinfeksi di tempat-tempat umum.

Ini menunjukkan bahwa kebijakan PSBB transisi dan Pra AKB justu semakin banyak masyarakat yg terinfeksi oleh virus yang telah melanda negeri ini selama 4 bulan terakhir. Dari sini terlihat jelas bahwa kebijakan tersebut seharusnya belum bisa untuk diterapkan, pasalnya wabah pandemi masih mengancam jiwa masyarakat. Karena tidak ada jaminan apabila fasilitas publik dibuka, maka tidak akan terjadi pelanggaran terhadap protokol kesehatan yang menjadi syarat penerapan kebijakan tersebut.

Dan akhirnya fasilitas publik seperti stasiun, KRL, bandara, terminal, pasar dan lain-lain menjadi kluster baru penyebaran virus Covid-19. Maka wajar apabila Kota Bogor yang sebelumnya telah memasuki zona kuning, akan kembali ke zona merah melihat akan kasus positif Covid-19 meningkat pesat. Dari awal kebijakan PSBB transisi menuai polemik, karena rasa kekhawatiran yang besar atas dibukanya berbagai fasilitas publik. Kekhawatiran ini pun menjadi kenyataan, angka kasus positif tidak terkendalikan.

Peningkatan ini berdampak pula pada tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang kewalahan untuk menangani pasien positif Covid-19. Belum lagi harus menghadapi kekurangan tenaga kesehatan dan minimnya alat kesehatan yang dimiliki oleh rumah sakit. Dan akhirnya banyak dari petugas kesehatan yang menjadi korban keganasan virus ini. Yang mereka dari awal meminta pada pemerintah untuk tidak menerapkan kebijakan yang tidak tepat sasaran, yang sempat mengguncang jagat maya beberapa waktu yang lalu. Namun sayangnya, lagi-lagi pemerintah tidak pernah mengindahkan himbauan dari tenaga kesehatan dan tetap bersikukuh untuk memberlakukan kebijakan PSBB transisi.

Memang tidak dipungkiri bahwa dibalik pemberlakukan PSBB transisi dan dibukanya berbagai fasilitas umum dan tempat-tempat wisata, menunjukkan bahwa pemerintah cenderung memikirkan kepentingan para pengusaha. Karena mereka mengalami kerugian besar ketika ditutupnya fasilitas publik dan tempat-tempat wisata, di awal virus Covid-19 melanda negeri ini. Penutupan ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran wabah Covid-19 dan agar tidak banyak yang terinfeksi.

Padahal fakta yang terjadi di lapangan akibat pemberlakuan ini, mengakibatkan rakyat harus bertaruh nyawa  terinfeksi di berbagai fasilitas umum, karena pemerintah hanya memperhatikan kepentingan pengusaha ketimbang keselamatan rakyat. Karena sistem Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, memperlakukan para pengusaha sebagai ”anak emas” dan rakyatnya sebagai ”anak tiri” yang tidak pernah sedikit pun urusi dan dilayani kebutuhannya.

Kesehatan pada hakikatnya menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhi dan memberikan jaminan kepada seluruh warga negaranya. Namun tanggung jawab ini diabaikan oleh penguasa yang menjadikan sistem Kapitalisme sebagai tolak ukur dalam menjalankan pemerintahan. Sehingga yang menjadi hak rakyat seperti halnya jaminan kesehatan tidak di berikan cuma-cuma alias tidak dijamin. Justru yang terjadi rakyat sendirilah yang menjamin kesehatannya dan menjadi ajang bisnis bagi penguasa, contoh tes kesehatan untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi virus Covid-19 atau tidak.

Perlakuan penguasa dalam sistem Kapitalisme sangat bertolak belakang dengan penguasa yang lahir dari sistem Islam (Khilafah), untuk melindungi rakyatnya dari wabah penyakit. Karena penguasa (Khalifah) memahami bahwa kepemimpinan adalah amanah yang wajib untuk dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Konsekuensi seorang pemimpin dalam Islam yang abai terhadap amanahnya kelak harus dipertanggung jawabkan kepada RabbNya. 

Apalagi jika terkait dengan kesehatan rakyatnya dalam kondisi merebaknya wabah pandemi. Khalifah akan mengeluarkan kebijakan yang merujuk kepada penyelamatan nyawa rakyat. Antara lain Khilafah akan melakukan test kepada seluruh rakyatnya, untuk memastikan yang terinfeksi dan yang tidak. Kemudian dilakukan karantina kepada rakyat yang terinfeksi sampai benar-benar sembuh dari virus tersebut. Sedangkan yang sehat dapat beraktivitas seperti biasa tanpa ada kekhawatiran akan terpapar virus. 

Dan negara memastikan seluruh rakyatnya terpenuhi kebutuhan pokoknya, baik yang sakit maupun yang sehat. Hal ini dilakukan agar rakyat mendapatkan asupan makanan yang bergizi dan untuk menguatkan imunitas tubuh agar tidak mudah terinfeksi. Begitupula dengan yang sakit, di layani dengan pelayanan dan tenaga kesehatan yang profesional serta mendapatkan juga asupan makan dan obat-obatan agar segera sembuh dari virus tersebut.

Demikianlah gambaran penanganan wabah yang dilakukan oleh Khilafah, semata-mata untuk keselamatan nyawa rakyat. Khilafah tidak akan mengeluarkan kebijakan yang justru akan menjadikan nyawa rakyat sebagai taruhannya. Atau dengan kata lain, mengeluarkan kebijakan untuk mengakomodir kepentingan para pengusaha, seperti yang dilakukan oleh rezim saat ini. Yang senantiasa menjadikan rakyat sebagai ”tumbal” untuk melanggengkan kekuasaannya.

Pemimpin yang amanah, dan paham akan tupoksinya sebagai pelayan umat inilah yang dibutuhkan dan dirindukan kehadirannya oleh umat. Kesempurnaan kepemimpinannya tidak lepas dari penerapan hukum syariat Islam yang berasal dari Sang pencipta manusia. Dan hanya Khilafahlah yang mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia, akibat penerapan sistem Kapitalisme Sekuler. Semoga dengan izin Allah SWT, Khilafah akan segera tegak dan umat bisa merasakan nikmatnya hidup dalam cahaya Islam. Wallahu a’lam 
Previous Post Next Post