Belajar dari Tragedi Srebrenica

Oleh: Etti Budiyanti
Member AMK 4

Umat Muslim Bosnia memperingati 25 tahun pembantaian Srebrenica pada Sabtu, 11/7/2020 waktu setempat (CNNIndonesia, 12/07/2020).

Kota Srebrenica di kawasan Bosnia dan Herzegovina menjadi saksi bisu terjadinya pembantaian ribuan warga Muslim Bosnia pada tahun 1995 silam oleh Serbia. 

Apa yang bisa kita pelajari dari tragedi tersebut?

Komentar Politik :

Usai runtuhnya Republik Federal Sosialis Yugoslavia, Tentara Serbia dan Tentara Rakyat Yugoslavia (JNA) berupaya mengamankan teritori mereka yang ternyata juga diikuti dengan upaya pembersihan etnis non-Serbia di area yang hendak mereka amankan tersebut. 

International Criminal Tribunal for The Former Yugoslavia (ICTY) mencatat serangan militer sebelum terjadinya upaya pembersihan etnis telah dimulai sejak tahun 1992. Warga Srebrenica juga diketahui telah menjadi target serangan sejak tahun 1992-1993. 

Bahkan tentara Serbia telah menutup akses bantuan dari sejumlah lembaga humaniterian. Akibatnya banyak muslim Bosnia mengalami kelaparan massal. 

Melihat hal tersebut, maka PBB membentuk pasukan UNPROFOR yang berisikan sekitar 400 tentara Belanda. PBB pun menyatakan wilayah Srebrenica sebagai wilayah aman sejak Bulan April 1993. Meski begitu, tentara Serbia terus mencoba menggempur wilayah tersebut hingga akhirnya mereka mampu menguasai Srebrenica pada Bulan Juni 1995. 

Berdasarkan laporan ICTY, upaya pembantaian tersebut mulai dilakukan pada 11 Juli 1995. Tak hanya pembunuhan, peristiwa kelam ini tak luput dari kasus pemerkosaan yang dialami oleh sejumlah korban selamat. 

Sungguh tragedi Srebrenica ini tak akan terjadi andai saja tak ada sekat-sekat teritori antar negara. Tragedi Srebrenica, Perang Bosnia, Kasus Uighur, Kasus Rohingya, Derita Ghaza , tak akan ada andai Khilafah masih ada, karena khilafah adalah junnah.

Tragedi Srebenica dan perang Bosnia menjadi pelajaran penting bagi umat  ini bahwa tanpa khilafah,  negeri muslim akan terus menjadi medan pertarungan kepentingan negara besar yang tak segan mengorbankan  ribuan nyawa manusia.

Tragedi ini juga menjadi bukti tidak adanya perlakuan adil PBB terhadap negara berpenduduk  muslim, bahkan PBB menjadi alat melegitimasi kebengisan segelintir penjahat untuk memuaskan nafsu kedengkiannya terhadap Islam dan kaum muslimin. Lihatlah apa yang dilakukan tentara Belanda yang seharusnya melindungi Bosnia saat pembantaian oleh Serbia. Alih-alih menolong Bosnia, Belanda bahkan menukar 5000 pengungsi dengan 14 tentaranya yang ditahan oleh pasukan Mladic.

Bandingkan realitas para penguasa muslim saat ini dengan kisah para pemimpin muslim pada masa lalu. Tengoklah kisah Khalifah al Mutashim. 

Wallahu a'lam bishshawab
Previous Post Next Post