Derita Tenaga Kesehatan di Sistem Kapitalisme



Oleh : Rengga Lutfiyanti 
(Mahasiswi dan Member Akademi Menulis Kreatif)

Jumlah kasus Covid-19 dari hari ke hari terus mengalami peningkatan. Di Indonesia hingga Sabtu (30/05/2020), jumlahnya telah mencapai 25.773 kasus. (kompas.com, 30/05/2020). Hal ini tentu akan berdampak pada besarnya jumlah tenaga kesehatan yang terinfeksi Covid-19. Karena tenaga kesehatan adalah prajurit garda terdepan yang berhadapan langsung dengan para pasien Covid-19, sehingga resiko mereka untuk tertular lebih besar. Di Jakarta saja, jumlahnya mencapai 174 orang per 11 April lalu. Adapun jumlah tenaga kesehatan yang meninggal karena Covid-19 sudah lebih dari 30 orang. (bbc.com, 26/04/2020).

Namun, pengorbanan dan kerja keras mereka belum mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Seperti yang dilansir merdeka.com (25/05/2020), sejumlah tenaga medis di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran banyak yang belum mendapatkan insentif keuangan yang dijanjikan oleh pemerintah. Berdasarkan info di lapangan, menurut salah satu tenaga kesehatan ada sekitar 900 tenaga medis yang hingga hari ini belum mendapatkan haknya, padahal para tenaga kesehatan ini sangat mengharapkan pemberian insentif tersebut.

Banyaknya tenaga kesehatan yang belum menerima insentif ini karena banyaknya gelombang serta relawan yang  masuk sehingga menyebabkan pembagian insentif kurang terstruktur. Padahal awalnya insentif tersebut diberikan secara bertahap, namun hingga saat ini belum ada tindak lanjut lagi. 

Selain itu, sebanyak 109 tenaga medis di RSUD Ogan Ilir, Sumatra Selatan, dipecat karena menuntut transparansi insentif dan alat pelindung diri (APD) demi keselamatan kerja, asupan vitamin dan rumah singgah yang layak (bbc.com, 27/05/2020). Padahal gugurnya tenaga medis dan pemecatan tenaga medis akan mengakibatkan berkurangnya prajurit garda terdepan dalam melawan Covid-19. Sungguh menyedihkan, mengingat butuh waktu bertahun-tahun untuk mencetak tenaga kesehatan yang profesional dan berkualitas.

Diterapkannya sistem kapitalisme dalam penanganan wabah seperti saat ini juga turut memperburuk keadaan. Pasalnya dalam sistem kapitalisme, perekonomian lebih penting dibandingkan dengan nyawa manusia. Termasuk juga tenaga medis yang bertugas dalam penanganan Covid-19. Sehingga urusan seperti pemenuhan APD, insentif, dan rumah singgah yang layak bagi para tenaga medis pun dikesampingkan. 

Sungguh miris, tenaga kesehatan yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih di saat wabah seperti sekarang ini, harus menelan pil pahit karena hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan justru diabaikan. Tentu saja hal tersebut memicu rasa kecewa bagi para tenaga kesehatan. Inilah wajah asli kapitalisme. Sebuah sistem yang hanya mementingkan kepentingan individu atau kelompok tertentu saja.

Sungguh berbeda halnya dengan Islam. Di mana dalam Islam tatkala terjadi wabah, maka langkah pertama yang diambil adalah dengan melakukan karantina wilayah (lockdown) terhadap wilayah yang terpapar virus. Yaitu orang yang berada di dalam daerah wabah tidak boleh keluar dari daerah tersebut. Sedangkan orang yang berada di luar daerah wabah dilarang untuk mendekat atau masuk ke daerah wabah. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah penyebaran virus yang meluas.

Seperti yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab saat terjadi tha’un di desa kecil di Damaskus. Dengan begitu fokus para tenaga kesehatan dalam penanganan wabah hanya pada daerah yang terdampak wabah saja. Sehingga jumlah tenaga kesehatan yang gugur dapat diminimalisir. Karena dalam Islam nyawa seseorang lebih berharga dari apapun.

Rasulullah Saw. bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR. Masi 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani). 

Segala fasilitas kesehatan seperti APD, masker, tenaga kesehatan profesional wajib disediakan negara. Begitupun kesejahteraan tenaga kesehatan selalu diperhatikan negara, terlebih saat wabah terjadi. Tenaga kesehatan juga mendapatkan jaminan pemenuhan kehidupan yang baik ketika ada wabah ataupun tidak.

Dalam Islam kesehatan merupakan hal pokok yang setara dengan kebutuhan pangan. Sehingga negara wajib dalam menjamin pemenuhannya. Pelayanan kesehatan diberikan secara gratis tanpa ada diskriminasi antara yang kaya dan yang miskin. Semua berhak mendapatkan pelayanan yang layak. Untuk pembiayaan itu semua diambil dari Baitul Mal, baik dari pos harta milik negara ataupun harta milik umum. Termasuk dalam menjamin kebutuhan hidup tenaga kesehatan.

Dengan demikian negara mampu secara mandiri dalam mengatasi wabah tanpa harus bergantung dan berutang kepada asing. Sungguh Islam adalah agama yang paripurna. Islam mampu memberikan solusi untuk setiap problematika yang dihadapi umat saat ini. Oleh karena itu, sudah saatnya untuk kaum muslim beralih kepada penerapan Islam kaffah. 

Wallahu a’lam bishshawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post